Mohon tunggu...
Rima Widyasari
Rima Widyasari Mohon Tunggu... Lainnya - Program Development and Management

Development professional with 4 years of experience in strategic communications in the public and private sectors, national and international organizations. Bilingual (Ina/En) learning Dutch, Germany, and Korean.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kritik Terhadap Program Pemberdayaan Perempuan: Haruskah Hanya Berpusat Pada Perempuan?

29 Januari 2025   13:45 Diperbarui: 29 Januari 2025   13:56 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program yang melibatkan laki-laki, seperti kampanye "HeForShe" yang diinisiasi oleh UN Women, adalah langkah positif yang dapat ditingkatkan. Kesadaran laki-laki mengenai isu kesetaraan gender dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perempuan untuk memimpin tanpa terjebak dalam struktur patriarkal.

Kesimpulan: Menuju Transformasi Sosial yang Inklusif

Pemberdayaan perempuan harus mempertimbangkan interseksi antara gender, kelas sosial, ras, dan etnisitas. Perempuan dari kelompok minoritas seringkali menghadapi diskriminasi ganda dan membutuhkan dukungan tambahan. Pendekatan yang holistik diperlukan untuk mengatasi berbagai bentuk ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. 

Contoh kasus Linda Thomas-Greenfield dan Ursula von der Leyen menunjukkan bahwa kepemimpinan dan keterlibatan perempuan tidak selalu menjamin kebijakan yang lebih damai dan inklusif. Hal ini menyoroti pentingnya membedakan antara kehadiran perempuan dalam ruang kekuasaan dan transformasi mendasar dalam sistem patriarki.

Selama berabad-abad, konsep maskulinitas yang toksik telah dikaitkan dengan kekerasan, dominasi, dan kompetisi. Nilai-nilai ini telah menjiwai kebijakan luar negeri banyak negara, termasuk dalam konflik-konflik bersenjata. Ketika perempuan menduduki posisi kepemimpinan dalam sistem yang masih didominasi oleh nilai-nilai ini, mereka dapat terjebak dalam dinamika kekuasaan yang sama.

Untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan yang benar-benar transformatif, diperlukan perubahan mendasar dalam sistem global. Hal ini mencakup dekonstruksi nilai-nilai maskulinitas toksik, promosi budaya damai, dan penguatan mekanisme akuntabilitas bagi pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, peran pemberdayaan perempuan dapat menjadi kekuatan yang mendorong terciptanya dunia yang lebih damai, adil, dan berkelanjutan.

Untuk selalu diingat, pemberdayaan perempuan harus diiringi dengan perubahan struktural dan transformasi nilai di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki. Kesadaran gender perlu ditanamkan di seluruh lapisan masyarakat, termasuk laki-laki, agar agenda perempuan tidak lagi disetir oleh kepentingan patriarkal.

Dengan melibatkan semua pihak dalam perjuangan kesetaraan gender, termasuk laki-laki, kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan damai, di mana perempuan dapat memimpin tanpa dikendalikan oleh sistem yang mengekang.

Referensi:

Antara News. (2023). Anggota parlemen Eropa juluki Ursula Von der Leyen "Bu Genosida" dilansir dari: https://www.antaranews.com/berita/3887850/anggota-parlemen-eropa-juluki-ursula-von-der-leyen-bu-genosida.

Azem, I. (2024). US envoy at the UN Linda Thomas-Greenfield defends using veto against Palestine, ceasefire. Dilansir dari: https://www.newarab.com/news/us-envoy-thomas-greenfield-defends-using-veto-against-palestine,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun