Indonesia telah berkembang di segala bidang berkat program dan kebijakan yang telah dilakukan. Termasuk di bidang pendidikan yang telah amat berkembang dan maju dibandingkan zaman penjajahan dimana sebagian besar rakyat Indonesia sangat tertinggal dalam hal pendidikan.Â
Hal ini dikarenakan hanya orang dari keluarga terhormat atau  memiliki kekayaan yang bisa bersekolah. Kondisi saat ini memang telah berubah jauh dari zaman penjajahan, yang mana semua orang memiliki kesempatan yang sama atas pendidikan.Â
Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan sudah mulai tumbuh dan semua orang tua yang bahkan tidak pernah bersekolah, berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya.Â
Maka dari itu, mulai dibangun sekolah-sekolah dari berbagai jenjang untuk menyediakan tempat bagi anak-anak untuk menggali ilmunya. Namun, masih banyak sekolah yang fasilitasnya tidak memadai, bahkan tidak layak.Â
Oleh karena demikian, kini banyak kegiatan dan program bakti sosial untuk memberikan bantuan berupa sarana atau membantu para guru untuk mengajar para murid.
Begitu juga dengan kegiatan "Bakti Sosial & Halma Mengajar" yang merupakan salah satu program kerja organisasi Halma UM (Himpunan Arek Lumajang - Universitas Negeri Malang). Program kerja ini pada intinya memiliki tujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah pelosok di Kabupaten Lumajang. Kegiatan ini merupakan program kerja tahunan Halma, sehingga kegiatan ini dilakukan setiap tahun begitu juga dengan tahun 2020. Namun sayang, kegiatan "Halmeng" harus diundur hingga tahun 2021 oleh karena pandemi Covid-19.Â
Meskipun begitu, di tahun 2021 kegiatan "Halmeng" dapat terselenggara dengan baik. Program kerja "Bakti Sosial & Halma Mengajar" ini dipimpin oleh Muhammad Solihin Efendy sebagai ketua pelaksana, Nur Aeni Mujiati sebagai sekretaris pelaksana, dan Savilla Nadya Saharani sebagai bendahara.Â
Kegiatan ini sebagian besar dibantu oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang angkatan 2020 yang merupakan mahasiswa baru, kemudian didampingi oleh beberapa anggota dari angkatan 2018 dan 2019. Anggota Halma yang terpilih dalam proker ini terbagi dalam lima sie (sie acara, humas, perlengkapan, PDD, dan konsumsi) serta masing-masing diberikan jobdesc yang tentunya ditujukan untuk keberhasilan proker.Â
Berbagai rapat dan persiapan dilakukan oleh masing-masing sie dan dilakukannya rapat besar dengan seluruh sie Halmeng untuk mengkoordinasikan jobdesc yang sudah dilakukan juga yang belum oleh masing-masing sie. Semua persiapan telah dilakukan dengan lancar tanpa ada hambatan dan seluruh panitia telah siap melaksanakan proker.
Kegiatan dilaksanakan pada Sabtu, 13 Maret 2021 di SDI Miftahul Ulum Desa Sumber Kajar, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Karena butuh waktu sekitar 1-2 jam untuk sampai ke sekolah tersebut. Â
Seluruh panitia berangkat dari Lumajang kota pada pukul 05.30 WIB. Selama perjalanan panitia amat bersemangat  juga deg-degan karena program kerja yang sekian lama dipersiapkan sudah ada di depan mata.Â
Ketika sampai di sekolah, terlihat murid-murid berkumpul di dekat pintu dengan sesekali terdengar sorakan kegembiraan sebab melihat para mahasiswa yang datang dengan sepeda motor mereka, atau mungkin karena beberapa panitia terlhat membopong bingkisan-bingkisan hadiah. SDI Miftahul Ulum memiliki enam ruang kelas, sesuai dengan tingkatan kelas pada sekolah dasar, dan satu ruang kepala sekolah.Â
Sekolah ini memiliki halaman yang cukup luas, jika dibandingkan murid yang datang pada waktu itu. Kondisi kelas cukup memadai untuk melaksanakan pembelajaran.Â
Terdapat sekitar 9-12 meja dan 19-24 kursi di setiap kelas. Pintu dan ventilasi pada setiap ruang kelas nampak layak sehingga terdapat udara dapat bersikulasi dengan baik serta kebutuhan sinar matahari tercukupi. Suasana kelas selalu segar dan sejuk karena jauh dari polusi dan keramaian kota. Selain itu, setiap kelas juga dilengkapi dengan papan tulis dan penghapusnya, meja guru sekaligus kursinya, Â lemari dan beberapa poster pembelajaran. Semuanya terlihat layak, namun fasilitasnya memang terbilang tidak modern dan canggih. Papan tulis sudah sangat kotor sampai terkadang sulit untuk melihat tulisan yang ditulis dengan kapur. Selain itu, ruang kelas terbilang cukup kotor dan berdebu karena jarang dibersihkan selama pandemi, dan pada waktu itu, sekolah sudah mulai melakukan pembelajaran tatap muka.
Namun terlepas dari semua itu, ada hal yang cukup lucu terjadi ketika pertama kali masuk ke ruang kelas lima waktu itu. Ada seorang anak perempuan kecil berkerudung yang duduk di lantai depan meja menghadap papan tulis. Ia memegang pensil sambil sesekali membolak-balikkan buku tulisnya. Kedua pipinya basah oleh air mata, nafasnya tersengal-sengal karena menahan isak tangis. Di tempat lain, ada seorang anak perempuan lagi yang menangis. Namun bedanya, dia duduk di atas kursi tidak jauh dari anak yang duduk di lantai. Kedua mahasiswa yang memasuki kelas merasa heran dan bingung, sebenarnya apa yang telah terjadi sebelum mereka sampai? Lalu ditanyalah anak perempuan yang duduk di lantai,
"Dik, kenapa nangis? Ayo duduk kursi, belajar sama kakak," namun yang didapat hanyalah sebuah gelengen.
Mahasiswa satunya lagi berkata kepada empat orang anak lainnya yang sedari tadi hanya menatap dengan diam, "Ini temannya kok bisa nangis kenapa?" kemudian seorang anak perempuan berbadan gemuk yang duduk paling belakang menjawab, "Tukaran, Kak."
Situasi ini cukup membuat bingung kedua mahasiswa tersebut, karena si murid perempuan yang duduk di lantai enggan untuk duduk di kursi. Akhirnya, dipanggillah salah satu guru untuk membujuk si murid perempuan agar mau duduk di kursi, karena sudah sangat terlambat untuk memulai kegiatan pembelajaran.
Pelajaran pagi itu pun akhirnya dimulai dengan perkenalan kedua mahasiswa tersebut. Si murid perempuan yang duduk di lantai sudah mau duduk di kursi. Dia juga sudah berjabat tangan dengan si murid perempuan yang menangis di kursi dan melupakan kejadian yang telah lalu.
"Perpangkatan, Kak,"
"Oh oke kalo gitu, kakak mau tanya sesuatu. 3 pangkat 3 sama dengan berapa? Ada yang bisa menjawab?" tidak ada jawaban. "Ada yang mau maju menuliskan jawaban? Ayo tidak usah malu, bakal kakak ajarin kok kalo gabisa. Ayo, ayo, Adik-adik pintar,"Â
Sekitar tiga puluh detik tidak ada suara, hingga seorang murid perempuan berkerudung kuning yang duduk di depan meja guru mengacungkan telunjuk kanannya, "Saya, Kak,"
"Nah, ayo silahkan maju," Si murid kerudung kuning mengambil kapur dan mulai menulis "3 x 3 x 3=9" "Bagaimana yang lain? Apakah jawaban teman kalian sudah benar?" hening tidak ada jawaban, "Ayo coba dihitung satu-satu. Tiga dikali tiga sama dengan?" "Sembilan, Kak," "Nah, pinter. Kemudian, sembilan dikali tiga?" suasana kelas hening cukup lama.Â
Si murid berkerudung kuning terlihat menghitung dengan jari-jarinya hingga kemudian ia menjawab, "Dua puluh tujuh, Kak," "Benar sekali. Yang lain paham?" seisi kelas mengangguk dengan ragu.Â
Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan games yang diikuti oleh seluruh murid dan diakhiri dengan pemberian hadiah serta berfoto bersama.
Padahal, murid kelas lima SD seharusnya sudah dapat mengerjakan soal operasi pembagian bilangan dengan lancar. Tidak hanya itu, mereka juga kesulitan mengerjakan soal operasi pengurangan bilangan. Ternyata hal ini juga terjadi di jenjang kelas yang lain, bahkan di kelas satu SD masih ada yang belum lancar membaca.Â
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah kesadaran penduduk sekitar akan pendidikan masih rendah. Hal ini terlihat dari banyak murid yang bersekolah. Kemudian, banyak orang tua murid yang tidak memiliki riwayat pendidikan sehingga anak hanya belajar di sekolah dan jika mengalami kesulitan orang tua tidak mampu mengajari mereka.Â
Ini sangat disayangkan, karena apabila sedikit saja terdapat motivasi, dorongan, atau semangat dari dalam diri atau dari orang tua, anak akan belajar lebih giat dan mampu mengejar ketertinggalan.Â
Maka dari itu, marilah kita sebagai generasi penerus bangsa, khususnya para mahasiswa, menaruh perhatian lebih kepada generasi di bawah kita yang membutuhkan bantuan dalam pendidikan.
Saling membantu dan memperbaiki kualitas pendidikan di daerah sekitar kita dengan memberi sedikit bantuan dan semangat kepada adik-adik kita yang dengan segala keterbatasan belajar dengan giat di sekolah. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H