Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Surga Itu Kau Abaikan

23 Desember 2017   13:46 Diperbarui: 23 Desember 2017   13:54 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru sadar betapa teman saya itu mengatakan kebenaran adanya. Saya memang salah dan abai pada ibu karena kepatuhan saya pada istri dan mertua saya. Begitu cintanya saya pada istri hingga takut kehilangannya bila saya tak patuh padanya. Sungguh, kedunguan yang luar biasa sebagai anak dari seorang ibu yang baik. Istrilah yang selama ini jadi imam di keluarga karena dia yang memutuskan segalanya. Dan itu terjadi juga karena kebodohan saya membiarkannya.

Hampir semua orang mengatakan bahwa ini semua akibat dosa saya mengabaikan ibu kandung saya, termasuk kakak dan adik saya. Sudah beruntung saya, karena kakak masih mau menampung anak saya. Sementara saya bahkan untuk pulang saja tak punya ongkos. Saya tidur disebuah gudang perusahaan yang sudah kosong. Beralas tikar tua seadanya. Makanpun kadang diberi satpam yang berjaga disana.

Saya tak lagi tahu bagaimana meminta maaf pada ibu yang sudah terkubur lama. Saya juga tak lagi tahu bagaimana saya hadapi hari-hari didepan. Semua tampak buntu. Semua tampak gelap. Bahkan saat saya ingin belajar agama, seperti ada penghalang yang luar biasa. "

Sepanjang bercerita, entah berapa kali dia mengusap air matanya, hingga usaipun masih basah pipinya.  Tubuh gempalnya telah hilang, tinggal tulang berbalut kulit. Wajah tampannya telah berubah jadi kuyuh dan tua. Kulit bersihnya telah legam.

Saya tak mampu berkata apapun. Karena saya juga seorang ibu dari anak yang semuanya lelaki. Saya tahu betul rasanya diabaikan anak yang kita sayang itu sakitnya luar biasa. Dan saya juga tahu betapa diam itu bagi seorang ibu memang harus dilakukan karena takut mulut kita tak terkontrol dan menjadi kutukan buat anak sendiri. Baru saya sadari betapa agungnya seorang ibu. Tanpa bersuarapun kesedihannya di dengar Allah. Menyakitinya seperti mengundang kegelapan hidup.

Ingatlah selalu wahai lelaki, ibumu diatas istrimu! Jangan butakan rasa cintamu pada kebenaran yang hakiki.

Ibumu.. Ibumu.. Ibumu.. baru ayahmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun