by dr Riki Tsan,SpM ( STHM MHKes-V )
Dalam diskursus Ilmu Hukum Kesehatan, ada dua terminologi yang sering digunakan untuk menyebut pelanggaran terhadap ketentuan Hukum Pidana yang dilakukan oleh Tenaga Medis, yakni Malapraktik Medik Pidana (Malapraktik Pidana) dan Tindak Pidana Medik.
Terkait dengan terminologi Malapraktik,  Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini di dalam bukunya 'Hukum Kesehatan Tentang Hukum Malapraktik Tenaga Medis Jilid 1, 2020', mengakui bahwa Malapraktik bukanlah merupakan istilah resmi.
Istilah ini tidak dijumpai di dalam aturan perundang undangan manapun di Indonesia.
Lalu sejak kapan istilah Malapraktik ini mencuat ke ruang publik dan diskursus akademis ?. Â
Ada yang menyebutkan bahwa istilah Malapraktik mulai muncul setelah terjadinya kasus dokter Setyaningrum yang sekaligus juga menandai tonggak lahirnya Hukum Kesehatan di Indonesia.
Kasus dokter Setyaningrum ini sendiri terjadi pada awal  tahun 1979, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Lalu, sama seperti istilah Malapraktik Medik, istilah Tindak Pidana Medik pun juga tidak kita temukan di dalam aturan perundang undangan di Indonesia.
Dr. Muhammad Endriyo Susila, SH,MCL, PhD, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pakar hukum kesehatan/kedokteran di dalam tulisannya di media Kompasiana berjudul 'Malpraktik (Medik) Pidana vs Tindak Pidana Medik', menyebutkan bahwa istilah Tindak Pidana Medik ini baru muncul sejak 9 tahun yang lalu.
Namun demikian, Dr.H.Hendrojono Soewono,SH misalnya , sudah menyebut menyebut istilah ini di dalam bukunya yang berjudul 'Batas Pertanggungjawaban Malpraktek Dokter Dalam Transaksi Terapeutik'. Buku ini terbit pertama kali pada tahun 2005, 19 tahun yang silam.
Penggagas konsep Tindak Pidana Medik menginginkan agar pelanggaran ketentuan Hukum Pidana oleh para  Tenaga Medis tidak dijerat dengan ketentuan undang-undang yang bersifat umum ( lex generalis ), tetapi dengan ketentuan undang-undang yang bersifat khusus ( lex specialis ).
Asumsinya sederhana, pelanggaran ketentuan Hukum Pidana yang dilakukan oleh Tenaga Medis  yang dikonstruksikan sebagai Tindak Pidana Medik merupakan Tindak Pidana Khusus, dan bukan Tindak Pidana Umum, oleh karenanya tunduk kepada ketentuan yang bersifat khusus, bukan ketentuan umum seperti yang termaktub di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).  Â
Pertanyaan kita ialah apakah Tindak Pidana Medik ini memang ada diatur di dalam ketentuan yang bersifat khusus ?.
Apakah Tindak Pidana Medik itu memang bukan Tindak Pidana Umum ?.
Kita akan menelaahnya dari perspektif Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus di Indonesia.
Prof. Dr. Topo Santoso,SH,MH, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan Hukum Pidana dalam arti luas meliputi Hukum Pidana Materiil ( Hukum Pidana Substantif, Substantive Criminal Law ) dan Hukum Pidana Formil ( Hukum Acara Pidana, Law of Criminal Procedure ), sedangkan Hukum Pidana dalam arti sempit hanya meliputi Hukum Pidana Materiil  saja.
Lalu apa yang dimaksud dengan Hukum Pidana Umum ?.
Menurut Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum, Hukum Pidana Umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku bagi setiap orang sebagai subjek hukum tanpa membeda bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Dapat pula dikatakan bahwa Hukum Pidana Umum adalah Hukum Pidana dalam kodifikasi
Jika dikaitkan dengan Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil, Hukum Pidana Umum yang materiil dikodifikasi di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, Hukum Pidana Umum yang formil dikodifikasi dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Lalu apa pula yang disebut dengan Hukum Pidana Khusus itu ?.
Menurut Pompe dan Utrect, Hukum Pidana Khusus itu adalah Hukum Pidana yang diatur di dalam undang undang  yang menyimpang dari ketentuan umum dalam KUHP. Jadi,  Hukum Pidana Khusus adalah Hukum Pidana diluar kodifikasi.
Soal pengaturan Hukum Pidana Khusus ini termaktub di dalam pasal 103 KUHP, yang berbunyi : ' Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan - perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang - undang ditentukan lain'
Jadi, menurut Pasal 103 KUHP, kalau berbeda, digunakan ketentuan dalam undang-undang lain tersebut. Jika tidak diatur, berlakulah ketentuan dalam KUHP. Â
Hal ini dikenal dengan asas lex specialis derogat legi generalis, hukum khusus menggantikan hukum umum.
Artinya, jika substansi suatu aturan telah diatur di dalam undang undang yang bersifat umum dan diatur juga dalam undang undang yang bersifat khusus, maka yang digunakan adalah undang undang yang bersifat khusus. Kalau tidak ada ketentuan pidana khusus, maka berlakulah ketentuan pidana umum.
Dr. Muhammad Arif Setiawan,SH,MH, Ketua Jurusan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta di dalam Seminar Internasional STHM, 21 April 2024, menegaskan bahwa Hukum Pidana Khusus adalah Hukum Pidana di luar kodifikasi yang mempunyai sifat sifat kekhususan.
'Kekhususan disini', tutur beliau , 'artinya terdapat penyimpangan penyimpangan dari ketentuan ketentuan yang diatur di dalam Hukum Pidana Umum. Dalam hal ini, ketentuan ketentuan yang menyimpang dan bersifat  khusus itu adalah yang menyangkut subjeknya dan atau perbuatannya , sebutlah  penyimpangan atau kekhususan yang berada pada aspek hukum pidana materiil atau formil atau kedua duanya'.
Kalau kita membicarakan Hukum Pidana, umumnya adalah Hukum Pidana dalam arti sempit yakni Hukum Pidana Materiil atau Hukum Pidana Substantif  ( substantif criminal law )  sebagai dasar dasar untuk  :
- Menentukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut ( criminal act )
- Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan ( criminal liability/criminal responsibility )
Â
Terkait dengan Hukum Pidana di bidang Kesehatan, Dr. M. Arif menyatakan bahwa semua ketentuan yang ada di dalam Hukum Pidana Kesehatan pada hakikatnya hanyalah Hukum Administrasi yang memuat ancaman sanksi pidana di dalamnya dengan jumlah dan jenis yang terbatas. Ini berarti Hukum Pidana Kesehatan bukanlah termasuk ke dalam Hukum Pidana Khusus
Â
TINDAK PIDANA MEDIK
Lalu, bagaimana dengan  Tindak Pidana Medik ?. Apakah Tindak Pidana Medik ada diatur di dalam Hukum Pidana Bidang Medik dan ada ketentuan khususnya atau tidak ?. Apakah ada pengaturan atau ketentuan khusus di dalam Tindak Pidana Medik terkait hukum matriil dan hukum formil nya ?.
Menurut kami, tampaknya sampai saat ini belum ada aturan khusus di dalam Hukum Pidana Bidang Medik dengan demikian belum ada ketentuan khusus dari Tindak Pidana Medik  sebagai Hukum Pidana Khusus yang terkait dengan kekhususan dari sisi Hukum Pidana Materiil dan Formil.
Sehingga, Tindak Pidana Medik ini -- untuk saat ini -- masih diperlakukan sebagai Tindak Pidana Umum di dalam Hukum Pidana Umum yang berada di dalam kodifikasi, yakni KUHP dan KUHAP
Â
DILEMA & RISIKO
Jika Tindak Pidana Medik ini dikembalikan kepada Hukum Pidana Umum, maka akan muncul  beberapa kemuyskilan.
Hampir dapat dipastikan, kita akan mengalami  dilema ketika mengimplementasikan 3 pilar dari Hukum Pidana yakni Perbuatan/Tindak Pidana, Pertanggungjawaban/Kesalahan serta Pidana terhadap kasus kasus tindakan medis yang dikonstruksi sebagai Tindak Pidana Medik.
Dr. dr. M.Nasser,SpDVE, D.Law , Gubernur World Association For Medical Law - memaparkan ada 10-12 hal yang membedakan Tindak Pidana Umum dengan Tindak Pidana Medik sehingga kita tidak semestinya memperlakukan Tindak Pidana Medik itu sebagai Tindak Pidana Umum.Â
Secara definisi saja, Tindak Pidana Medik ini sudah berbeda dengan Tindak Pidana Umum.
Menurut beliau, Tindak Pidana Medik adalah tindak pidana yang dilakukan karena perbuatan tenaga medis yang melanggar standar dan kompetensi profesi dalam pelayanan kesehatan atau tindakan medis ( Telaah Komparatif Unsur Tindak Pidana Medik dan Tindak Pidana Umum, halaman 23, dr.Riki Tsan,SpM, STHM-MHKes)
Ini berarti, secara yuridis Tindak Pidana Medik itu seyogyanya harus dibedakan dengan Tindak Pidana Umum.
Ambil contoh soal perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang atau bersifat melawan hukum dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu. Dalam konteks ini, di dalam Hukum Pidana  kita mengenal Asas Legalitas.
Prof Dr.Teguh Prasetyo, SH,Msi mengatakan bahwa Asas Legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyanggah hukum pidana. Asas ini tersirat di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : ' Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan'
Prof. Topo menulis, 'Jika kita berbicara tentang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana itu, kita berbicara tentang criminal act (perbuatan pidana) dimana landasannya yang sangat penting adalah Asas Legalitas ( principle of legality ) yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang undangan.
Singkat kata, tidak ada pidana tanpa (landasan) perundang undangan. Asas ini dikenal dalam bahasa Latin sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali artinya tiada delik, tiada hukuman, tanpa sebelumnya perbuatan itu diatur dalam undang undang pidana
Dalam konteks ini,  unsur unsur Tindak Pidana pada Tindak Pidana Medik  ini masih kabur/belum jelas, tidak tertulis secara eksplisit baik unsur perbuatan maupun ancaman pidananya dan dalam penerapannya cenderung digunakan analogi dengan unsur perbuatan dan pidana di dalam Tindak Pidana Umum.
Â
Padahal,prinsip Lex Stricta ,di dalam asas Legalitas  , melarang penggunaan analogi dalam mengambil keputusan pidana di kebanyakan sistem hukum, seperti dituturkan oleh Prof Topo di dalam bukunya 'Hukum Pidana, Suatu Pengantar' halaman.341
Jika hal ini tetap dipaksakan untuk diberlakukan kepada Tindak Pidana Medik, menurut hemat kami, hal ini akan berpotensi memunculkan resiko resiko dan ketidakpastian hukum serta  munculnya dugaan dari kalangan tenaga medis adanya upaya kriminalisasi terhadap profesi mereka.
Salam sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H