Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hutangmu, Penyandera Kehidupan Dunia Akhiratmu

5 Maret 2018   05:48 Diperbarui: 5 Maret 2018   05:57 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tentu saja setiap keluarga mempunyai nilai, yang dianut oleh seluruh anggotanya. Punya aturan dan kebiasaan yang juga tak dimiliki keluarga lainnya. Sebagaimana di keluarga saya, ada satu ajaran ayah rahimahullah yang paling kami ingat adalah jangan pernah membuka pintu berhutang, sekecil apapun.

Hidup tentu harus punya rencana dan tujuan, namun bagi sebagian orang ada yang hidup dengan menganut kata'mengalir saja' seperti air. Tanpa perencanaan, tanpa tujuan, Hanya sekedar hidup. Padahal air belum tentu bisa mengalir terus. Jika terhalang sampah yang menumpuk, maka air akan mampetdan tak jarang menimbulkan bau.

Begitupun dalam hal keuangan, tanpa perencanaan yang baik, maka pintu hutang akan terbuka bagi siapa saja. Semua berawal dari kebiasaan yang dianggap'enteng'. Entah dari saat bersekolah atau karena melihat contoh keluarga ataupun orang terdekat.

Ayah saya menjelaskan betapa beratnya hukum berhutang itu dari dunia hingga akhirat nantinya. Itulah kenapa kami, putra-putrinya sangat takut berhutang. Bahkan menggunakan credit card dari perusahaan dulu saat masih bekerja, saya tak pernah mau. Dianggap bego, tak masalah.

Kesukaan saya membaca buku, membuat saya tahu bagaimana seorang Dewa Eka Prayoga berjuang melunasi hutang, yang sebenarnya bukanlah hutangnya, hingga milyaran rupiah. Bagi saya, lelaki yang seusia dengan putra saya ini luar biasa mengemban tanggung jawabnya. Luar biasa menegakkan harga dirinya sebagai seorang 'dewa'.

Sayapun membaca, bagaimana seorang perempuan terlibat hutang akibat bunga rentenir yang melilit begitu hebatnya hingga berjumlah milyaran juga, yang sempat membuat saya terhenyak. Belum lagi kisah-kisah lain yang bisa terjadi di mana saja.

Hedonism telah menjalar hebat dimanapun. Budaya pamer yang sangat di'dukung'oleh media sosial yang begitu banyak, menimbulkan banyak rasa iri, keinginan tanpa batas bagi yang tak mampu menahan goda. Gaya hidup tak akan pernah mampu dipenuhi jika tak ada rem yang menyertai. Produk baru yang muncul di dunia belahan manapun, akan sampai di negara kita dalam waktu yang sama juga. Semuanya bisa melihat, membicarakannya dan yang mampupun segera ingin memilikinya.

Belum lagi embel-embel modern yang dilekatkan pada banyak 'pintu-pintu' hutang berupa kartu kredit, cicilan, dan sebagainya. Hingga yang tak ingin terlibatpun diolok sebagai orang yang kuno. Menggesek kartu kredit begitu nikmatnya untuk kesenangan yang tak jarang bukan kebutuhan utama apalagi untuk hal yang mendesak.  

Begitupun dengan beragam kredit dan cicilan dengan segala aksesorisnya, dari kata tanpa bunga, cicilan ringan dan sejenisnya. Hingga akhirnya dianggap 'biasa' karena banyak yang melakukannya. Tak ada yang berpikir, betapa banyak bunga yang akan dia bayarkan dari kreditan yang mengambil jangka waktu yang cukup panjang, yang bisa saja menjeratnya sebagai pelaku hutang.

Memiliki rumah, mobil, barang branded dan sebagainya telah jadi goalutama. Tak ada yang salah bila saja dicapai dengan cara yang benar yaitu bekerja keras. Bukan hanya bermimpi tanpa berani beraksi. Jika tak juga punya kemampuan, jangan pernah mengenal keputus-asaan. Terus berprasangka baik atas segala hal dalam kehidupan ini.

Ada dua jenis manusia dalam kehidupan ini, yaitu ahlul musibah dan ahlul 'afiyah. Ahlul musibah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia selalu kena musibah, selalu diuji dengan macam-macam hal, hidupnya sering susah, sengsara bertubi-tubi. Sementara ahlul 'afiyah adalah orang-orang yang pada masa hidup di dunia enak-enak saja. Segala kemudahan didapatkannya tanpa usaha yang berarti.

Apakah ahlul 'afiyah itu berarti manusia yang lebih baik? Pandangan manusia dan pandangan Allah tentu saja tak selalu sama. Apapun pemberianNya, selalu yang terbaik. Dari rupa, kedudukan dan lainnya. Istilah keberuntungan, apapun ujudnya tak selalu berbanding lurus dengan rasa syukur. Sebanyak apapun rezeki yang datang, tanpa rasa syukur, maka tak akan pernah cukup.

Merasa tak pernah cukup inilah yang akan membuka pintu-pintu hutang. Banyak orang kaya yang tak pernah merasa tenang dan merasa cukup, sebanyak orang miskin yang tetap tenang dalam syukurnya yang tak pernah kering. Jangan selalu melihat ke atas, kecuali untuk ilmu. Karena materi godaannya sangat besar. Hingga jadi peringatan abadi, harta-tahta dan wanita. Semua bermuara pada goda duniawi.

Hutang, sekecil apapun, akan membawa banyak kegelisahan. Tak ada ketenangan dalam hidup ini saat mendapat tagihan hingga teror dari para penagihnya. Belum lagi hilangnya kepercayaan orang lain. Pasti terjadi, bahwa orang yang suka berhutang juga orang yang suka berbohong. Berjanji tiada henti, tanpa bukti yang menyertai.

Berhati-hati menggunakan uang, bukan berarti menjadi manusia pelit. Bijak mengelola uang dibutuhkan setiap orang, baik dalam keadaan berada, ataupun tidak. Keadaan selalu berubah, dan seringkali tak terduga sama sekali. Yang awalnya tampak sehat, bisa saja tiba-tiba sakit dan memerlukan banyak biaya. Bertahun-tahun bekerja keras dengan banyaknya penghasilan, bisa saja habis dalam waktu singkat.

Orang yang berhutangpun hidup dalam penyanderaan orang lain. Dipandang hina, tak dihormati akan menyertai setiap langkahnya. Belum lagi bila hingga wafat ia masih mempunyai hutang pada orang lain, sekecil apapun.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "Roh seorang mukmin masih terkatung-katung (sesudah wafatnya) sampai hutangnya di dunia dilunasi." (HR. Ahmad). Bahkan Rasulullah SAW tidak mau mensalati orang yang tidak membayar hutang.

Niatkan dengan kesungguhan saat berhutang, Anda akan melunasinya sesegera mungkin. "Penundaan hutang bagi mereka yang mampu adalah satu kezaliman." (Riwayat Bukhari).

Peringatan keras mengenai hutang. "Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri." (HR. Ibnu Majah).

Orang-orang yang tidak membayar hutang, bukan hanya dibenci manusia, namun ia juga dianggap pencuri oleh Allah SWT. Meskipun seseorang muslim meninggal dalam keadaan syahid, orang yang memiliki hutang tidak akan diampuni.

Tak ada yang lebih dekat pada setiap diri, selain kematian. Saat anda begitu yakin bahwa Anda mampu melunasi tagihan kredit, apakah Anda juga yakin saat itu masih hidup?

Masih banggakah dengan 'hutang-hutang' lewat beragam fasilitas'modern' yang anda biasakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun