Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perpustakaan yang Berdebu di Tengah Peringatan Hari Buku

17 Mei 2020   11:18 Diperbarui: 17 Mei 2020   12:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahap berikutnya yang perlu dilakukan agar literasi dapat membudaya adalah dengan pembiasaan. Kebiasaan yang perlu dipupuk terus menerus. Kebiasaan yang perlu di fasilitasi. Tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah tangga masing-masing.

Jika ada pertanyaan pernahkah  kita sebagai orang tua memberikan hadiah buku kepada anak, barangkali tidak banyak yang akan menjawab pernah.  Orang tua lebih cepat memberikan hadiah telfon pintar kepada anak masing-masing. Walaupun harganya berlipat-lipat dibandingkan dengan harga sebuah buku.

Apakah kita pernah mencantumkan membaca dalam daftar kegiatan sehari-hari yang disusun oleh anak-anak kita? Adakah dilakukan diskusi bedah buku dalam keluarga?

Jika semua pertanyaan di atas jawabnya tidak, bagaimana mungkin kita dapat  membiasakan membaca dalam keluarga. Kebiasaan membaca tidak dapat muncul begitu saja. Melainkan melalui proses yang panjang yang dimulai sedari kecil. 

Hal yang tidak kalah penting dalam meningkatkan tingkat membaca adalah dengan  meneladani. Anak-anak meniru orang dewasa. Jika pemandangan setiap hari yang mereka lihat adalah orang dewasa yang sibuk dengan gadget masing-masing, jangan salahkan anak-anak jika melakukan hal yang sama. Andai semenjak kecil mereka melihat orang dewasa disekelilingnya sibuk dengan buku ditangan, mereka pasti akan meraih buku tersebut untuk kemudian memdacanya.

Bagaimana dengan perpustakaan? Hampir semua perpustakaan yang ada di berbagai lembaga sepi pengunjung. Kalaupun ada perpustakaan yang ramai, biasanya itu perpustakaan yang berada di dalam kampus. 

Perpustakaan kampus memang terhitung ramai pengunjung yang terdiri dari mahasiswa. Namun hal ini tidak berlaku untuk perpustakaan lain.

Kita harus jujur mengakui kalau perpustakaan hanya dikunjungi oleh para "kutu buku". Julukan yang tidak begitu enak didengar. Dengan stereotip berkacamata tebal dan berpenampilan serius. Padahal tidak selamanya hal itu benar. Banyak pesohor dunia dan Indonesia suka menyambangi perpustakaan.Tasya Kamila contohnya.

Barangkali perlu menggunakan para pesohor ini untuk mengkampanyekan membaca buku. Agar kebiasaan baik mereka dapat diikuti oleh masyarakat lainnya.

Saya jadi teringat sebuat quote. Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya. Maka pastilah bangsa itu akan musnah - Milan Kundera. Bagaiamana kalau buku-buku tersebut tidak hanya hancur tetapi tidak pernah dibaca? Kehancuran seperti apa yang akan terjadi? Semoga hal tersebut tidak terjadi di Indonesia (Rima. Z)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun