Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena Menjamurnya Kelas Mentoring "Online"

15 Januari 2018   03:05 Diperbarui: 15 Januari 2018   11:09 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia literasi tampaknya saat ini sedang bergeliat. Bisa dilihat dari banyaknya kelas online di media sosial ataupun grup, baik di WhatsApp ataupun Telegram, tumbuh subur. Baik yang gratis ataupun berbayar, semua berusaha dan bertujuan untuk membuat tertarik generasi zaman now untuk menjadikan hobi menulis sebagai profesi yang tak lagi bisa dipandang sebelah mata.

Tentu saja harus disambut baik, mengingat begitu banyak orang menjadi kaya karena ketrampilan menulisnya. Sebut saja JK. Rowling, Dan Brown, dan lainnya. Sementara di Indonesia, profesi penulis juga sudah mendapat apresiasi cukup baik. Lihat saja penulis mapan seperti Asma Nadia, Andrea Hirata, Kang Abik, Dewi Dee Lestari dan lainnya yang royaltinya saja sudah cukup menggiurkan.

Bersamaan dengan itu, dunia penerbitan indie pun tumbuh subur di berbagai kota. Proses yang cukup memakan waktu pada penerbit besar untuk sebuah buku baru dari penulis baru, membuat penerbit indie ketiban rezeki. Walau tentu saja tetap harus pandai-pandai memilihnya. Tak sedikit yang karyanya sukses di penerbit indie akhirnya juga diambil oleh penerbit mayor.

Kelas Mentoring Online yang banyak bertebaran di media sosial saat ini digawangi oleh bermacam mentor dari segala latar belakang. Biasanya para penulis yang sudah punya karya dan ingin berbagi ilmu, ada juga yang menggaet nama besar namun yang bersangkutan seperti cameo saja karena tak pernah ikut mengajar, ada yang di koordinasi dengan sangat professional oleh para penulis muda yang luar biasa talenta dan semangatnya. Ada yang cuma ikut-ikutan tanpa visi atau misi yang jelas.

Untuk yang gratis biasanya pesertanya sangat banyak. Tentu saja dengan beragam tujuan. Ada yang memang ingin belajar menulis, ada yang ingin mengenal penulis terkenal dan dapat ilmunya, ada yang hanya butuh tambah teman saja. Kata mereka yang penting nambah banyak teman, biasanya mereka tak tuntas mengerjakan tugas dan meninggalkan grup tanpa pamit. Semua sah-sah saja.

Sebagai orang yang suka menulis, dan bukan ahli,  tentu saja saya sangat antusias untuk ikut serta dalam pembelajaran kelas mentoring online. Tak peduli bahwa saya adalah peserta paling tua di manapun. Saya ikut grup menulis cukup banyak awalnya, namun satu persatu saya tinggalkan dan hanya mengikuti yang cukup professional.

Awalnya tentu saja yang gratis, namun untuk belajar lebih dalam, sayapun ikut yang berbayar. Bersyukur dari awal saya menemukan wadah yang tepat yang dikelola secara professional. Kelas mentoring yang satu ini membuat saya betah karena punya tahapan-tahapan pengajaran yang membuat peserta akan terus bertumbuh. Para mentornya profesional dan disiplin. Mereka begitu percaya diri tanpa perlu merasa harus menggaet bintang tamu penulis terkenal, karena misi utamanya adalah mencetak penulis terkenal.

Alumninya sudah mencapai ribuan saat ini, dan banyak yang berhasil menembus major publisher naskahnya. Pesertanya berasal bukan hanya dari Indonesia saja. Ada dari  bermacam negara, di mana banyak para warga Indonesia yang sedang bersekolah ataupun tinggal karena tugas. Juga dari beragam profesi, dari mahasiswa, ibu rumah tangga hingga para professional seperti guru, dosen dan sebagainya. Banyak sekali dokter yang juga ikut bergabung di komunitas yang satu ini.

Mereka punya program gratis sebagai saringan untuk melihat sejauh mana antusiasme peserta untuk menjadi penulis. Dalam program gratis ini ada program yang harus diikuti peserta sepanjang satu minggu yang tersusun rapi. Dari keaktifan peserta maka akan ada program berbayar untuk menimba ilmu yang lebih dalam. Peserta grup gratis yang tak aktif, akan dikeluarkan agar bisa menjaring orang-orang baru yang lebih berniat menjadi penulis.

Program pun disesuaikan dari dasar. Membiasakan menulis setiap hari adalah yang paling dasar. Peserta akan dilihat bagaimana penguasaan Ejaan Bahasa Indonesia dan penyerapan kata-kata baru dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) melalui tulisannya. Akan di reviewdan di'habisi' juga. Jadi dari awal sudah diperingatkan untuk tidak menjadi pribadi yang 'baperan' mengingat nantinya setiap karya mereka pastinya akan dihabisi oleh para editor professional saat ikut berlomba atau saat akan menerbitkannya.

Mental baja memang harus dipersiapkan bagi para penulis pemula. Mereka tak main-main dalam mengajar. Dari pembiasaan ini akan akan ada kelas yang lebih spesifik yang secara tidak langsung akan membuat peserta tahu, jenis tulisan apa yang membuatnya nyaman dan menguasainya. Fiksi atau non fiksi. Jika mampu keduanya, bersyukur juga.

Dari sekian yang pernah saya ikuti, memang yang satu ini lebih detail dan mendalam pengajarannya dibanding dengan yang lain. Ibaratnya lengah sedikit terlindas karena disiplin jadi kunci utamanya. Tak peduli siapapun pesertanya, baik tua ataupun muda semua diperlakukan sama.

Beruntung saya orang yang 'ndablek' dan terbiasa disiplin, jadi nyaman saja mengikuti kelas mereka. Tak satupun kelas yang saya tinggalkan tugasnya, sesulit apapun. Dan satu hal yang tak akan bisa saya lupakan adalah bagaimana mentor saya di sana mengangkat rasa kepercayaan diri saya yang dulunya hancur lebur.

Peserta didorong untuk berani mengikuti lomba antologi yang diadakan penerbit besar dengan juri-juri penulis berpengalaman juga lomba lainnya yang berhubungan dengan dunia literasi. Menthor terus meng-encourage peserta untuk naik kelas. Tantangan terakhir tentu saja menerbitkan buku solo. Butuh ilmu untuk itu, juga konsistensi dan semangat untuk terus menulis hingga selesai. Dan program di komunitas tersebut untuk menulis buku, terus di dorong dan di dorong tanpa ampun sampai berhasil.

Sang mentor baru akan tersenyum bila kami, muridnya bisa menelorkan satu karya sendiri. Apalagi bila sampai diterbitkan oleh major publisher. Kebanggaan tersendiri yang pasti akan menambah rasa percaya diri dan jadi pelecut untuk menghasilkan karya lagi dan lagi.

Beberapa dari kami telah menembus major dan menjadi best seller bukunya. Itulah tujuan utama kelas menulis online yang seharusnya. Mencetak penulis handal dan berkualitas. Bukan hanya bisa menggaet nama besar hanya untuk banyaknya peserta mau mengeluarkan uang saat mengikutinya.

Tentu sebagai murid, kita punya hak untuk membandingkan kelas yang satu dengan yang lain karena kita yang mengikuti, mengalami dan merasakan hasilnya.  Sama-sama mengalokasikan waktu, tenaga dan juga materi, bila hasilnya ada yang lebih baik, kenapa tidak kita pilih?

Sebagaimana biasa terjadi di sini, jika ada sesuatu yang booming dan melihat banyaknya rupiah yang bisa dihasilkan, timbullah kelas mentoring yang ujung-ujungnya menjadi ajang penipuan. Mereka menggaet peserta dengan iming-iming akan diterbitkan bukunya. Tentu saja dengan investasi yang cukup lumayan. Di ujungnya seperti bisa diduga, karya tak diterbitkan dan pengelolanya lari. Jadi, kehati-hatian memilih kelas mentoring online tetap harus diperhatikan sebagaimana yang lain. Apa sih yang tak bisa dilakukan oleh orang yang memang profesinya menipu?

Beriring waktu saya yakin akan ada 'seleksi alam' pada kelas mentoring online yang sekarang menjamur ini. Mereka akan rontok karena tak dikelola secara profesional.  Sebagaimana peserta yang begitu banyak juga akan terseleksi alam dengan sendirinya. Karena tujuan mereka berbeda-beda, juga tak mau berproses.

Kita semua tahu bahwa minat membaca orang Indonesia itu sangat rendah. Banyak sekali perpustakaan bertebaran di kota dan juga perpustakaan keliling, namun sedikit yang mengunjunginya. Bagaimana bisa jadi penulis handal bila membaca saja malas. Bukankah membaca itu ibaratnya mengisi, sementara menulis adalah menuang. Bila tak ada isinya, apa yang akan dituangkan?

Bilapun ada yang suka membaca, bacaannya terbatas pada apa yang disukai saja dan yang ringan. Tak mau bersusah payah membaca hal baru yang tidak disukai walau banyak manfaatnya. Apalagi membaca ratusan halaman. Bagi mereka seperti beban. Beberapa kali saya katakan bahwa membacapun ada ilmunya, semua antusias ingin tahu. Ujungnya saya jawab, silakan saja gabung di kelas berbayar untuk itu. dan mereka mundur teratur...!

Mental gratisan masih kental. Orang Jawa punya filosofi Jer basuki mawa bea, untuk mendapatkan sesuatu itu ada biaya atau pengorbanannya. Jika semua inginnya gratis, walah....ya tidak akan dapat apa-apa secara maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun