Mohon tunggu...
Rina Anita Indiana
Rina Anita Indiana Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Pajak

Suka membaca, cinta menulis, rindu perdamaian.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Natura dalam Makanan Kita

15 Juli 2023   17:25 Diperbarui: 17 Juli 2023   09:47 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepagi ini Lukman Hakim sudah dua kali mengisi gelasnya dengan air panas dari dispenser kantor. Sambil menyesap teh lemonnya, ia tidak henti henti mencoret-coret kertas untuk membentuk gambar konkret mengenai apa yang ia pikirkan. Sesekali dia membuka buku besar pada laporan keuangan perusahaan, untuk mengecek jenis-jenis biaya yang enam bulan ini dikeluarkan perusahaan.

***

Lukman adalah Tax Manager pada pabrik kimia industri PT Indo Chemical  Globalraya. Sejak 04 Juli 2023 pukul 23.00,  sudah dia baca Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66 2013 mengenai natura. Yang memang selama enam bulan ini ditunggu tunggu. Meeting kecil dengan staf pajak sudah dia lakukan beberapa hari ini. Termasuk mengerahkan timnya untuk mengikuti semua webinar yang ada, juga meminta pemjelasan pada penyuluh pajak.

Bosnya minta besok diadakan meeting bersama antara departemen, Tax, Finance, Accounting, HRD, dan serikat pekerja, membahas mengenai pajak natura ini. Lukman harus memaparkan implementasi PMK natura ini terhadap perusahaan. Hal inilah yang sedang direnungkannya. Peraturan baru kadang memang sudah harus dihadapi walau masih abstrak wujudnya.

Lukman mulai dari menghitung naturanya sendiri.  

Dia mempunyai satu orang istri (sudah cukup) dan dua orang anak. Di rumah tinggal juga ayah dan ibu istrinya. Lukman dan seluruh karyawan mendapat beras sebanyak 10 kilogram per anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga.

PT ICG memberikan makan siang di kantin perusahaan pada jam istirahat. Makan bersama ini untuk seluruh karyawan. Di dapur kantor disedikan kopi, teh, gula, mie instan dan snack cemilan untuk karyawan kantor. Karyawan pabrik tidak bisa masuk ke pantry kantor.

Kemarin saat bulan Ramadhan makan bersama di kantin ditiadakan. Diganti menjadi transfer uang bersama gaji ke semua karyawan.

Terdapat 38 karyawan pabrik yang mengoperasikan mesin. Karena terpapar bahan kimia, karyawan pabrik mendapatkan dua susu kotak setiap harinya.

Sebagai Tax Manager, Lukman kadang harus berdinas luar. Lukman mendapatkan akomodasi berupa tiket perjalanan , hotel bintang tiga dengan breakfast, makan selain breakfast dapat direimburse.

Saat pembuatan SPT Tahunan Lukman dan tim mendapatkan lembur dan makan malam.  

Pada hari raya Idul Fitri Lukman mendapat bingkisan berupa dua kilogram gula, satu sirup, lima kaleng biskuit beraneka rasa.

Divisi Sales berkeliling ke seluruh Indonesia. Sales mendapatkan tiket perjalanan, fasilitas hotel bintang tiga, Selama ini tidak ada batasan budget makan untuk divisi sales. Asal ada bonnya saja. Saat sedang tidak dinas luar, divisi sales makan di kantin perusahaan.

Pada bulan Mei direktur utama berulang tahun. Perusahaan membuat acara makan siang semua karyawan sebanyak dua kali yaitu di hari Senin di kantor dengan menu Chinese Food lalu di hari Sabtu di restoran terbesar di kota itu.

Lukman membedah kasus ini dan menerapkannya mana obyek pemotongan pajak natura sesuai PMK 66 2023. Lalu inilah kesimpulan menurut pendapatnya. Pendapat mas Anang dia tidak tahu. Apalagi Ahmad Dani.

Menurut PMK 66, makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai bukanlah obyek Pajak Natura.

Beras yang diterima Lukman jelas bukan obyek. Walaupun beras itu dihitung dari semua penghuni rumahnya. Perusahaan jelas memberikan kepada Lukman. 

Heran juga dia, PP mensyaratkan bahan makanan ada batasan tertentu. Tapi di PMK malah tidak membatasi.

Makan di tempat kerja untuk semua karyawan juga masuk di obyek yang tidak kena pajak. Asal untuk seluruh pegawai dan diberikan di perusahaan. Kalau makanan hanya untuk kasta tertentu maka menjadi obyek. Dan kalau dine-in di restoran maka menjadi obyek.

Mengenai adanya karyawan yang tidak ikut makan makanan yang sudah disediakan di kantin perusahaan, ya.. itu masalah pribadi mereka. Menurut perusahaan ini sudah makan bersama. Kecuali ada 75 % yang tidak mau makan berarti ini masalah besar. Dan solusinya adalah ganti catering. Haha...

Nah, yang jadi masalah adalah makan minum yang di pantry dan hanya bisa diakses karyawan kantor. Lukman memutuskan biaya makan dengan cost center kantor ini akan dibebankan merata ke seluruh karyawan kantor. Terlepas ada yang tidak suka manis dan sama sekali tidak pernah minum teh atau kopi di pantry. Karena meminta karyawan untuk absen setiap kali memasak mie instan atau menyeduh kopi lebih tidak mungkin lagi.

Makan di kantin yang diganti uang di saat bulan Ramadhan tentulah itu adalah benefit in cash (BIC) yang menjadi obyek PPh 21.

Susu untuk karyawan produksi adalah upaya untuk menjaga kesehatan karyawan yang terpapar bahan kimia. UU Tenaga Kerja mensyaratkan bahwa Perusahaan harus menjaga kesehatan karyawan. Namun, tidak ada kata wajib memberikan susu, kan? Bahkan, bila ada kewajiban di UU Ketenagakerjaan pun masih dispute, karena PMK 66 bertitah begini :

Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. pakaian seragam;
  2. peralatan untuk keselamatan kerja;
  3. sarana antar jemput Pegawai;
  4. penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya; dan/atau
  5. natura dan/atau kenikmatan yang diterima dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.

Tidak ada makanan ditulis di situ. 

Bila dimasukkan makanan dan bahan makanan untuk seluruh pekerja jelas bukan, karena ini hanya untuk karyawan produksi. Kondisinya cukup abu abu, dan Lukman memilih memasukkannya sebagai obyek pajak natura.

Biaya dalam rangka perjalanan dinas misalnya pesawat atau hotel masuk ke dalam biaya perjalanan dalam rangka 3M sehingga tidak masuk ke pasal  natura. 

Mengenai reimbursement makannya, Lukman membaca dulu di PMK. Bunyinya demikian :

Termasuk dalam pengertian kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penggantian oleh pemberi kerja atas pengeluaran untuk pembelian atau perolehan makanan dan/atau minuman di luar tempat kerja yang ditanggung terlebih dahulu oleh Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Lukman memberanikan diri memasukkan dia dan staf pajak yang dinas luar dalam frasa 'dinas luar lainnya'.

Makan malam yang didapat saat lembur adalah makanan tidak untuk semua pegawai, Memang terdapat peraturan di UU Ketenagakerjaan bahwa karyawan lembur wajib diberikan makan minimal 1.400 kalori. Namun demikian lagi-lagi ini tidak tertera di PMK 66 karena yang diijinkan hanya meliputi pakaian seragam, peralatan kerja, antar jemput dan natura terkait endemi, pandemi, dan bencana nasional. Atas dasar tersebut, makan malam saat lembur adalah obyek.

Bingkisan yang diterima seluruh karyawan yang beragama Islam di saat hari besar Idul Fitri bukanlah obyek pajak, berapapun besarnya bingkisan tersebut.

Kepada divisi salesnya, reimbursement uang makan bukanlah obyek kalau total per bulan masih tidak lebih dari Rp. 2.000.000. Yang ini juga mengejutkan. Di PP tidak mengatur batasan mengenai kupon makan. Namun PMK justru membatasi menjadi senilai uang makan di perusahaan atau maksimal Rp. 2.000.000.

Lukman mungkin harus menghadapi pertanyaan divisi sales bila ada perjalanan dinas ke lokasi yang biaya makannya mahal. Kemudian Lukman juga harus menginformasikan kepada Finance untuk tidak memberikan kupon makan dalam bentuk dompet digital karena itu disamakan dengan uang. Kalau dianggap uang pastinya akan menjadi obyek pajak.

Biaya makan di hari ulang tahun direktur bukanlah termasuk 3M (mendapatkan, menagih, memelihara) penghasilan. Atas biaya tersebut perusahaan tidak perlu memotong PPh 21 nya. Ini mungkin perlu ia renungkan lagi. Apakah perusahaan walaupun mengkoreksi fiskal, tetap harus memotong harus PPh 21.

Dari ilustrasi ini Lukman langsung merasa Juli 2023 ini ada PR yang sangat berat karena dia dan departemen terkait harus memetakan mana obyek dan bukan obyek. Nantinya sejak Januari hingga Juni 2023 karyawan membayar sendiri Pajak Penghasilannya, yang bukan obyek tetap harus juga ditulis di SPT OP. Pelaporan di SPT OP Karyawan ini dia pastikan equal dengan Daftar Nominatif yang dia laporkan di SPT Tahunan Perusahaan. Entah seperti apa daftar nominatif ini nantinya.

Mengenai 3M. Sejauh ini kesimpulannya adalah harus simetriks.

Kutipan naskah akademik UU HPP berbunyi demikian, "Imbalan yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, perlu diperlakukan sama dengan imbalan yang diterima dalam bentuk uang, dalam jumlah yang sama."

Bila pekerja mendapatkan gaji, lalu digunakan untuk makan siang, membeli beras, membeli kue lebaran, makan saat dinas luar, maka gaji ini taxable deductible. Dan bila perusahaan memberikan beras, kue lebaran, makan saat dinas luar maka ini juga bisa dibiayakan di perusahaan. Simetris. Dua-duanya 3M.

Saat terdapat obyek yang tidak dipotong natura, maka biayanya tetap dapat menjadi biaya bagi perusahaan. Yang tidak dapat dibiayakan adalah bila tidak 3M. Tidak ada pengaturan bahwa bila bukan obyek maka pindah kuadran menjadi bukan 3M.

Besok dia harus memaparkannya ke banyak sekali departemen. Harus ada penjelasan yang sederhana ke serikat pekerja juga, karena karyawan akan menanggung pajak yang lebih tinggi. Ini pasti tidak mudah. Juga harus ada penjelasan ke bos bahwa PPh Badan akan lebih hemat dari biasanya, tapi PPh 21 bos mungkin akan dipotong lebih besar. Juga kalau bisa, meyakinkan bos bahwa perusahaan bisa menunjang PPh 21 karyawannya. 

***

Telepon selulernya berbunyi. Bos meminta Lukman menghadap. Sebelum pemaparan besok, Bos ingin mendapat penjelasan komprehensif dulu sekarang.

 "Kopi, Man?" kata bosnya sambil mengangkat segelas kopi yang masih mengepul.

Lukman menengok ke arah mesin kopi di ruang kerja bosnya. Mesin kopi terbaik yang dibeli bos yang memang gila kopi, dan menularkan kecintaan itu ke semua managernya. Hanya manager dan BOD yang meeting di ruangan ini.

Bau kopi Gayo menguar di seluruh ruangan.

"Pajak natura buat kopinya dibayar saya atau kantor, Pak?" kata Lukman sambil tertawa.

Bosnya mengernyit, "Maksudnya?".

"Nanti saya paparkan, Pak." Lukman garuk garuk kepala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun