Seiring berjalannya waktu, cancel cultur mulai mengarah pada hal yang lebih bersifat negatif.Â
Fenomena di Indonesia umumnya terjadi pada masyarakat yang memiliki akses internet. Â
Cancel culture juga memiliki siklus tersendiri, misalnya seorang public figure dengan problematiknya maka akan menjadi bahan ejekan nitizen dan dilampiaskan melalui konten-konten dan ajakan untuk memboikot orang tersebut, pada akhirnya membuat korban akan makin tersudut.Â
Dapat dikatakan cancel culture lahir sebagai bentuk demokrasi media sosial yang semakin kritis pada isu-isu sosial.Â
Cancel culture dapat terimbas pada siapa saja?
Pada umumnya seseorang terimbas cancel karena perkataan dan perbuatan yang berkaitan dengan seksual dan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan), dapat juga akibat perseteruan antar public figure sehingga melibatkan juga penggemarnya.
Public figure yang pernah merasakan cancel culture di antaranya J.K. Rowling yang dituduh transfobik dan problematik oleh penggemar Harry Potter.Â
Dialami juga oleh produser film Harvey Weinstein yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap rekan wanitanya, kejadiannya berulang hingga muncul tagar #MeToo yang diperkenalkan oleh Tarana Burke sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran perempuan penyintas kekerasan seksual.Â
Hasilnya ada banyak cerita yang dipublikasikan dengan #MeToo di media sosial, akhirnya karir Weinstein pun jatuh hingga akhirnya dijatuhkan hukuman penjara selama 23 tahun.
Dalam perkembangannya cancel culture bisa menimpa siapa saja di internet, termasuk Anda meskipun dalam skala yanag berbeda.Â
Padahal Anda tidak pernah berbuat dan berkomentar yang aneh-aneh, kemungkinan itu terjadi sekarang karena Anda sudah bijak dalam ber media sosial. Namun bagaimana dengan postingan Anda di media sosial di tahun-tahun yang sudah lewat?Â