Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat luas, dalam Kompas.com, Indonesia terbentang dari sabang sampai marauke dengan luas daratan dan lautan sebesar 5.193. 250 Â (Putri, 2020). Secara astronomis dan geografis, Indonesia berada pada 6 LU (Lintang Utara) - 11 LS (Lintang Selatan) dan 95 BT (Bujur Timur) - 141 BT (Bujur Timur) dan juga terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia serta dua samudera yaitu samudera Hindia dan Pasifik. Dengan keadaan negara kita yang sangat luas ini, dapat kita sadari bahwa Indonesia tentunya memiliki berbagai kekayaan di dalamnya.
Jika melihat keadaan Indonesia yang seperti itu, maka sebagai masyarakat Indonesia, kita dihadapkan dengan berbagai perbedaan dan kemajemukan yang ada. Hal ini dapat diketahui dari bagaimana bentuk negara kita ini, yaitu negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, agama serta budaya yang berbeda-beda. Hal ini tentunya memiliki sisi positif dan negatif bagi kehidupan bermasyarakat.
Dari sisi positifnya, Indonesia memiliki ciri khas karena kemajemukan yang ada namun tetap menjadi satu kesatuan dalam sebuah negara. Lalu dari sisi negatifnya, terkadang kemajemukan ini dapat menciptakan sebuah masalah seperti konflik antarwarga hanya karena adanya perbedaan perspektif saat berkomunikasi dan berinteraksi.
Komunikasi merupakan bentuk dari interaksi sosial yang dilakukan manusia. Komunikasi akan selalu berlanjut dan tidak pernah berakhir karena komunikasi merupakan sebuah rangkaian tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan tertentu.Â
Terdapat beberapa tujuan dari komunikasi menurut DeVito (2018, h. 10) yaitu untuk belajar, untuk berhubungan, untuk membantu, untuk memengaruhi dan untuk bermain.Â
Dengan demikian komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari semua individu yang terlibat dalam proses sosial yang terjadi. Komunikasi bersifat transaksional yang berarti komunikasi menuntut dua tindakan yaitu memberi pesan atau menerima pesan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara komunikasi dengan interaksi sosial. Interaksi dapat terjadi bila terdapat komunikasi, sehingga tidak akan ada interaksi jika tidak ada komunikasi.
Jika dilihat pada penjelasan tersebut, komunikasi merupakan sebuah hal terpenting dalam kehidupan sosial terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Namun terkadang kesalahpahaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi menjadi salah satu penyebab adanya konflik antarwarga.Â
Selain itu, konflik antarwarga juga dapat terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan perbedaan yang ada sehingga kurang dapat menghargai satu sama lain.Â
Selain itu, banyak masyarakat yang masih kurang mampu untuk menangani sebuah konflik dengan baik. Maka daripada itu diperlukannya sebuah pengetahuan mengenai strategi atau manajemen terhadap konflik yang ada. Terdapat lima manajemen konflik yang dapat dilakukan, seperti yang disampaikan oleh Rahim (2002) dan Ting-Toomey (2005) (dalam, Baldwin dkk, 2014, h. 282), yaitu
- Menarik Diri (Menghindari), Hal ini dilakukan individu untuk menjauhi adanya konflik dengan tidak menyatakan secara langsung masalah yang dimiliki karena rasa takut akan konsekuensi yang diterima setelah itu. Contohnya seperti ketika sedang ada masalah dengan pasangan, kita lebih mencoba menghindar agar konflik yang terjadi tidak berkepanjangan
- Mengakomodasi, Cara ini dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pihak lain dalam menyelesaikan konflik yang dialami. Contohnya saat sedang di kelas kita memiliki konflik dengan teman dan konflik tersebut tidak dapat terselesaikan, maka teman-teman kita memanggil guru atau dosen untuk membantu menyelesaikan konflik yang kita lakukan, dengan memberikan masukan atau pendapat sehingga konflik dapat segera terselesaikan.
- Mendominasi (Bersaing), Hal ini dilakukan dengan menunjukkan adanya pihak yang menang dan yang kalah. Tindakan mendominasi ini ditandai dengan adanya sikap agresif dan ketegasan yang berlebihan. Contoh dari gaya mendominasi atau bersaing ini adalah dalam hubungan kakak adek, sering terjadi persaingan antara kakak dan adek untuk mendapatkan hati orang tuanya. Persaingan ini dapat berupa siapa yang bisa mendapatkan nilai yang lebih tinggi akan diberikan hadiah oleh orang tuanya.
- Berintegrasi (Kolaborasi), Hal ini dilakukan dengan mengedepankan kondisi win-win, yang dimana semua pihak diuntungkan melalui kerja sama yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Gaya kolaboratif ini mengajak kedua pihak untuk terlibat dalam dialog yang bertujuan untuk mendapatkan solusi terhadap konflik yang terjadi. Misalnya terdapat konflik antara orang tua dan anak, karena anaknya tidak mau berkuliah karena orang tuanya memaksanya untuk mengambil jurusan yang diinginkan orang tuanya. Maka orang tua dan anaknya harus melakukan sebuah pembicaraan untuk menyelesaikan masalah ini, orang tua mendengar keinginan anaknya dan anak pun harus menghargai pendapat orang tuanya, sehingga pada akhir dari perbincangan tersebut ditemukan sebuah solusi dalam konflik yang terjadi.
- Kompromi, Gaya ini dilakukan untuk menghindari konflik jangka panjang dengan mencari solusi secara kolaboratif melalui negosiasi antar pihak. Contohnya jika kita sudah menabrak mobil seseorang, kita melakukan kompromi dengan pemilik mobil dengan membayar kerugian yang ada sehingga kita tidak dilaporkan ke pihak kepolisian.Â
Jika kita dapat memanajemen konflik yang ada dengan baik, maka konflik yang terjadi dapat segera terselesaikan. Untuk dapat lebih memahami manajemen konflik ini, terdapat sebuah contoh konflik antarwarga yang pernah terjadi antara warga Jalan Rajawali 1 dengan warga Jalan Belibis, di kota Medan, Jalan Rajawali 1 dan Belibis, Perumnas Mandala. Dilansir dari portal berita Medan.kompas.com dengan judul berita "Ricuh Warga Mandala Medan karena Konflik Sosial, Bukan Agama".Â
Konflik ini terjadi karena terdapat sebuah warung tuak milik salah satu warga Jalan Rajawali 1 yang dianggap mengganggu dan meresahkan warga Jalan Belibis, warung tuak itu dituding sering menghasilkan keributan hingga malam hari. Sehingga akhirnya warga Jalan Belibis melakukan sebuah tindakan agar dapat menutup toko tuak itu.
Dari konflik ini dapat kita ketahui bahwa warga Jalan Rajawali 1 dan warga Jalan Belibis tidak dapat menyelesaikan konflik yang mereka miliki dengan benar. Hal ini dapat terlihat dari tindakan yang kedua pihak yang akhirnya melakukan tindakan kekerasan yaitu saling melemparkan batu.
Awal dari konflik ini terjadi karena warga Jalan Belibis yang merasa terganggu dengan adanya warung tuak yang dimiliki oleh salah satu warga Jalan Rajawali 1. Maka untuk menangani masalah ini, warga Jalan Belibis melakukan mediasi atau gaya manajemen konflik akomodasi dengan pemilik warung tuak tersebut dan memanggil pihak-pihak tertentu untuk menjadi mediator perbincangan mereka ini. Mediasi ini dilakukan agar pemilik tuak segera membongkar sendiri warungnya.Â
Namun, walaupun mediasi ini telah dilakukan, pemilik warung tuak itu tidak mengindahkan hasil mediasi tersebut dan tetap menciptakan keributan pada malam hari. Setelah itu, karena warga Jalan Belibis merasa dirugikan, maka mereka meminta pihak penegak hukum untuk turun mengatasi masalah ini dan menutup warung tersebut.Â
Tapi karena tidak terima diperlakukan seperti itu pemilik warung tuak tersebut akhirnya marah dan timbullah konflik baru, para warga Jalan Rajawali yang juga turut emosi dengan sikap warga Belibis yang melaporkan agar warung tuak itu ditutup kemudian terjadilah keributan hingga kedua pihak saling melakukan lempar batu.
Dari kasus ini, kedua bela pihak seharusnya dapat menyelesaikan masalah mereka dengan cara-cara yang tepat sehingga tidak menciptakan adanya pertikaian seperti ini. Sejak awal konflik ini terjadi, warga Jalan Belibis sudah melakukan mediasi dengan meminta bantuan pihak ketiga yaitu pihak penegak hukum agar dapat memberikan solusi yang tepat atas masalah yang dialami.Â
Namun karena pemilik warung tuak tidak terlalu memedulikan hasil mediasi ini akhirnya timbullah konflik yang lebih besar. Konflik ini seharusnya dapat dibicarakan secara kekeluargaan atau manajemen konflik kolaborasi sehingga kedua bela pihak saling diuntungkan dengan solusi yang didapatkan bersama.
Dari konflik tersebut, kita dapat mengetahui bahwa konflik dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, sebuah konflik juga dapat terjadi karena ada api yang memantiknya, seperti kata pepatah, "Dimana ada asap di situ ada api". Maka kita juga perlu menjauhi tindakan yang kiranya dapat menyakiti perasaan orang lain serta melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga konflik dapat terhindarkan. Namun jika sebuah konflik sudah terjadi maka kita dapat melakukan manajemen konflik sehingga masalah dapat diselesaikan dengan tepat.Â
Daftar Pustaka
Baldwin J. R., Coleman R. R. M., Gonzlez A., Packer S. S. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. Chichester, West Sussex: Wiley Blackwell.Â
DeVito, J. A. (2018). Human communication: The basic course (14th ed.). United States of America: Pearson.
Putri, A. (2020, Mei 22). Letak dan Luas Indonesia. Kompas.com. Â
Leandha, M., & Purba, D. O. (2020, Januari 25). Ricuh Warga Mandala Medan karena Konflik Sosial, Bukan Agama. Medan.kompas.com. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H