Pejabat publik merupakan stakeholders yang menandatangani dokumen tertulis / tercetak dan dimohonkan Apostille. Masyarakat publik di Indonesia bertindak sebagai pemohon Apostille yang membutuhkan autentifikasi terhadap dokumen yang akan dikirim ke negara penerima atau negara asing.Â
Negara asing penerima dokumen dengan sertifikat Apostille akan meneruskannya ke institusi publik maupun swasta yang akan menggunakan dokumen tersebut.
Dilansir dari website resmi Dirjen AHU - Kemenkumham RI, diperoleh informasi bahwa Dirjen AHU Kemenkumham RI berpendapat bahwa aksesi konvensi apostille merupakan keputusan yang tepat, karena memudahkan legalisasi dokumen dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan negara serta mendukung Ease of Doing Business (EODB). Sedangkan bagi masyarakat pemohon Apostille, terdapat dua pandangan.Â
Yang pro dengan Apostille melihat aksesi kebijakan publik internasional ini akan mempermudah proses legalisasi dokumen karena tidak lagi memberlakukan prosedur yang kompleks, konvensional, melibatkan banyak institusi, dan terlebih lagi memakan waktu dan biaya. Dengan Apostille ini, cukup hanya Kemenkumham RI saja yang memprosesnya dan pada akhirnya akan terbit sertifikat Apostille dari Kemenkumham RI sebagai competent authority.Â
Kemudahan legalisasi Apostille terhadap dokumen Indonesia yang akan dipakai di negara asing pada akhirnya juga menguntungkan negara asing karena prosedur yang tidak berbelit-belit dan hanya berfokus pada satu institusi yang berwenang yaitu Kemenkumham RI.
Namun demikian terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan adanya pemalsuan dokumen, tanda tangan dan cap pejabat publik pada dokumen yang dimohonkan Apostille dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pejabat yang menjadi korban pemalsuan.Â
Di Indonesia sendiri telah beberapa kali terjadi pemalsuan dokumen publik yang di dalamnya terdapat cap dan tanda tangan pejabat publik dan jika dokumen yang dipalsukan itu menimbulkan kerugian terhadap pihak penerima di negara Asing, maka kredibilitas dan profil institusi pemerintah penerbit dokumen publik tersebut yang akan jadi taruhannya.Â
Perspektif masyarakat yang kontra terhadap kebijakan publik ini terkait dengan belum adanya kepastian mengenai metode pemeriksaan otentifikasi tanda tangan dan cap dokumen yang dimohonkan, tanggung jawab Kemenkumham RI sebagai the competent authority terkait isi dan kebenaran dalam dokumen, kepastian jumlah biaya yang harus dibayar pemohon untuk pengurusan legalisasi Apostille dokumen, dan pengetahuan serta pengalaman para stakeholders di kekuasaan yudikatif maupun legislatif tentang hukum perdata internasional.
III. Â Desain Kebijakan Publik
Desain kebijakan publik dalam prosesnya  merupakan sesuatu yang cukup kompleks karena pada setiap pembuatannya akan bersinggungan dengan kepentingan publik.Â
William Dunn dalam teorinya membagi desain kebijakan publik dalam 5 (lima) tahap: