Ketiga berikan dukungan kepada orang tua. Sehingga orang tua tidak merasa sendiri ketika mendapatkan kendala pada saat mendampingi anak ketika belajar dari rumah. Dukungan yang diberikan kepada orang tua membuat jalinan emosional antara guru, orang tua, dan anak menjadi lebih erat.
Ke-empat sediakan waktu untuk berbicara dari hati ke-hati antara guru, anak, dan orang tua. Sehingga guru maupun orang tua dapat mengetahui apa yang diinginkan anak dalam pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang diberikan kepada anak menjadi lebih menyenangkan dan tidak menjadi beban bagi anak.
Yang terakhir berikan kebebasan kepada anak untuk menentukan kegiatan yang disenanginya, sehingga dari sini dapat ditentukan jenis dan bentuk pembelajaran yang dilakukan.
Jikalah hal ini dapat dilakukan secara maksimal, kita berharap tidak ada kejadian dan berita lagi tentang anak yang dianiaya orang tua pada saat didamping dalam pembelajaran.Â
Bukankah pendampingan pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua bermaksud membuat anak lebih cemerlang dalam pembelajarannya. Bukan bermaksud menyakiti apalagi menganiaya.
Pada akhirnya student wellbeing  diharapkan muncul pada setiap tahapan pembelajaran. Dimana positivity mood (suasana hati) dan perilaku yang positif, hubungan positif dengan teman sebaya dan guru), resiliensi, diri dan sikap yang optimis, dan pengalaman yang menyenangkan ketika belajar dapat muncul pada saat pembelajaran berlangsung maupun sesudahnya. Apapun moda pembelajaran yang digunakan, siapapun gurunya dan yang mendampinginya, dimanapun tempat belajarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H