Dikatakan lagi, menurut laporan yang diterima Pj Gubri dari Pj Walikota Pekanbaru, defisit anggaran telah menyebabkan gaji pegawai bulan Juli tidak dapat dibayarkan. Namun, masalah ini telah diatasi dengan bantuan dana dari Pemprov Riau. "Mohon maaf saja, jangankan memperbaiki jalan rusak di Pekanbaru, gaji bulan Juli tidak ada, habis karena defisit. Itu lah saya drofing, saya lapor ke Pak Mendagri, dan Pak Mendagri bilang silahkan. Itu sudah saya drofing," jelasnya.
Melihat fenomena diatas, bagi kami masyarakat Pekanbaru, ada 2 hal yang sangat kontradiksi ditampilkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pekanbaru yang sekaligus juga sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan apa yang disampaikan oleh Penjabat Gubernur Riau. Bagaimana mungkin hanya dalam waktu 2 (dua) bulan, dari yang awalnya on the track saat ditinggalkan oleh Penjabat Walikota Muflihun, kemudian menjadi defisit dan ditengarai membutuhkan pahlawan anggaran, yang sebentar lagi sepertinya peran tersebut akan diambil oleh Penjabat Gubernur Riau.Â
Dalam hati, tentulah kami bertanya-tanya, siapakah yang menyampaikan data dengan sebenar-benarnya? Apakah data on the track yang disampaikan oleh Sekda kota Pekanbaru pada awal Juni 2024 merupakan kebenaran atau kamuflase? Atau apakah informasi yang disampaikan oleh Penjabat Gubernur Riau merupakan suatu hal yang tidak benar? Sebenarnya informasi ini dapat diuji oleh aparatur penegak hukum. Mana dan siapa yang benar.
Masalahnya, kejadian begini bukan baru pertama kali berlangsung. Kami mencatat, tanggal 18 Juni 2024, beberapa media online memberitakan bahwa, ASN Pemko Pekanbaru terancam tidak menerima gaji ke-14 karena gaji yang telah dianggarkan, lenyap tengah malam.Â
Setidaknya begitu bahasa yang kami kutip dari Totalnews.co.id edisi 18 Juni 2024 dengan judul berita "ASN Kota Pekanbaru Terancam Tak  Bergaji Akibat Anggaran Hilang". Lalu, selang sekitar 3 hari setelahnya, pada tanggal 21 Juni 2024, di media Utusanriau.co, edisi 21 Juni 2024, terbit sebuah berita berjudul, "Gaji ASN Kota Pekanbaru Kembali Lagi". Apakah sudah terjadi distorsi informasi pada lingkungan Pemko Pekanbaru setelah ditinggalkan oleh Muflihun? Wallahua'lam.
Sebenarnya, jika aparat penegak hukum mau menyelidiki tentang simpang siur informasi yang terkembang di khalayak ramai seputar anggaran ini, akan ditemukan fakta sebenarnya yang terjadi. Apakah merupakan permainan isu semata atau kejadian ini memang benar adanya? Nah, kebenaran ini yang mesti diungkap oleh aparat penegak hukum, agar masyarakat tidak ikut-ikutan menyebarkan sesuatu yang tidak dimengerti tentang kejadian sebenarnya.
Suka tidak suka, diakui atau pun tidak, realisasi APBD kota Pekanbaru tahun 2022 di tangan Penjabat Walikota Muflihun saat itu, mencapai angka yang signifikan. Dari informasi yang beredar, total realisasi anggaran mencapai 87% dari total APBD yang ditetapkan.Â
Dari target pendapatan sebesar Rp 2,49 triliun, terealisasi Rp 2,32 triliun atau sekitar 99,50%. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 840 miliar, dapat  direalisasikan sebesar Rp 799 miliar atau 95,11%. Ini menunjukkan efektivitas dalam pengumpulan pendapatan asli. Sementara itu, Pendapatan Transfer, tercatat melampaui target dengan realisasi sebesar 101,7% dari target Rp 1,65 triliun.Â
Dari total anggaran belanja sebesar Rp 2,52 triliun, realisasi mencapai Rp 2,49 triliun atau 98,91%. Ini menunjukkan penggunaan anggaran yang cukup efisien di berbagai sektor. Hal inilah yang mendasari Pemkot (Pemerintah Kota) Pekanbaru menerima dua penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam APBD 2023 di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta, Kamis (16/3/2023).Â
Saat itu, penghargaan pertama diterima  Penjabat (Pj) Wali Kota Muflihun dalam kategori peringkat satu Kota Realisasi Belanja APBD Tertinggi. Kemudian penghargaan kedua diterima oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Alek Kurniawan dalam kategori peringkat tiga Peningkatan PAD tertinggi.
Sementara itu, APBD Pekanbaru tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp 2,699 triliun, mengalami sedikit kenaikan dari tahun sebelumnya. Pendapatan asli daerah (PAD) mencapai angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir, yaitu Rp 2,75 triliun, berkat intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan, termasuk kontribusi dari BUMD dan optimalisasi piutang seperti air tanah dan pajak lainnya. Realisasi belanja daerah tercatat sekitar 98,91% dari total anggaran yang ditargetkan.Â