Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena Menjamurnya Kelas Mentoring "Online"

15 Januari 2018   03:05 Diperbarui: 15 Januari 2018   11:09 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sekian yang pernah saya ikuti, memang yang satu ini lebih detail dan mendalam pengajarannya dibanding dengan yang lain. Ibaratnya lengah sedikit terlindas karena disiplin jadi kunci utamanya. Tak peduli siapapun pesertanya, baik tua ataupun muda semua diperlakukan sama.

Beruntung saya orang yang 'ndablek' dan terbiasa disiplin, jadi nyaman saja mengikuti kelas mereka. Tak satupun kelas yang saya tinggalkan tugasnya, sesulit apapun. Dan satu hal yang tak akan bisa saya lupakan adalah bagaimana mentor saya di sana mengangkat rasa kepercayaan diri saya yang dulunya hancur lebur.

Peserta didorong untuk berani mengikuti lomba antologi yang diadakan penerbit besar dengan juri-juri penulis berpengalaman juga lomba lainnya yang berhubungan dengan dunia literasi. Menthor terus meng-encourage peserta untuk naik kelas. Tantangan terakhir tentu saja menerbitkan buku solo. Butuh ilmu untuk itu, juga konsistensi dan semangat untuk terus menulis hingga selesai. Dan program di komunitas tersebut untuk menulis buku, terus di dorong dan di dorong tanpa ampun sampai berhasil.

Sang mentor baru akan tersenyum bila kami, muridnya bisa menelorkan satu karya sendiri. Apalagi bila sampai diterbitkan oleh major publisher. Kebanggaan tersendiri yang pasti akan menambah rasa percaya diri dan jadi pelecut untuk menghasilkan karya lagi dan lagi.

Beberapa dari kami telah menembus major dan menjadi best seller bukunya. Itulah tujuan utama kelas menulis online yang seharusnya. Mencetak penulis handal dan berkualitas. Bukan hanya bisa menggaet nama besar hanya untuk banyaknya peserta mau mengeluarkan uang saat mengikutinya.

Tentu sebagai murid, kita punya hak untuk membandingkan kelas yang satu dengan yang lain karena kita yang mengikuti, mengalami dan merasakan hasilnya.  Sama-sama mengalokasikan waktu, tenaga dan juga materi, bila hasilnya ada yang lebih baik, kenapa tidak kita pilih?

Sebagaimana biasa terjadi di sini, jika ada sesuatu yang booming dan melihat banyaknya rupiah yang bisa dihasilkan, timbullah kelas mentoring yang ujung-ujungnya menjadi ajang penipuan. Mereka menggaet peserta dengan iming-iming akan diterbitkan bukunya. Tentu saja dengan investasi yang cukup lumayan. Di ujungnya seperti bisa diduga, karya tak diterbitkan dan pengelolanya lari. Jadi, kehati-hatian memilih kelas mentoring online tetap harus diperhatikan sebagaimana yang lain. Apa sih yang tak bisa dilakukan oleh orang yang memang profesinya menipu?

Beriring waktu saya yakin akan ada 'seleksi alam' pada kelas mentoring online yang sekarang menjamur ini. Mereka akan rontok karena tak dikelola secara profesional.  Sebagaimana peserta yang begitu banyak juga akan terseleksi alam dengan sendirinya. Karena tujuan mereka berbeda-beda, juga tak mau berproses.

Kita semua tahu bahwa minat membaca orang Indonesia itu sangat rendah. Banyak sekali perpustakaan bertebaran di kota dan juga perpustakaan keliling, namun sedikit yang mengunjunginya. Bagaimana bisa jadi penulis handal bila membaca saja malas. Bukankah membaca itu ibaratnya mengisi, sementara menulis adalah menuang. Bila tak ada isinya, apa yang akan dituangkan?

Bilapun ada yang suka membaca, bacaannya terbatas pada apa yang disukai saja dan yang ringan. Tak mau bersusah payah membaca hal baru yang tidak disukai walau banyak manfaatnya. Apalagi membaca ratusan halaman. Bagi mereka seperti beban. Beberapa kali saya katakan bahwa membacapun ada ilmunya, semua antusias ingin tahu. Ujungnya saya jawab, silakan saja gabung di kelas berbayar untuk itu. dan mereka mundur teratur...!

Mental gratisan masih kental. Orang Jawa punya filosofi Jer basuki mawa bea, untuk mendapatkan sesuatu itu ada biaya atau pengorbanannya. Jika semua inginnya gratis, walah....ya tidak akan dapat apa-apa secara maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun