Policy making cycle (siklus penyusunan kebijakan) memberikan penekanan dan pemahaman bahwa pemerintahan adalah sebuah proses, dan bukan hanya terdiri dari institusi-institusi sebagai formalitas. Policy making cycle (siklus penyusunan kebijakan) menunjukkan proses bekerjanya sebuah gagasan dan analisa pada sumber-sumber masalah, pengulangan proses policy making cycle (siklus penyusunan kebijakan), dan sebuah rutinitas yang tidak akan menyelesaikan masalah hanya dengan sebuah kebijakan, namun berlanjut kepada implementasi dan evaluasi dengan menggabungkan dan menelaah kembali permasalahan yang ada di publik Althaus, et.al (2018). Berikut ini adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan oleh Pemda NTT dalam penyusunan dan penerapan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi:
1. Identifikasi masalah
Lalu apakah kedisiplinan anak merupakan masalah publik sehingga pemda NTT harus mengeluarkan kebijakan publik sebagai instrumen untuk menyelesaikan permasalahan ini? Pemda NTT harus bisa memilah masalah mana dulu yang urgent untuk diselesaikan, apakah tingkat kesejahteraan masyarakat, mutu dan kualitas pendidikan, pelayanan publik, fasilitas publik, atau yang lainnya. Kalaupun pendidikan menjadi masalah yang urgent untuk diselesaikan, harus dianalisa lagi apa yang urgent untuk diperbaiki. Althaus, et.al (2018) menyatakan ketika sebuah isu teridentifikasi, ia menjadi bagian dari siklus kebijakan, tunduk pada analisis, pengembangan instrumen kebijakan, dan seterusnya. Ini adalah momen krusial dalam siklus kebijakan, titik di mana kepentingan pribadi diubah menjadi isu kebijakan. Banyak isu yang tiba-tiba menguasai sumber daya pemerintah, tapi juga banyak sekali masalah lainnya merana hanya sebagai urusan pribadi. Tak heran persaingan di antara para penganjur isu begitu sengit, karena perbedaan persoalan pribadi dengan persoalan publik yang tidak tegas. Jika kedisiplinan anak menjadi isu penting dalam dunia pendidikan, maka pemda NTT harus bisa memutuskan persoalan mana yang harus diselesaikan untuk mencapai target kedisiplinan anak sekolah. Apakah sarana dan prasarana pendidikan, silabus pendidikan, kualitas para guru, atau akses masyarakat ke pendidikan. Jika targetnya adalah peningkatan mutu pendidikan, maka kedisiplinan seharusnya dibiarkan menjadi tanggung jawab sekolah. Tugas Pemda NTT adalah menjamin bahwa mutu pendidik, fasilitas dan prasarana pendidikan sudah cukup baik dan mudah diakses masyarakat untuk mencerdaskan anak-anak sekolah di NTT.
2. Analisis Kebijakan Publik
Pada tahap ini, Pemda NTT harus melakukan analisa ilmiah terhadap penerapan dan efektivitas kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi sebagai solusi pendisiplinan anak sekolah. Pemda NTT seharusnya mampu memberikan penjelasan dan penelitian bersifat ilmiah dilengkapi contoh keberhasilan dari kebijakan serupa, sehingga masyarakat NTT memahami urgensi kebijakan ini. Aaron Wildavsky (1987) menyatakan bahwa pokok bahasan analisis kebijakan adalah 'masalah publik yang harus diselesaikan setidaknya untuk sementara agar dapat dipahami'. Mencari solusi mungkin diperlukan sebelum benar-benar memahami sifat masalahnya. Menyusun suatu masalah berarti memberinya bentuk dan makna melalui analisis kebijakan. Maka, jika kedisiplinan anak sekolah menjadi permasalahan publik, Pemda NTT harus memiliki strategi untuk membuat publik mengerti bahwa ini adalah masalah penting dan masalah bersama yang harus segera dicari solusinya. Jika pemda NTT berpikir bahwa masuk sekolah jam 5 pagi adalah solusi untuk mendisiplinkan anak, Pemda NTT harus sanggup menyampaikan urgensi ini kepada masyarakat. Pemda NTT harus bisa menjelaskan hasil yang akan dicapai jika anak-anak masuk sekolah jam 5 pagi adalah untuk membangun kesadaran disiplin anak sekolah.
3. Pemilihan Instrumen Kebijakan Publik
Jika pemda NTT masih bersikeras menerapkan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi kepada anak-anak di NTT dengan tujuan mendisiplinkan anak, maka pemda NTT harus mengkaji instrumen kebijakan yang akan digunakan. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan aplikasi kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Pemda NTT. Ada 7 instrumen kebijakan yang setidaknya bisa dipilih oleh Pemda NTT dan hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Althaus,et.al. (2018), sebagai berikut: melalui advokasi, jaringan kerja, finansial, tindakan pemerintah, perilaku ekonomi, dan melalui narasi. Untuk persoalan pendidikan, bentuk kebijakan publik yang ideal adalah advokasi, keterlibatan jaringan kerja, dan narasi. Tidak mungkin menggunakan strategi melalui aksi pemerintah melalui legislative power yang outputnya adalah regulasi dan identik dengan hukuman jika kebijakan tidak dilaksanakan. Melalui advokasi kebijakan publik, pemda NTT harus bisa memberikan penjelasan dan argument kuat bahwa kedisiplinan anak sekolah adalah masalah publik sehingga pemda NTT harus mengeluarkan kebijakan publik masuk sekolah jam 5 pagi. Melalui metode jaringan kerja, pemda NTT harus sanggup menggandeng semua sekolah dan tenaga pengajar untuk memahami urgensi bahwa kedisiplinan anak ini berefek panjang dan merupakan masalah publik, sehingga sekolah bisa menyesuaikan diri dengan kebijakan pemda NTT ini dan bisa memikirkan cara paling efektif untuk mendisiplinkan anak. Melalui metode narasi, pemda NTT harus sanggup mensosialisasikan kebijakan ini agar semua masyarakat memahami urgensi pendisiplinan anak sekolah.
4. Konsultasi
Sebelum kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi ini diterbitkan oleh pemda NTT, Pemda NTT selayaknya melakukan proses diskusi terlebih dahulu dengan masyarakat terutama orang tua murid dan sekolah. Sebuah proses konsultatif menawarkan kepada para pembuat kebijakan sebuah cara untuk menstrukturkan debat, dan untuk mengembangkan solusi yang sanggup 'bertahan' karena mencerminkan realitas masalah dan persaingan kepentingan dari mereka yang terlibat (Althaus,et.al., 2018). Konsultasi juga memberikan kesempatan bagi pembuat kebijakan untuk mengundang dan mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan tentang kelayakan suatu kebijakan. Tahapan konsultasi antara pemda NTT dengan sekolah, tenaga pengajar, dan para orang tua murid ini krusial karena bagaimanapun nanti yang akan melaksanakan dan merasakan dampak langsung dari kebijakan ini adalah sekolah, orang tua murid, dan murid-murid itu sendiri sebagai pemangku kebijakan. Tahapan konsultasi ini juga akan meringankan perdebatan publik ketika kebijakan ini diberlakukan.
5. Koordinasi
Pemda NTT harus memastikan ketika kebijakan publik ini diberlakukan, maka seluruh sekolah, para tenaga pengajar, dan para orang tua murid di NTT menyanggupi untuk melaksanakan kebijakan ini. Oleh karena itu penting untuk melakukan koordinasi antara pemda NTT dengan sekolah, para tenaga pengajar dan para orang tua murid. Althaus, et.al. (2018) menyampaikan bahwa Pemerintah bekerja dengan cara yang terkoordinir, sehingga setiap bagian yang dikerjakan masing-masing, dapat menjadi satu kinerja. Pemerintah melembagakan koordinasi melalui rutinitas dan struktur. Struktur termasuk badan-badan pusat yang mengelola rutinitas dan memberikan masukan kepada Pemerintah secara keseluruhan. Oleh karena itu, tanpa koordinasi yang baik, hasil yang diharapkan dari kebijakan publik untuk mendisiplinkan anak ini tidak akan tercapai. Koordinasi yang baik dengan para pemangku dan pelaksana kebijakan akan mampu meringankan beban pemda NTT untuk mencapai target pendisiplinan anak sekolah.
Jika kelima tahapan proses policy making cycle (siklus penyusunan kebijakan) tersebut telah dilakukan, Pemda NTT layak untuk menentukan keputusan pemberlakuan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi, untuk kemudian diterapkan di masyarakat. Setelah dilakukan penerapan kebijakan publik, Pemda NTT masih harus mengatur penerapan kebijakan publik tersebut agar efektif dan mencapai hasil disiplin yang diinginkan, untuk kemudian melakukan evaluasi efektivitas kebijakan publik tersebut.
III. Saran
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, maka penting bagi Pemda NTT untuk melakukan inovasi dalam penyusunan kebijakan publik masuk sekolah jam 5 pagi sebagai berikut:
1. Pemda NTT harus bisa memastikan dan menerangkan ke publik bahwa persoalan disiplin anak adalah masalah publik.
2. Pemda NTT harus bisa memastikan dan memberi pemahaman ke publik bahwa persoalan disiplin anak jauh lebih penting untuk diselesaikan daripada persoalan kurangnya fasilitas publik (seperti listrik, bangunan sekolah, fasilitas pendidikan, ketersediaan pendidik/guru yang mumpuni, serta akses pengetahuan yang masih kurang).
3. Pastikan Pemda NTT sudah melakukan proses policy making cycle di atas sehingga pada saat penerapan kebijakan, seluruh aspek masyarakat sudah siap dan perdebatan dapat dihindari.
4. Pastikan tidak ada anak-anak putus sekolah hanya karena kebijakan ini ternyata memberatkan keluarga atau orangtua para murid. Karena faktanya fasilitas pendidikan masih banyak yang belum mumpuni dan belum tersebar merata, sehingga anak-anak di NTT masih banyak yang harus jalan kaki ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh.
Referensi:
Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak