Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Politik yang Menggelitik

22 Januari 2018   04:50 Diperbarui: 22 Januari 2018   05:06 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh menyenangkan melihat semua pertunjukan di tahun politik. Semua akan mengerucut dengan kampanye hebat. Langit dipenuhi dengan janji-janji yang enteng diucap, namun mudah menguap saat nanti menjabat. Mereka seperti lupa adanya malaikat sang pencatat setiap ucapan yang telah dimuntahkan, baik dengan cara berbisik hingga berkoar lantang di hadapan ribuan orang.

Kebenaran yang harusnya tampak terang, saat langit dikotori ucapan janji manis, seolah jadi kelabu warnanya. Ya..karena yang mengucapkan belum tentu menegakkan janjinya, amanahnya, juga kebenaran yang harusnya dijunjung. Banyak yang menjual kebenaran karena ketakutan-ketakutan pada hukum manusia. Ketakutan untuk dibenci, ketakutan untuk disisihkan, ketakutan untuk dikeluarkan dari kelompoknya, dan yang paling utama adalah ketakutan menjadi miskin kembali.

Manusia lebih kuat menahan kemiskinan, dibanding menahan hilangnya kekayaan yang sudah digenggamnya. Perhatikan yang dulunya miskin dan diberi jabatan, rasanya sudah tak ada yang ingin kembali miskin. Itulah kenapa dikatakan bahwa jabatan itu godaan. Karena dengan jabatan banyak hal yang bisa didapatkan. Bahkan banyak yang tak mampu menghentikan godaan ini hingga tua sekalipun. Kata lainnya, lupa batas waktu pensiun.

Sempat saya berpikir, jika terus haus jabatan hingga tua, kapan menikmati hasil jerih payahnya tersebut? Mereka ingin anak cucunya terjamin hidupnya dengan simpanan yang terus menumpuk, itu salah satu alasannya. Semua sah-sah saja. Banyak yang lupa, terkadang rencana manusia tak selalu sama dengan rencana Tuhan. Karena sebanyak apapun harta bisa habis.

Tahun politik selalu punya banyak kehebohan. Bagi para oportunis, apapun harus dilakukan, termasuk untuk membeli suara. Sekarang tinggallah masyarakat yang harus pandai-pandai memilih yang terbaik dan punya sikap terbaik. Sayangnya masyarakat belum sepintar itu, terutama yang tak tahan godaan dan berpengetahuan sedikit. Uang amplopan sebesar Rp 50.000,- saja bisa mengubah pilihan. Padahal apa yang didapat yang terpilih selama 5 tahun kedepan, akan mendapat jutaan kali dari itu.

Jadi ingat tulisan ini. "Jika suaramu sendiri bisa dibeli, jangan pernah bermimpi punya wakil rakyat yang baik. Never!" -- Joko Santoso Handipaningrat.

Semoga masyarakat semakin cerdas dan menyadari betapa berharganya sebuah suara dengan tidak menjualnya dengan harga semurah kaos oblong, topi, jilbab, jam dinding, dan sebagainya. Selamat berpesta!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun