Ada berjuta wanita di luar sana yang harus bekerja keras membanting tulang demi memenuhi semua kebutuhan hidup keluarganya, walaupun dia punya suami.
Terus terang kenapa saya menulis ini karena saya termasuk "Ibu Pekerja". Jujur saja saya sering agak tersinggung dengan postingan-postingan menyudutkan itu. Saya sedih jika baca tulisan-tulisan atau gambar-gambar yang membahas masalah Ibu Bekerja.Â
Bukannya saya tidak mau diingatkan atau tidak mau patuh terhadap perintah agama yang katanya seorang wanita lebih utama di rumah, karena jika di luar rumah akan menimbulkan fitnah. Itu betul, betuuulll sekali.
Dalam tulisan ini saya bukannya mau melakukan pembenaran atau pembelaan diri, saya hanya ingin mengajak para pembaca untuk lebih berfikir obyektif dan bijaksana dalam menilai orang lain yang tidak kita kenal dan tidak kita ketahui kehidupan sehari-harinya.Â
Orang yang kita kenal pun belum tentu kita tahui keseharian mereka seperti apa, masalah-masalah yang dihadapi serumit apa, kita hanya melihat sisi indahnya saja dari hidup orang lain.
Semua rumah tangga tentunya punya konsep masing-masing, punya kesepakatan yang  dibuat oleh para suami istri tersebut dari sejak mereka mulai membangun rumah tangga dan tentunya punya impian-impian besar yang sudah dirancang jauh-jauh hari,bahkan mungkin sudah diprogramkan dari sebelum menikah.Â
Tetapi ternyata hidup itu tidak seindah yang  direncanakan. Semua rumah tangga pasti diawali dengan konsep-konsep dan rencana yang indah dan matang.
Kita tidak tahu apa yang terjadi dalam keberlangsungan hidup rumah tangga kita. Idealisme bisa berubah karena situasi yang tidak memungkinkan untuk tetap memegang prinsip itu.
Begitu pula dengan para ibu-ibu pekerja tersebut. Kita tidak tahu alasan yang melatar belakangi kenapa mereka harus bekerja?Â
Mungkin suaminya jatuh sakit yang permanen sehingga tidak bisa lagi mencari nafkah. Atau mungkin juga suaminya tiba-tiba di PHK dan tidak mudah mencari pekerjaan baru lagi, otomatis istrilah yang harus maju untuk menopang kehidupan sehari-hari.Â