Alasan  Prof.Remy untuk menggunakan istilah ini adalah karena istilah ini sudah lama digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia, dan juga telah digunakan secara luas di dunia internasional  serta untuk mengisi kebutuhan akan peristilahan dalam ilmu hukum di Indonesia dalam hal peristilahan yang dimaksud belum ada
Keempat.
Dr. Nasser mengatakan bahwa  tindakan Malapraktik dengan berbagai aspek dan pengertiannya ini digunakan di negara negara yang menganut sistem Common Law, sementara negara kita menganut sistem Civil Law.
Pada negara negara yang menganut sistem Common Law, Â di dalam Tort Law, istilah Malapraktik ini dinisbahkan kepada kelalaian dokter atau Tenaga Kesehatan ketika mereka melakukan tindakan medis terhadap pasiennya. Dokter ataupun Tenaga Kesehatan baru bisa dituntut secara pidana jika di temukan adanya unsur kesengajaan di dalamnya.
Dr.Nasser secara tegas mengatakan bahwa jika ditemukan adanya unsur kesengajaan di dalam pelayanan kesehatan atau tindakan medik yang dilakukan dokter, maka hal ini tidak lagi menjadi ranah pidana medik, namun digeser ke dalam pidana umum
Kelima.
Alih alih menggunakan istilah Malapraktik yang masih dipersoalkan itu, Dr. Nasser menyarakankan untuk menggunakan istilah kelalaian, yang dalam konteks ini disebut dengan Kelalaian Medik. Istilah ini lebih tepat digunakan ketimbang istilah Malapraktik dan  dinilai dapat meminimalisir konotasi negatif di tengah tengah masyarakat.
Istilah Kelalaian inipun sebetulnya dapat kita temukan di dalam aturan perundangan undangan, seperti Undang Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023 pasal 193 menyebutkan : ' Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit'
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia kesehatan diantaranya ialah Tenaga Medis seperti dokter, dokter gigi, spesialis dan subspesialis serta Tenaga Kesehatan seperti perawat, bidan, apoteker dan lain lain (pasal 197-199 Undang Undang Kesehatan nomor 17/2023
Undang Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, juga menggunakan istilah kealpaan, sebagaimana tercantum di dalam pasal 440 ayat 1 yang berbunyi : ' Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 250.00O.O00,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) '
Dan, ayat 2 berbunyi : 'Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,0O (lima ratus juta rupiah).
Pengenaan tuduhan Malapraktik kepada dokter yang berulang ulang kali dimunculkan dan diviralkan di masyarakat kita selama ini, membuat posisi dokter dan Tenaga Kesehatan semakin terpojok karena telah di-framing sedemikian rupa sehingga diyakini telah melakukan pelanggaran pidana dan karena itu harus dihukum seberat beratnya. Implikasi yang lebih berat adalah kehormatan dan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap profesi dokter menjadi semakin terdegradasi.
Â
KESIMPULAN