Dengan kata lain, apakah di dalam  Kontrak Terapeutik, kesembuhan dari penyakit, pemulihan dari kecacatan  atau berkurangnya rasa sakit/penderitaan pasien merupakan hasil dari tindakan medis/pelayanan kesehatan yang harus  dijamin oleh seorang dokter ?.
UPAYA,BUKAN HASIL
Dr. H.Desriza Ratman,SH, MHKes menyatakan :
Transaksi Terapeutik berbeda sama sekali dengan transaksi ( perjanjian ) pada umumnya, yaitu perbedaannya terletak pada objek perjanjiannya, dimana bukan hasil (output) yang menjadi tujuan utamanya suatu perjanjian ( resultaat verbintenis ), melainkan terletak pada upaya maksimal/proses yang dilakukan untuk kesembuhan pasien ( inspaning verbintenis )-
(Aspek Hukum Informed Consent dan Rekam Medis Dalam Transaksi Terapeutik, halaman 18)
Dr. Nasrun SH,Msc, menulis :
'Kontrak pengobatan juga dikenal sebagai Perjanjian Terapeutik , dalam bidang pelayanan medis atau kesehatan secara umum. Kontrak atau Perjanjian Terapeutik adalah Upaya Usaha Terbesar ( Inspanings Verbintenis ) oleh dokter  dan profesional kesehatan lainnya untuk mengobati, merawat dan mengedukasi dalam penyembuhan pasien untuk mendapatkan hasil yang terbaik, dan bukan memastikan hasil ( Resultaat Verbintenis ) akhir '
( Etika dan Hukum Kesehatan- Suatu Pendekatan Teori Dalam Berpraktik, halaman 23-24 , di bawah judul Hubungan Kontrak Terapeutik)
Pernyataan Desriza dan Nasrun di atas ternyata selaras dengan UU Kesehatan nomor 17 tahun 2023. Â
Pada pasal 280 ayat 1 ditegaskan bahwa dalam menjalankan praktiknya, tenaga medis harus melaksanakan upaya terbaik tatkala memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien pasiennya.
Sementara, ayat 2  menguatkan bahwa upaya terbaik ini tidak menjamin keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan.
Lantas, kenapa dokter tidak bisa menjamin kesembuhan pasien pasiennya ?.
Prof. Â Dr. Sutan Remy Sjahdeini,SH menjawab :
'Kesembuhan pasien bukan merupakan jaminan dokter. Dokter hanya berusaha memulihkan kesehatan pasien dengan melakukan tindakan medis dan mengobati pasien. Kesembuhan adalah hak prerogatif Tuhan. Oleh karena itu, kepastian mengenai terjadi kesembuhan pasien bukan jaminan dokter'
( Hukum Kesehatan Tentang Malapraktik Tenaga Medis, hal 93)
Kalau begitu, enak dong dokter. Sekiranya pasien yang diobatinya  tidak sembuh, dia bisa beralasan, bahwa dia tidak menjamin kesembuhan. Dengan demikian, dokter tidak bisa dituntut oleh pasiennya dan bisa seenaknya memperlakukan pasiennya. Tidak begitu...!
Kenyataannya, dokter bisa juga dituntut oleh pasien pasiennya.
Prof.Dr. Sutan Remi Sjahdeini, SH di dalam bukunya itu bahkan sampai menuliskan bab khusus tentang banyaknya tuntutan dan gugatan pasien terhadap dokter di Indonesia yang diduga melakukan malapraktik.
Beliau menyebutkan bahwa kasus kasus malapraktik yang muncul di masyarakat itu ibarat gunung es yang puncaknya sedikit muncul di tengah lautan. Artinya, banyak tetapi tersembunyi. Believe it or not !
Terakhir.
Konon, seorang pasien mengatakan kepada dokter yang mengobatinya, 'Dokter itu pekerjaan yang paling enak'
'Loh, kenapa begitu ?', tanya si dokter
Pasien berkata, 'Bagaimana tidak enak ?. Tuhan yang menyembuhkan penyakit pasiennya, tetapi dia yang mendapatkan duitnya'
Dokter menjawab santai, 'Kalau anda keberatan, silahkan saja anda langsung berobat ke Tuhan !'.
Salam sehat buat kita semua.