Kita akan memaparkan makna frasa 'kata kata dapat mengadukan ke majelis' ini dengan mengacu kepada penjelasan terkait hal ini sebagaimana termaktub di dalam Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 25/PUU-XIV/2016 dalam Perkara Pengujian Undang Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi, pada halam 17 , sebagai berikut :
Dari segi bahasa, frasa 'dapat mengadukan kepada majelis' dapat diartikan dengan berbagai makna seperti :
- mengadukan kepada Majelis
- mungkin atau memungkinkan mengadukan kepada Majelis
- tidak harus mengadukan kepada Majelis
Ini berarti, pasien yang merasa dirugikan akibat tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, baik yang menimbulkan cedera ataupun kematian, tidak diharuskan atau tidak diwajibkan mengadu ke Majelis Disiplin Profesi.
Pengaduan ke Majelis Disiplin Profesi hanyalah sebagai alternatif saja, bukan obligation ( kewajiban ), tetapi sekadar optional (pilihan ) saja.
Ketentuan di atas sebetulnya secara substansial tidak berbeda jauh dengan Undang Undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004Â yang sudah dicabut dengan terbitnya UU Kesehatan Omnibus .
Mari kita lihat.
Pasal 66 ayat 1Â berbunyi :
' Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia '.
Lalu, pada ayat 3 disebutkan :
' Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan '.
Menurut saya, walaupun pengaduan kepada pihak yang berwenang atau aparat penegak hukum (APH) Â tidak disebutkan lagi di dalam UU Kesehatan Omnibus, namun karena pasien tidak berkewajiban mengadu ke Majelis Disiplin Profesi, ia dapat saja melaporkan dokter atau rumah sakit kepada APH dengan dugaan tindak pidana ataupun menggugat kerugian perdata.
SCREENING SYSTEM