Mohon tunggu...
Rima D. dan Anita M.
Rima D. dan Anita M. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Biologi Universitas Andalas

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Si Cantik Berduri Jadi Ancaman di Baluran

4 Januari 2022   21:08 Diperbarui: 4 Januari 2022   21:39 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  depositphotos.com

                                                                                       

Ibarat peribahasa “pagar makan tanaman” tumbuhan yang sebenarnya cantik ini menginvasi ke kawasan yang seharusnya menjadi tempat perlindungan beragam satwa dan tumbuhan penting di Jawa. 

Tumbuhan yang dimaksud di sini adalah akasia berduri atau secara ilmiahnya disebut dengan Acacia nilotica. 

Mungkin masih banyak orang yang tidak mengetahui bahwa tumbuhan yang satu ini bukanlah tumbuhan asli  yang berasal dari kawasan  Taman Nasional  Baluran, Jawa Timur. 

Akasia berduri kini justru menjadi ancaman. Akasia berduri merupakan tanaman tropis hingga subtropis dan dapat berkembang biak dengan cepat di atas tanah dengan kandungan liat tinggi. 

Akasia berduri dikenal sebagai “invasif alien” yaitu tumbuhan yang dapat menyebar ke seluruh wilayah, dapat tumbuh dengan mudah dan mengancam keberadaan tumbuhan asli di wilayah tersebut.

Tumbuhan ini di introduksikan sekitar tahun 1850 di Kebun Botani di Kalkuta (India) dengan tujuan komersial karena tumbuhan ini menghasilkan getah (gum) yang berkualitas tinggi. 

Lalu, tumbuhan ini ditanam di Kebun Raya Bogor tetapi getah yang dihasilkan sangat rendah sehingga kemudian pohon-pohon ini ditebang. Introduksi tumbuhan ini ke Taman Nasional Baluran di Banyuwangi Jawa Timur diperkirakan terjadi pada tahun awal 1960-an atau bisa lebih awal lagi.

Taman Nasional Baluran merupakan bagian dari upaya konservasi keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang mempunyai padang rumput alami sebagai ciri khas dan identitas dari taman nasional tersebut. Keanekaragaman hayati yang tinggi sangat penting untuk mendukung kelestarian ekosistemnya. 

Pada awalnya tujuan didatangkannya akasia  berduri di kawasan Taman Nasional Baluran adalah sebagai tanaman sekat bakar (fire break) untuk menghindari menjalarnya api dari savana ke kawasan hutan jati, selain itu  juga digunakan sebagai tanaman pagar untuk mencegah kebakaran padang savana di Baluran, tetapi tumbuhan ini justru menginvasi tumbuhan lokal yang ada di taman nasional tersebut. 

Meskipun daun dan biji akasia berduri menjadi salah satu pakan alternatif bagi satwa, namun sebagai sumber makanan utama, rumput lokal tetap tidak dapat tergantikan.

Keberadaan akasia berduri menimbulkan dampak yang negatif karena menghalangi terjadinya kebakaran sehingga menghambat terjadinya dinamika struktur ekosistem kawasan Baluran secara alami. 

Dinamika ini diperlukan oleh keragaman hayati di taman nasional tersebut untuk dapat terus melangsungkan kehidupannya. T

umbuhan ini juga menekan populasi tumbuhan lokal yang menjadi sumber makananan satwa herbivora, karena akasia ini memiliki zat alelopati yang mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan tumbuhan lain di sekitarnya. 

Senyawa alelopati adalah senyawa yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan yang dengan konsentrasi tertentu yang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tumbuhan lainnya. 

Alelopati juga sangat menghambat pertumbuhan akar semai, perkecambahan biji, pertumbuhan sistem perakaran, dan dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan yang ada di sekitar akasia berduri tersebut.

Selain mengganggu keberadaan tumbuhan di sekitarnya akasia berduri juga mengganggu keberadaan satwa di Taman Nasional Baluran, salah satunya adalah banteng. 

Hal ini dikarenakan tumbuhan ini dapat mengganggu mobilitas satwa. Meningkatnya populasi akasia berduri menyebabkan berkurangnya ruang gerak dan daerah jelajah satwa. Persaingan antara satwa penghuni padang savana semakin meningkat karena akasia berduri mengurangi luasan savana dan sumber daya yang dimanfaatkan oleh satwa tersebut.

Seperti yang diketahui Banteng merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan termasuk dalam kategori ”endangered” (IUCN, 2004) yang berarti banteng mempunyai populasi dalam tahap terancam punah sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus dalam perlindungan. 

Menurut IUCN (2004), ancaman utama terhadap kelestarian banteng adalah hilang atau rusaknya habitat yang disebabkan oleh kegiatan pertanian dan perkebunan serta pembangunan pemukiman penduduk, spesies asing invasif (yang berpengaruh secara langsung terhadap spesies dan munculnya kompetitor), serta perubahan dalam dinamika spesies asli. 

Dengan tingkat percepatan tumbuhan akasia di Baluran mencapai 100-200 ha/tahun, pada tahun 2000 tumbuhan akasia berduri telah menginvasi 50% dari luas savana. 

Kelestarian satwa herbivora terutama banteng, di Taman Nasional Baluran saat ini, tengah mengalami ancaman serius karena terjadinya perubahan habitat dengan masuknya jenis asing invasif akasia berduri yang mengganggu kestabilan ekosistem padang savana.

Upaya yang bisa dilakukan untuk menangani dan menghentikan keinvasifan akasia berduri di Taman Nasional Baluran yaitu dengan pembasmian secara besar-besaran untuk kembali memulihkan kondisi alam savana. Akasia berduri bisa ditebang secara langsung atau dengan pemberantasan secara mekanik dengan alat bulldozer. Selain ditebang dan dibakar, akasia berduri sebenarnya bisa dimanfaatkan, antara lain dengan menggunakan bagian-bagian seperti:

Kulit kayu

Kulit kayu akasia berduri dimanfaatkan oleh masyarakat India sebagai zat pewarna terutama untuk warna hitam dan coklat. Kayunya juga bisa dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan. 

Dengan pengolah tertentu, dapat juga digunakan sebagai bahan kertas, pulpen dan pulp, berpotensi sebagai kayu gergajian, vinir, mabel, dan juga sebagai bahan kayu bakar dan arang.

Getah

Getah akasia berduri dimanfaatkan sebagai pewarna dan tinta.

Biji, daun, dan pucuk

Biasanya biji, daun, dan pucuk digunakan sebagai pakan ternak dan bahan sayur. Di sekitar Taman Nasional Baluran biji dari tumbuhan ini digunakan sebagai campuran kopi dan kerajinan tangan. Daun kering yang berjatuhan dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Pohon

Biasanya digunakan sebagai pagar untuk melindungi perkebunan dan juga untuk menghalangi penyebaran kebakaran. Pohon akasia berduri juga berpotensi sebagai penaung, ornament, penahan angin, dan pengendali erosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun