Sampai saat ini Majelis  Disiplin Profesi yang diamanahkan pasal 304 UU Kesehatan Omnibus tersebut masih belum dibentuk oleh Menteri Kesehatan karena aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah masih belum terbit.
Yang masih eksis sampai saat ini adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang merupakan badan otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). KKI sendiri berada di bawah Presiden.
Pertanyaan kita ialah apakah MKDKI bisa mengambil peran sebagai Majelis Disiplin Profesi, padahal UU Praktik Kedokteran yang menjadi dasar yuridis pembentukan MKDKI telah dicabut ?.
Jika MKDKI bisa menggantikan Majelis Disiplin Profesi selama belum dibentuk oleh Pemerintah, namun -- menurut saya - peranannya tidaklah begitu signifikan.
Mengutip kembali apa yang disampaikan oleh Dr. M. Arif bahwa status MKDKI tidak bisa menjadi screening system sebelum perkara itu akan maju ke perdata atau masuk ke pidana
Soal screening system atau sistem penapisan ini, beliau mengatakan :
'Tentang peradilan, tidak ada ketentuan yang khusus. Pernah ada suatu perjuangan untuk adanya screening system peradilan pidana supaya ketentuan ketentuan yang menyangkut tentang pelaksanaan standar profesi dan disiplin kedokteran menjadi  filter pertama sebelum perkara itu bisa ditingkatkan menjadi perkara pidana'
'Sama seperti teman teman jurnalis, kalau ada produk jurnalistik yang dianggap melawan hukum, maka harus melalui Dewan Pers lebih dahulu. Kalau menurut Dewan Pers sudah sesuai dengan prinsip prinsip jurnalistik, maka dia tidak bisa lagi  berproses hukum. Kalau tidak sesuai, baru orang boleh mengambil langkah langkah apakah ada kerugian akibat dari pemberitaan yang melawan hukum itu'
' Di dalam bidang pengelolaan Kesehatan ini, ternyata belum ditemukan itu karena status MKDI tidak bisa menjadi screening system sebelum perkara itu akan maju ke perdata atau masuk ke pidana '.
Pertanyaan kita ialah apakah Majelis Disiplin Profesi yang akan dibentuk oleh Menteri Kesehatan itu akan ber'nasib' sama dengan MKDKI yang tidak bisa menjadi screening system (sistem penapisan) untuk menentukan sekaligus menjamin bahwa suatu perkara itu bisa ataupun tidak lagi bisa dimajukan ke perdata ataupun didorong ke arah pidana ?.
Kita akan menjawabnya pada tulisan berikutnya.