dr.Riki Tsan,SpM
Beberapa hari yang lalu, seorang ibu berusia 60-an tahun mengunjungi poli mata di sebuah rumah sakit di Bekasi tempat saya berpraktik. Sesudah melakukan pemeriksaan mata secara lengkap, saya mengajaknya berbincang bincang. Â
Saya sampaikan kepadanya bahwa kedua matanya menderita katarak dan satu satunya cara untuk mengatasinya ialah dengan operasi katarak.
'Saya bukannya gak mau dok', kata si ibu, 'Tetapi, tangan kanan saya masih bengkak setelah diurut oleh Mak Engkoh', ujarnya sambil memperlihatkan pergelangan tangannya yang memang terlihat agak memerah dan sedikit menggelembung.
Lalu, dia bercerita, beberapa minggu sebelumnya dia mengalami kecelakaan di jalan raya saat mengenderai motor. Ini kali kedua dia mengalami kecelakaan yang sama.
Pada kecelakaan pertama, tulang bahunya patah. Dia berobat ke Mak Engkoh, dan setelah diurut beberapa kali, tulang yang patah itu kembali normal. 'Hanya dielus elus saja', jawabnya sambil menyunggingkan senyum di bibirnya ketika saya bertanya bagaimana caranya Mak Engkoh mengobati penyakitnya itu.
Saya mengenang Mak Engkoh, sebagai seorang wanita lansia yang pendiam dan tinggal di sebuah kampung, di pinggiran kota Bekasi. Kebetulan, dia 'mantan' pasien katarak  yang pernah saya operasi di awal awal tahun 2023.
Di tengah tengah masyarakat, dia dikenal ( dan juga dipercayai ) sebagai 'dukun atau paranormal' yang piawai dalam menangani berbagai kasus patah tulang.
Pasiennya amat banyak dan rela mengantri menunggunya untuk bisa diobati. Khabarnya, sudah banyak orang yang terbantu dengan 'elusan' tangan Mak Engkoh ini.
Cerita soal Mak Engkoh ini mengingatkan  saya kepada seorang wanita paruh baya yang juga melakukan praktik pengobatan yang sama.
Dalam tayangan  video atau berita di media massa, wanita berkostum  kalimantan ini tampak melakukan praktik pengobatannya di tengah tengah ratusan atau ribuan orang yang  menontonnya secara 'live'  dan diliput serta dipublikasi oleh berbagai media.
Nama wanita itu, Ibu Ida Dayak. Saat itu, Ibu Ida Dayak  memang - seperti dikatakan oleh panglima TNI- diundang oleh TNI untuk membantu mereka dalam kegiatan bakti sosial TNI kepada masyarakat (https://nasional.kompas.com/read/2023/04/05/14541701/soal-pengobatan-ida-dayak-panglima-itu-bagian-dari-bakti-sosial-tni)
Keberadaan Ibu Ida Dayak ini segera saja viral dan menjadi isu percakapan nasional.
Banyak yang pro dan tak sedikit pula yang kontra.Â
Tentu saja, yang paling keras menyuarakan penolakan terhadap praktik pengobatan ala Ibu Dayak ini datang dari kalangan dokter, perawat dan insan insan kesehatan lainnya.
Setidaknya, mereka mempersoalkan 2 hal.
Pertama, mereka menganggap bahwa praktik praktik semacam ini dianggap tidak valid (sahih) dan tidak dapat 'dicerna' lewat penalaran medis. Bahasa kerennya, tidak berpijak  kepada  Evidence Based Medicine (EBM) atau pengobatan berbasiskan bukti bukti ilmiah, sehingga berpotensi mencederai pasien.
Kedua, mereka mempertanyakan bagaimana mungkin Pemerintah memberikan izin buat praktik praktik 'perdukunan atau para normal' yang 'tidak masuk akal' seperti ini.
Saya akan mencoba  'mengulik' seluk beluk di seputar praktik  Mak Engkoh, Ibu Ida Dayak dan praktik praktik 'para normal' sejenis lainnya dilihat dari 'kacamata'  Undang Undang Kesehatan Omnibus (UU Kesehatan) nomor 17 tahun 2023 yang baru saja disahkan oleh DPR dan diundangkan di dalam Lembaran Negara.
PENGAKUAN NEGARAÂ
Kini, Mak Engkoh, Ibu Ida Dayak dan 'bestie bestie' Â mereka bolehlah tersenyum lega. Pasalnya, keberadaan mereka telah diakui negara lewat Undang Undang Kesehatan Omnibus yang baru itu. Masa Iya ?.
Mari kita buka Bab VIII tentang Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Sumber Daya Manusia Kesehatan terbagi atas 3 jenis (pasal 197), yakni Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan dan Tenaga Pendukung atau Penunjang Kesehatan.
Yang termasuk di dalam kelompok Tenaga Medis  adalah dokter, dokter gigi beserta spesialis dan subspesialis masing masing.
Lalu, siapa saja yang termasuk ke dalam kelompok Tenaga Kesehatan ini ?.
Pasal 199 menyebutkan bahwa ada 11 kelompok yang dikategorikan sebagai tenaga kesehatan yakni orang orang yang memiliki profesi atau pekerjaan dalam bidang bidang berikut  ini, yakni psikologi klinis, gizi, keterapian fisik, keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, keteknisian medis, teknik biomedika dan........kesehatan tradisional.
Serta, kelompok tenaga kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menkes, diluar 10 tenaga kesehatan yang sudah disebutkan di atas.
Â
TENAGA KESEHATAN TRADISIONAL
Mari kita fokus kepada Tenaga Kesehatan Tradisional.
Pada ayat 12, masih dari pasal 199, diuraikan bahwa jenis Tenaga Kesehatan Tradisional ini terbagi menjadi Tenaga Kesehatan Tradisional Ramuan atau Jamu, Tenaga Kesehatan Pengobat Tradisional dan Tenaga Kesehatan Intercontinental.
Lalu siapakah yang disebut dengan Tenaga Kesehatan Tradisional itu ?.
Belum ada penjelasannya di dalam UU Kesehatan tentang hal ini, karena aturan turunannya masih akan disusun oleh Pemerintah. Namun, tak ada salahnya kita mengutip ulasan beberapa pakar hukum dan hukum kesehatan terkait dengan Kesehatan Tradisional.
Prof.Dr. Soekidjo Notoatmodjo, misalnya mengupas hal ini  di dalam bukunya  Etika & Hukum Kesehatan (2021), pada Bab khusus yang berjudul Etika dan Hukum Penyembuhan Tradisional ( halaman 184-197). Mari kita ikuti uraiannya.
Menurut Prof Soekidjo, Pengobat Tradisional adalah orang atau institusi atau pelayanan yang melakukan pengobatan tradisional. Pengobatan Tradisonal yang dikenal di Indonesia berasal dari 2 sumber yakni asli dari bangsa Indonesia ( bermacam macam dukun ) dan dari luar Indonesia seperti shinse dan akupunktur. Walaupun belakangan akupunktur sudah dimasukkan ke dalam pengobatan modern.
Singkat kata, Pengobat Tradisonal adalah siapa saja yang melakukan Pengobatan Tradisional.
Lalu, apa saja metode yang dilakukan di dalam Pengobatan Tradisional ini ?.
Prof.Soekidjo menulis ada 4 metode yakni dengan ramuan dan tumbuh tumbuhan, dengan sentuhan fisik ( seperti dukun patah tulang dll), dengan cara cara meditasi (pernafasan tenaga dalam dll) serta dengan cara spiritual ( mantera, doa dll)
Berangkat dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa praktik yang dilakukan oleh Mak Engkoh, Ibu Ida Dayak dan rekan rekan sejawat mereka yang melakukan praktik sejenis  dapat kita  kategorikan kedalam pengobatan tradisional  yang  menggunakan sentuhan fisik dan -mungkin juga - menggunakan metode spiritual ( do'a, mantera dll ).
Walhasil, Mak Engkoh, Ibu Dayak dan rekan rekan sejawatnya termasuk ke dalam Tenaga Kesehatan Pengobat Tradisional. Mereka tergabung di dalam Kelompok Tenaga Kesehatan Tradisional.
Dan  jangan lupa, Kelompok Tenaga Kesehatan  Tradisional  ini termasuk salah satu jenis Tenaga Kesehatan yang merupakan bagian dari  Sumber Daya Manusia Kesehatan seperti termaktub di dalam Undang Undang Kesehatan Omnibus yang baru.
Dengan demikian, semua terminologi yang menggunakan nomenklatur Tenaga Kesehatan di dalam UU Kesehatan ini, harus juga diberlakukan buat Mak Engkoh, Ibu Ida Dayat dan rekan rekan sejawat mereka.
Diantaranya, Tenaga medis dan Tenaga Kesehatan dapat melakukan praktik sepanjang dapat memenuhi syarat syarat perizinan untuk berpraktik (pasal 263).Â
Mereka juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melakukan praktik pengobatannya (pasal 273 ayat 1.a)
Â
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Pengakuan akan eksistensi Tenaga Kesehatan Tradisional ini rupanya sejalan dengan salah satu upaya kesehatan yang akan dijalankan oleh Pemerintah yakni Pelayanan Kesehatan Tradisional ( pasal 22, ayat w).
Para Tenaga Kesehatan Tradisonal ini tentu saja akan melakukan upaya kesehatan berupa Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Pada pasal 160, perihal Pelayanan Kesehatan Tradisional (PKT) ini diuraikan lebih rinci.
Pertama, berdasarkan cara pengobatannya, PKT terbagi atas 2 bagian yakni yang menggunakan keterampilan dan yang menggunakan ramuan.
Kedua, adapun PKT tersebut dilakukan berdasarkan kepada pengetahuan, keahlian dan atau nilai nilai yang bersumber dari kearifan lokal.
Ketiga, PKT dapat dilakukan di praktik mandiri, puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan tradisional,rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Dan, keempat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan Pelayanan Kesehatan Tradisional ini
Â
KESIMPULAN
Dari uraian panjang lebar di atas kita dapat menyimpulkan, bahwa  dalam pandangan UU Kesehatan no.17 tahun 2023 :
- Para Pengobat Tradisional (dukun, paranormal dll ) dapat dimasukkan ke dalam kelompok Tenaga Kesehatan Tradisional yang merupakan jenis dari Tenaga Kesehatan dan salah satu Sumber Daya Manusia Kesehatan yang akan menyelenggarakan upaya Pelayanan Kesehatan Tradisional.
- Para Pengobat Tradisional ini, - sebagaimana halnya semua kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan - memiliki hak untuk berpraktik selama memenuhi persyaratan dalam perizinan praktik serta mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan praktik pengobatannya.
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib bertanggung jawab memfasilitasi mereka untuk melakukan Pelayanan Kesehatan Tradisional di semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti  Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit dan lain lain.
Jadi, jangan ada lagi yang mempersoalkan kehadiran dan legalitas praktik Mak Engkoh, Ibu Ida Dayak dan rekan rekan sejawatnyanya. Mereka memiliki hak dan sah berpraktik di bagian wilayah manapun di negeri ini.
Boleh jadi, pada suatu waktu Mak Engkoh berpraktik di rumah sakit yang sama dengan saya. Kami jadi bisa saling share terapi. Saya mengobati atau mengoperasi matanya dan dia  menyembuhkan patah tulang pasien pasien saya.
Salam sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H