Saya akan menggunakan Prodi Ilmu Komputer atau Informatika (untuk selanjutnya disebut “Prodi Informatika”) sebagai representasi Rumpun Ilmu Terapan dan profil dosen yang berlatar belakang Ilmu Filsafat sebagai representasi Rumpun ilmu Humaniora.
Prodi Ilmu Komputer atau Informatika di sebuah PTS di Jakarta membuka mata kuliah Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi. Tentu saja, untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dan linieritas dosen, PTS tersebut akan memprioritaskan dosen dengan latar belakang Pendidikan terakhir (S-2 atau S-3) di bidang Ilmu Filsafat sebagai pengampunya.
Mata kuliah Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi memang bersifat mendasar maka wajar saja jika mata kuliah ini bisa dibuka di prodi apa pun. Bahkan, dosen tersebut bisa mendapatkan gelar guru besarnya sejauh mendapatkan tugas untuk mengajar mata kuliah Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi dan melakukan penelitian serta publikasi di kedua bidang keilmuan filsafat tersebut.
Di sisi lain, akan menjadi tidak wajar jika prodi tersebut membuka konsentrasi untuk penulisan tugas akhir (skripsi) dengan membuka topik tentang Ilmu Komputer atau Informatika dari sudut pandang bidang keilmuan Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi.
Sebab, kedua sudut pandang tersebut (Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi) hanya dikhususkan untuk prodi yang berada di bawah Prodi Ilmu Filsafat (Rumpun Ilmu Humaniora), bukan berada di bawah Prodi Ilmu Komputer atau Informatika (Rumpun Ilmu Terapan). Pemaksaan pembukaan konsentrasi skripsi dari sudut pandang Filsafat Ilmu atau Filsafat Teknologi di Prodi Ilmu Komputer atau Informatika hanya akan membuat benturan kepentingan dengan Prodi Ilmu Filsafat, baik yang berada di dalam internal perguruan tinggi itu sendiri maupun di perguruan tinggi lain yang memiliki Prodi Ilmu Filsafat.
Praktik Implementasi Linieritas Dosen
Bagaimana kah implementasi linieritas dosen dipraktikkan di perguruan tinggi di Indonesia, Baik PTN maupun PTS? Rupayanya, linieritas dosen dipraktikkan secara beragam.
Pertama, beragamnya praktik linieritas dosen itu setidaknya tergambar dari pengumuman lowongan kerja dosen, baik yang dilakukan oleh PTN maupun oleh PTS. Ada PTN dan PTS yang mempraktikkan linieritas dosen sebagai kesamaan antara gelar S-1, S-2, atau S-3 dengan nama Prodi yang membuka lowongan kerja dosen tersebut. Jadi, mereka mendaku bahwa latar belakang pendidikan pelamar disebut “linier” dengan memberikan deskripsi seperti yang disebutkan di kalimat sebelumnya di paragraf ini.
Kedua, ada juga yang bersikukuh bahwa linieritas dosen itu, jika dikaitkan dengan mata kuliah yang diampu, diperhitungkan atau didasarkan pada gelar akademik S-1, bukan S-2 atau S-3.
Ketiga, ada juga yang berpandangan bahwa linieritas dosen itu sekadar berdasarkan mata kuliah yang pernah didapatkan oleh dosen ketika menjalani perkuliahan. Jadi, meski dosen tersebut merupakan lulusan dari Prodi Ilmu Pendidikan, baik S-2 atau S-3-nya, maka dosen tersebut dianggap berkompeten mengajar mata kuliah Filsafat Ilmu (sebagai contoh) jika pada saat studi S-2 atau S-2 mendapatkan mata kuliah Filsafat Ilmu.
Catatan tentang Praktik Linieritas Dosen