Menyusuri sebuah kawasan TPA di kampung sebelah, mataku tertuju pada tumpukan sampah yang memenuhi bak truk sampah. Ratusan kantung plastik berukuran besar berisi sampah kering dan basah, tak pelak menimbulkan bau tak sedap. Membuat semua orang yang berada di sekitarnya menutup hidung dan buru-buru pergi setelah melempar sampahnya ke sana.
Sampah yang dibuang ke TPA bisa berupa sampah organik dan sampah anorganik. Sampah anorganik paling banyak adalah plastik, sisanya berupa kertas, kaleng, kaca dan sebagainya, sedangkan sebagian besar sampah organik adalah sampah dari sisa-sisa dapur dan dari pasar. Kedua sampah organik dan anorganik itu campur aduk jadi satu dan menimbulkan bau yang amat mengganggu.Â
Perilaku membuang sampah ke TPA membuat sebagian besar dari kita merasa lebih nyaman karena berhasil memindahkan "masalah" yang ada di rumah ke TPA. Kita jadi tidak mau berpikir dan bergerak untuk mengolah sampah-sampah yang ada di rumah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sebagian kita nggak mau repot-repot menangani sampah-sampah kita sendiri. Kita berpikir masalah sampah akan selesai dengan langsung membuangnya ke TPA.
Sebenarnya, ada masalah besar yang menimpa bumi kita jika perilaku membuang sampah ke TPA ini terus dilakukan.Â
1. Pencemaran Udara
Tumpukan sampah organik yang terurai secara anaerob (tanpa oksigen) akan memunculkan gas metana (CH4) penyebab pemanasan global.Â
2. Pencemaran Tanah
Sampah plastik yang jumlahnya tak sedikit tentu saja membuat beban tanah semakin berat. Kita semua sudah paham betul bahwa plastik merupakan bahan yang tidak bisa diuraikan meski ratusan tahun lamanya berada di dalam tanah. Keberadaan plastik di dalam tanah ini juga mengganggu biota dan mengurangi porositas dan drainase tanah.
3. Pencemaran Air
Saat musim hujan datang sampah-sampah di TPA akan ikut terbawa arus banjir menuju ke sungai hingga ke laut. Belum lagi jika lokasi TPA berada dekat dengan laut, sampah-sampah tersebut akan dengan mudah masuk ke perairan dan menimbulkan polusi yang parah. Jika keadaan ini dibiarkan, kehidupan hewan-hewan air pun terancam. Seperti yang pernah viral diberitakan seekor paus mati karena menelan banyak plastik, juga seekor penyu yang hidungnya tersumbat oleh sedotan plastik hingga susah bernapas.Â
Itulah di antara kerugian-kerugian yang dialami jika kita tidak mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Masihkah kita akan terus menambah jumlah sampah yang kita buang ke TPA? Lalu bagaimana solusi untuk mengatasi semua ini?Â
Ada beragam cara agar kita bisa mengurangi, terlebih lagi bisa menghindari kebiasaan membuang sampah  ke TPA yaitu dengan 3R yaituÂ
Reduce atau mengurangi penggunaan barang-barang yang berpotensi sampah misalnya plastik dalam setiap kegiatan.Â
![eco-friendly-ecology-concept-recycle-450w-686955586-5d71225d097f3666474419d2.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/05/eco-friendly-ecology-concept-recycle-450w-686955586-5d71225d097f3666474419d2.jpg?t=o&v=770)
Recycle,mendaur ulang sampah-sampah menjadi barang lain yang berguna, ini bisa dilakukan dengan mengumpulkannya kepada para pengepul plastik atau barang bekas untuk selanjutnya di bawa ke pabrik dan di daur ulang.
Selain reuse, reduce dan recycle, adalah mengolah sampah organik. Sampah atau sisa organik dari dapur seperti kulit buah, sayur dan sisa-sisa makanan menjadi kompos yang sangat berguna untuk mengembalikan kesuburan dan memperbaiki tekstur tanah.Â
Kegiatan mengompos sisa organik bisa dilakukan dengan berbagai cara atau teknik, misalnya melalui biopori, takakura, gerabah atau kompos cair. Masing masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Semua bisa disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan alat. Tentang macam-macam teknik mengompos ini akan dijelaskan lebih lanjut di artikel berikutnya.Â
Semoga bermanfaat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI