Selain kisah Qabil dan Habil, ibadah kurban juga dikisahkan melalui Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengurbankan putranya, Ismail AS, yang merupakan anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, Allah memberikan ujian kepadanya dengan memerintahkan untuk menyembelih putranya sebagai kurban.
Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran surah Ash-Shaffat ayat 102: " Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar".
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail mengisyaratkan bahwa ibadah kurban memiliki makna yang mendalam. Ibadah ini sarat dengan nilai-nilai mulia tentang hubungan vertikal dengan Allah SWT dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Keyakinan terhadap perintah Allah harus digenggam dengan kuat. Di sisi lain Ibrahim juga layak menjadi teladan kesuksesan dalam mendidik anak yang benar-benar berbakti kepada Allah SWT.
Nilai Multikesalehan yang Terkandung Dalam Ibadah Kurban
Dari sejarah tersebut, terlihat bahwa ibadah kurban memiliki keutamaan dan mengandung nilai multikesalehan yang sangat kompleks. Dari kisah Qabil dan Habil, kita dapat mengambil pelajaran bahwa ikhlas, jujur, dan menerima ketetapan Allah merupakan sikap yang harus dimiliki agar mendapatkan ridho-Nya.
Dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kita juga dapat memahami betapa pentingnya menerima perintah Allah dengan ikhlas dan sabar, meskipun ujian yang diberikan berat. Kesabaran itu akan mendapat ganjaran yang setimpal, sebagaimana Nabi Ibrahim yang diberi gelar "Khalilullah" (kekasih Allah) sebagai ganjaran keimanan dan kesabarannya melaksanakan perintah Allah.
Dari kisah-kisah ini terlihat nilai-nilai ketakwaan yang terkandung dalam ibadah kurban meliputi dua dimensi. Dimensi "ilahiyah" tauhid dan dimensi sosial terhadap sesama "Hablum Minallah" dan "Hablum Minannas". Siapa pun yang hendak menunaikan kurban harus dilandasi niat ibadah semata-mata karena Allah dan sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama. Jika kedua pilar ini diabaikan, kurban yang kita persembahkan akan ditolak, seperti halnya kurban Qabil yang tertolak karena tidak dilandasi oleh takwa, ikhlas dan kasih sayang.
Kurban merupakan ibadah sunnah muakkad. Keutamaan kurban dipertegas dalam surah Al-Kautsar ayat 2: "Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!". Selain itu hadits Rasulullah SAW secara subtansial juga memberi penegasan untuk melaksanakan ibadah kurban "Siapa saja yang memiliki kelapangan rezeki, tetapi tidak berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami." (HR at-Thabrani).
Implementasi Nilai-nilai yang Terkandung dalam Ibadah Kurban
Mengadopsi nilai-nilai ibadah kurban masih sangat relevan dalam kehidupan umat manusia, termasuk kita sebagai umat akhir zaman. Ibadah kurban mengajarkan pendidikan multikesalehan yang terkandung di dalamnya, seperti ikhlas, sabar, sungguh-sungguh dan sikap terpuji lainnya. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut seharusnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tahun lalu, saya terlibat secara langsung dalam mendistribusikan daging kurban. Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Salah satu momen paling berkesan adalah ketika membagikan daging kurban kepada saudara-saudara yang berbeda agama. Rasanya istimewa dan menggugah iman karena ternyata kurban juga mampu mempererat persaudaraan dengan siapa pun. Nilai toleransi dan kepedulian terhadap sesama benar-benar terasa. Kurban berhasil menembus dinding pembatas dan memudarkan perbedaan yang ada.