Artinya spesies orangutan yang memiliki tingkat reproduksi rendah dengan demikian potensi pemulihan rendah berarti kemungkinan kepunahan tinggi. Karena itu, status orangutan Sangat Terancam Punah dalam daftar merah atau red list The International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Diskusi Terbuka dan Konstruktif
Sebelumnya saya berpikir jika memang KLHK tidak sependapat dengan hasil penelitian Erik dkk, mengapa tidak dilakukan diskusi atau debat terbuka saja? Misalnya metodologi yang dipakai berbeda sehingga hasilnya pun berbeda. Sebab, dalam sebuah metodologi penelitian ada margin error, ada tingkat kesalahan seperti survey yang dihitung berdasarkan sampling atau pemodelan.
Ternyata, pemikiran tersebut sudah tersebut dalam penutup opininya, Erik dkk menyatakan menyambut baik debat konstruktif seputar data yang terbuka dan transparan.Â
Mereka siap menyambut pertemuan dengan kementerian untuk mengklarifikasi perbedaan dan menemukan pemahaman bersama tentang trend populasi. Mereka pun siap berkolaborasi yang bermanfaat seperti membagikan data untuk keputusan kebijakan yang lebih maju.
Senin, 26 september 2022, KLHK merespon artikel Erik Meijaard di "The Jakarta Post" dengan judul "Forestry Ministry Responds". Menurut KLHK, analisis penelitian Erik dkk dianggap didasarkan pada hasil permodelan dan interpolasi data informasi yang sudah ketinggalan zaman.
Ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemodelan konservasi orangutan ke depan, seperti kelahiran di setiap kantong habitat, pelepasliaran orangutan kealam liar, perluasan habitat sebagai dampak positif penghentian konsesi baru di hutan primer dan lahan gambut melalui Inpres Nomor 5/2019 dan kebijakan lain yang mendukung perlindungan orangutan dan pertumbuhan populasinya.
Senada dengan tanggapan KLHK, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa salah satu riset Meijaard yang disebarkan di media massa menggunakan metodologi pemodelan dengan prediksi asumsi dan polarisasi secara general. Selain itu, mereka tidak melibatkan peneliti lokal dan tidak melakukan ground check langsung di Indonesia dan triangulasi data dengan kondisi riil orangutan di lapangan.
Menurutnya kekurangan metode tersebut adalah tidak memasukkan variable yang kontinyu seperti intervensi kebijakan, program konservasi, pemulihan habitat, mitigasi konflik, pemberdayaan masyarakat sekitar, dan lainnya yang mungkin berkontribusi signifikan pada model yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitiannya, melalui berbagai koreksi kebijakan populasi orangutan di Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dari 1.441 individu orangutan di 2014 menjadi 2.431 individu orangutan tahun 2022.
Tidak Elegan