Mohon tunggu...
Rinaldi Sutan Sati
Rinaldi Sutan Sati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Owner Kedai Kapitol

Pemerhati sosial, politik, dan ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perbedaan APBD Pemprov Riau 2024 dengan RKPD dan KUA PPAS Hingga 1,8 Triliun, Kerjaan Siapa?

7 Agustus 2024   10:32 Diperbarui: 7 Agustus 2024   10:36 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perencanaan dan penganggaran merupakan dua proses penting dalam manajemen keuangan pemerintah daerah. RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah dokumen-dokumen yang harus sinkron dan saling terkait untuk memastikan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. Namun, perbedaan dalam jumlah anggaran antara ketiga dokumen ini sering kali menimbulkan masalah hukum yang dapat berpengaruh terhadap akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menekankan pentingnya keselarasan antara perencanaan dan penganggaran, di mana RKPD merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan yang harus menjadi acuan dalam penyusunan anggaran. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa kepala daerah bertanggung jawab untuk menyusun RKPD yang menjadi pedoman dalam penyusunan RAPBD, sehingga perbedaan yang signifikan antara dokumen-dokumen ini dapat dianggap sebagai penyimpangan. 

Secara mengerucut, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 mengatur tata cara perencanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan daerah serta penyesuaian antara RKPD, KUA, dan APBD. Sebagaimana ditegaskan pada peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menjelaskan bahwa APBD harus disusun berdasarkan RKPD dan KUA yang telah disepakati, dengan tujuan memastikan konsistensi dalam perencanaan dan penganggaran.

Penyusunan APBD yang berdasarkan RKPD dan KUA dapat menjadi bahan audit jika terdapat perbedaan jumlah yang signifikan antara ketiganya; baik itu RKPD dengan APBD, maupun antara KUA dengan APBD, atau malah RKPD, KUA dan APBD. Karena perbedaan yang terlalu mencolok dapat menimbulkan temuan hukum terkait ketidaksesuaian program dan kegiatan yang direncanakan dengan yang dianggarkan. Hal ini dapat menyebabkan program-program prioritas tidak terlaksana dengan baik. 

Lalu, menimbulkan penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan dengan perencanaan awal, dan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan penyalahgunaan anggaran. Temuan ini dapat mengakibatkan sanksi administratif maupun pidana bagi pejabat yang bertanggung jawab. Perbedaan anggaran yang signifikan dapat menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

Misalnya, RKPD Provinsi Riau tahun 2024 direncanakan sebesar 9.182.188.294.376 Rupiah. Sementara itu, rancangan KUA PPAS nya senilai Rp. 9.182.188.294.375. Dan APBD Provinsi Riau disahkan sebesar 11.020.380.657.451 Rupiah. Jika kita perbandingkan antara KUA PPAS dengan APBD yang disahkan, maka terdapat perbedaan antara RKPD dengan APBD senilai 1.838.192.363.075 Rupiah dan KUA PPAS dengan APBD sejumlah Rp. 1.838.192.363.076. Dan antara RKPD dengan KUA PPAS sejumlah 1 Rupiah.

Perbedaan yang mencolok ini atau dapat dikatakan hingga melebihi 10%, adalah jumlah yang tidak main-main. Artinya, harus dapat dipastikan bahwa, penambahan angka yang sekitar 1,8 Triliyun ini bukan "titipan" atau "selipan". Kepastian ini hanya bisa didapat dengan cara melakukan audit internal dan investigatif saat penyusunan menjadi APBD 2024 (disahkan), dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).

Dalam pandangan kami, ada beberapa landasan yang mengatur bahwa RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tidak boleh memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Landasan hukum ini bertujuan untuk memastikan sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran, serta menjamin bahwa program dan kegiatan yang direncanakan dapat direalisasikan dengan dukungan anggaran yang memadai. 

Hal ini dapat disimpulkan dari membaca Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJPD, dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD, serta Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.

Dengan adanya landasan hukum tersebut diatas, pemerintah daerah wajib memastikan bahwa RKPD dan APBD selaras dan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua program dan kegiatan yang direncanakan dalam RKPD dapat didukung oleh anggaran yang memadai dalam APBD, sehingga pembangunan daerah dapat berjalan dengan lancar dan mencapai hasil yang diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun