Mari sedikit saja kita perhatikan bagaimana kelapangan hati selalu dibutuhkan. Â Sebagai contoh kecil, untuk menjadi seorang penulis, harus punya kedisiplinan menulis setiap hari tanpa boleh beralasan apapun. Belum lagi saat hendak menerbitkan buku, suka atau tidak ia harus melewati 'saran dan kritik' dari editor yang tak jarang cukup keras dan menantang kesabaran diri. Bahkan setelah terbitpun, kritikan dari para pembacanya tak mungkin bisa dihindarkan untuk dihadapi.
Saat test psikologi dalam penerimaan pegawai juga butuh pekerja yang tangguh. Pertanyaan-pertanyaan yang cukup menjebak akan melahap setiap jawaban yang terjebak. Adversity quotient harus dimiliki. Bukan pekerja yang mudah baper dan larut dalam ke'baper'annya tanpa bisa menyelesaikan apapun. Jika menyelesaikan masalah dalam dirinya sendiri saja tak punya kemampuan, bagaimana menyelesaikan masalah di luar dirinya yang pasti akan ia hadapi.
Kita sering melihat bagaimana seorang petinju saat akan bertanding, akan melalui perang urat syaraf. Bayangkan sendiri bila sebagai petarung, ia terbawa perasaannya. Ia akan emosional dan akan menghabiskan tenaganya untuk lampiaskan emosinya tersebut yang tentu akan merugikan dirinya sendiri.
Menjadi pesohorpun, tak akan lepas dari segala kritikan para penggemar dan pembencinya. Lihat bagaimana segala berita yang ada. Berapa banyak yang terbawa perasaannya pada kritik yang tak jarang berakhir pada pelaporan pada pihak yang berwajib. Menjadi pesohor dalam bidang apapun, bersiaplah untuk menerima konsekuensi terburuk, bukan sekedar siap menerima puja-puji.
Kita semua tahu, bahwa kita tak akan pernah mampu mengendalikan cara berpikir siapapun. Menjadi penggemar kita hari ini, esok bisa jadi pembenci utama kita. Manusia bisa berubah kapanpun. Bisa menjadi apa saja di hari ini dan esoknya. Karena hidup adalah pergerakan, sementara mati adalah berhentinya pergerakan tersebut.
Sepanjang ada kehidupan, selalu akan terjadi gejolak, diantara kata 'dua'. Kecintaan dan kebencian, kewarasan dan kegilaan dan segala yang mengikutinya. Terus membesarkan hati, menyedikitkan bicara yang tak bermanfaat, rajin menjenguk diri sendiri, berani bercermin dalam ketelanjangan diri, serta memahami makna prioritas, terus berprasangka baik, maka akan nikmat hidup ini. InsyaaAllah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H