Tahun ajaran baru segera menjelang. Biasanya hal ini akan ditandai oleh beberapa hal. Â Orang tua dan calon siswa yang sibuk mengikuti proses Penerimaan Siswa Baru (PPDB). Melengkapi perlengkapan sekolah yang kurang. Membeli seragam baru, tas baru, serta sepatu baru.
Namun untuk tahun ini yang masih mempunyai putera atau putri usia sekolah bisa sedikit bernafas lega. Karena tidak akan terlalu terdesak membelikan semua kelengkapan di atas.Â
Pada tahun ajaran baru kali ini siswa tidak akan masuk sekolah pada awal tahun ajaran baru. Setidaknya diperkirakan sampai Desember sebagian besar siswa akan tetap mengikuti pembelajaran dari rumah.
Kok Bisa? Sebagaimana yang disampaikan oleh plt Dirjend Paud Dikdasmen Kemdikbud Hamid Muhammad dalam situs resmi Kemdikbud, Â tahun ajaran baru 2020 akan dimulai pada tanggal 13 Juli 2020. Namun bukan berarti pada tanggal tersebut adalah awal siswa masuk sekolah.Â
Dengan kata lain pembelajaran tatap muka di kelas pada tanggal 13 Juli 2020 tersebut belum dimulai. Hamid mengatakan metode belajar tergantung kepada kondisi daerah masing-masing.
Di sisi lain dimulainya tahun ajaran baru pada 13 Juli 2020 yang ditandai dengan sudah dilakukannya PPDB di satuan pendidkan, membuktikan tidak ada pemunduran tahun ajaran baru tahun ini sampai Januari 2020.
Banyak hal yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam hal ini.  Jika dilakukan pemunduran maka akan ada konseksewensi . Pemerintah harus melakukan sinkronisasi . Para siswa yang sudah dinyatakan lulus dari sekolah masing-masing tentu tidak akan mempunyai sekolah. Belum lagi mahasiswa baru yang sudah dinyatakan lulus seleksi  dari berbagai perguruan tinggi. Bagaimana status mereka.
Kita yakin keputusan pemerintah untuk tetap menetapkan tahun ajaran baru pada bulan Juli 2020 sudah berdasarkan kajian mendalam. Namun besarnya penyerapan pengetahuan yang diperoleh siswa agaknya tetap harus mendapat pertimbangan khusus.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, siswa di seluruh satuan pendidikan (sekolah) di Indonesia sudah mengikuti pembelajaran dari rumah semenjak bulan Maret 2020. Jika ini terus dilanjutkan, artinya hampir dua semester siswa kita menjalani pembelajaran dari rumah.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti usaha-usaha yang telah dilakukan oleh rekan-rekan guru dalam melaksanakan pembelajaran selama pandemi ini. Baik itu pembelajaran Dalam jaringan (Daring) yang lazim kita sebut dengan pembelajaran online.Â
Kita paham Bapak dan Ibu guru telah melakukan usaha maksimal, termasuk berkorban biaya pulsa yang tidak sedikit agar dapat melakukan pembelajaran dengan berbagai media online.
Penghargaan yang sama terhadap  para guru yang telah melakukan pembelajaran di Luar Jaringan (Luring). Apakah itu melalui penugasan kepada siswa. Atau menggunakan pembelajaran berbasis proyek. Bahkan ada yang melakukan kunjungan belajar.
Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dilakukan secara maksimal diseluruh sekolah. Bahkan di sekolah yang sama, perlakuan dan intensitas pembelajaran dari rumah yang dilakukan oleh  setiap guru belum tentu sama. Beberapa guru aktif melakukan audiensi dengan siswanya untuk melakukan pembelajaran. Sebagian lagi hanya sekali-sekali.
Pada sisi lain tidak semua guru siap dengan pembelajaran Daring. Kendala ketersediaan alat, Â kesiapan materi, kepiawaian guru dalam menggunakan berbagai gadget dalam pembelajaran Daring menjadi permasalahan sehingga belajar dari rumah tidak maksimal.
Belum lagi jika kita akan membandingkan antara sekolah yang terdapat di perkotaan dan pedesaan.. Sudah menjadi rahasia bersama bahwa tidak semua daerah terjangkau signal internet dengan baik. Untuk daerah seperti ini alternatifnya adalah melaksanakan pembelajaran secara luring.
Namun hal tersebut tidak semudah membicarakannya. Adanya guru  yang tidak berdomisili di sekitar sekolah, tempat tinggal siswa yang berpencar,  menjadi pemicu sulitnya dilakukan kunjungan belajar kerumah-rumah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian guru di beberapa tempat. Sehingga jika kita lakukan tes hasil belajar yang terstandar, akan terdapat disparitas yang cukup tinggi antara satu daerah dengan daerah lain.
Hal inilah yang seharusnya juga menjadi pemerintah sebelum memutuskan tetap menetapkan tahun ajaran pada Bulan Juli sebagaimana biasa.  Kita memahami dalam kondisi pandemi saat ini semunya serba darurat. Prinsipnya yang terpenting berbuat dahulu. Walau kecil tetapi  ada sesuatu yang diperbuat.Â
Namun untuk sebuah proses pembelajaran mestinya tidak perlu dipaksakan. Dengan mempertahankan tahun ajaran tetap dimulai Bulan Juli 2020 berarti kita telah membiarkan siswa tidak belajar maksimal selama 2 semester.Â
Mengapa  harus dipaksakan? Bukankah menunda tahun ajaran sampai Januari 2021 akan lebih baik? Dimana pada saat itu situasi di negara kita diharapkan lebih kondusif sehingga pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan.
Penundaan tahun ajaran baru adalah solusi yang lebih masuk akal. Jika menilik kebelakang, penundaan pelaksanaan tahun ajaran bukanlah hal yang pertama dilakukan di Indonesia.Â
Pada tahun 1979 Kementertian Pendidikan dan Kebudayaan yang waktu itu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga telah melakukan hal yang sama.
Dengan istilah penambahan tahun pelajaran Daud Yoesuf yang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu telah menunda permulaan tahun ajaran baru dari bulan Januari menjadi bulan Juli.Â
Akibatnya jenjang yang sama khusus pada tahun pelajaran tersebut dijalani oleh siswa selama tiga semester. Alasan yang diusung oleh Daud Yoesuf pada saat itu adalah penyelesaran waktu libur panjang siswa dan penyelarasan tahun anggaran. Jadwal libur panjang siswa yang biasanya berlangsung pada bulan Desember setiap tahunnya dianggap tidak efektif. Mengingat bulan Desember adalah musim penghujan di Indonesia.Â
Akibatnya siswa tidak akan bisa memanfaatkan waktu libur dengan maksimal. Dari sisi perencanaan anggaran, tahun pelajaran yang berlangsung sama dengan tahun anggaran membuat perencanaan anggaran untuk setiap sekolah menjadi tidak maksimal. Sehingga dikhawatirkan program sekolah tidak dapat berjalan secara optimal.
Dengan semua kontroversi pada saat itu, Daud Yoesuf tetap bersikukuh melaksanaan penundaan tahun ajaran baru. Sehingga awal tahun ajaran bergeser menjadi bulan Juli sampai saat ini.
Berkaca dari hal tersebut, maka tidak ada salahnya kebijakan yang sama diterapkan pada saat ini. Pertimbangannya tentu maksimalnya daya serap pembelajaran oleh siswa. Kelulusan siswa pada waktu yang seharusnya tentulah menjadi prioritas semua kalangan pendidikan. Namun jika hal tersebut mengabaikan kulitas dari lulusan juga tidak elok.
Tanpa bermaksud mengabaikan hasil belajar dari proses pembelajaran dari rumah selama pandemi covid ini. Pembelajaran jarak jauh terbukti cukup efektif. Sebagaimana yang telah dilakukan Universitas Terbukan (UT) selama bertahun-tahun. Â Tetapi dalam hal itu sasarannya adalah mahasiswa yang sudah relatif dewasa.Â
Disamping itu hal tersebut  dilakukan dalam proses yang terstandar. Menggunakan bahan ajar dalam bentuk modul-modul yang terstandar. Dengan dosen pengampu yang telah dilatihkan untuk menggunakan pola pembelajaran jarak jauh.
Berbeda dengan apa yang terjadi saat ini. Serangan wabah yang tiba-tiba membuat semua pihak tidak cukup siap  dalam melakukan pembelajaran jarak jauh secara maksimal. Belum lagi keterbatasan sumberdaya yang ada. Baik dari sisi sarana dan prasarana, maupun dari sisi sumber daya manusia. Belum mendukung proses pembelajaran jarak jauh secara maksimal.
Apa yang dilakukan oleh pihak penyelenggara pendidikan adalah melaksanakan pembelajaran sebisa yang dapat dilakukan. Berdasarkan ketersediaan dukungan pada sekolah masing-masing. Â Dengan kondisi seperti ini sulit sekali berharap pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal.
Karena itu menunda tahun pelajaran sampai akhir tahun ini dirasa dapat mengkoreksi kekurangan tersebut. Dengan regulasi yang relatif lebih lengkap untuk pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, pada awal bula Juli nanti.Â
Dengan demikian penambahan tahun pelajaran sampai Desember akan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan materi pembelajaran selama periode Maret sampai Mei yang lalu.
Tentu saja konsekwensinya akan ada penambahan biaya akibat adanya penambahan waktu pelaksanaan ini. Akan tetapi mengingat hasil yang akan diperoleh melalui investasi pendidikan ini, rasanya kita tidak perlulah terlalu bersitegang soal pembiayaan.Â
Bukankah selama ini semua anggaran pendidikan yang dikeluarkan muara akhir yang diharapkan adalah peningkatan kualitas lulusan. Kualitas itulah yang akan kita bidik melalui penundaan tahun pelajaran baru ini.
Mengenai kekhawatiran akan  status calon mahaiswa baru yang sudah dinyatakan lulus tentu saja bisa dicarikan solusi. Mereka tetap dapat mendaftar di perguruan tinggi yang bersangkutan. Akan tetapi pelaksanaan perkuliahan ditunda sampai  semester mendatang.Â
Bagaimana dengan siswa yang sudah dinyatakan lulus dari jenjang tertentu dan akan melanjutkan ke jenjang berikutnya? Proses pendaftaran tetap dapat dilakukan. Â Akan tetapi pembelajaran secara resmi baru akan dimulai pada tahun ajaran mendatang.Â
Lalu aktifitas apa yang akan mereka lakukan selama kurun waktu menunggu tersebut? Sekolah dapat melakukan kegiatan Masa Orientasi Siswa dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat peningkatan pendidikan karakter. Tentunya tetap dari rumah.
Apapun itu, edaran resmi tentang jadwal masuk sekolah pada tahun ajaran ini belum dikeluarkan. Apakah akan diputuskan oleh Kementerian Pendidikan Nasional secara menyeluruh, ataukah diserahkan kepada kebijakan Pemerintah Daerah masing-masing. Namun yang jelas tahun ajaran baru tetap dimulai pada Bulan Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H