Mohon tunggu...
Riki Tsan
Riki Tsan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Mata

BERKHIDMAT DALAM HUKUM KESEHATAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dokter Bukan Tuhan yang Dapat Menjamin Kesembuhan!

8 Maret 2024   06:26 Diperbarui: 8 Maret 2024   06:50 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by dr.Riki Tsan,SpM- Mhs STHM MHKes V

Beberapa bulan yang  lalu saya melakukan operasi katarak terhadap seorang bapak yang berumur hampir 70 tahun di sebuah rumah sakit swasta di Bekasi. Bapak ini adalah mantan hakim yang pernah bekerja di Pengadilan Tinggi dan kini sudah memasuki masa pensiun.

Pada kontrol hari pertama setelah operasi, keadaan mata kirinya menjadi lebih baik, namun belum mencapai tajam penglihatan yang normal.  Saya berkata kepadanya ; 'Pak, saya mohon ma'af, hasil operasi belum sesuai dengan harapan bapak. 'Saya sudah berusaha sebaik baiknya'

Dengan sangat bijak si bapak 'mantan hakim' ini berkata, ' Tidak ada yang perlu dima'afkan, dok', ujarnya. 'Malah, sayalah yang harus berterima kasih kepada pak dokter. Keadaan mata saya sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Dokter sudah berusaha bersungguh sungguh mengoperasi mata saya dan memberikan perhatian dengan baik. Apalagi hubungan kita sudah seperti keluarga saja,dok '.

'Buat saya', lanjutnya, 'Ini saja sudah merupakan karunia yang amat berharga'.
'Tugas dokter hanyalah berusaha saja, biarkan Tuhan yang mengatur hasilnya... !!'.

--

Saya tertegun dan takjub mendengar ucapannya yang amat menyejukkan hati itu. Tugas dokter hanyalah berusaha saja, biarkanlah Tuhan yang mengatur hasilnya, kata kata ini terngiang ngiang kembali di benak saya ketika saya mengikuti salah satu mata kuliah Hukum Kesehatan di STHM Prodi MHKes Angkatan V yang membicarakan hubungan antara dokter dan pasien dalam pelayanan kesehatan.

Saya tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam dengan mengajukan 2 pertanyaan, apakah dokter tidak boleh menjanjikan kesembuhan terhadap para pasiennya?

Kalau memang tidak boleh, lantas apakah dokter  dapat dituduh melakukan malapraktik  atau dituntut secara hukum jika upaya atau penyembuhan yang dilakukannya ternyata tidak membuahkan hasil yang diharapkan, atau malah menimbulkan cedera dan kematian  ?

Simpan pertanyaan pertanyaan ini !. Kita akan 'mengulik' dulu bagaimana sebetulnya hubungan hukum antara seorang dokter dengan pasiennya.

 

KONTRAK TERAPEUTIK

Seperti apa bentuk hubungan hukum antara dokter dan pasien itu ?.

https://beritabuana.co/2022/11/20/mantan-hakim-agung-gayus-lumbuun-minta-presiden-beri-perhatian-khusus-masalah-hukum/
https://beritabuana.co/2022/11/20/mantan-hakim-agung-gayus-lumbuun-minta-presiden-beri-perhatian-khusus-masalah-hukum/

Pada tanggal 24 Februari 2024, Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H, M.H , menyampaikan mata kuliah Penyelesaian Sengketa Medik secara daring kepada mahasiswa STHM Program Studi Magister Hukum Kesehatan Angkatan V.

Di dalam mata kuliah tersebut. Prof. Gayus menuturkan bahwa hubungan hukum antara dokter dan pasien terjadi karena 2 hal yakni karena adanya perjanjian atau kontrak dan karena undang undang.

Hubungan hukum antara dokter dan pasien yang terjadi karena adanya kontrak ataupun perjanjian ini disebut dengan Kontrak Terapeutik.

Prof.Dr.Sutan Remy Sjahdeini,SH, di dalam bukunya Hukum Kesehatan Tentang Hukum Malapraktik Tenaga Medis, Jilid 1, pada halaman 162 menulis : 'Hubungan hukum antara Tenaga Medis (dokter) dan pasiennya menurut hukum disebut Hubungan Perikatan. Istilah Perikatan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Verbintenis.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Apakah yang dimaksud dengan Perikatan atau Verbintenis ini ?.

Masih dari halaman 162 di buku yang sama, disebutkan bahwa Perikatan adalah hubungan keperdataan yang berdasarkan hukum perdata antara dua pihak, baik antara orang perseorangan dan orang perseorangan yang lain...............

Dengan demikian, hubungan perikatan dokter dan pasien mengikuti kaidah kaidah Hukum Perikatan Nasional yang merujuk kepada Kitab Undang Undang Hukum Perdata Buku III tentang Perikatan ( Van Verbintennisen ).

Pada pasal 1313 KUH Perdata disebutkan : 'Suatu perikatan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih'.

Menurut pasal 1233 KUH Perdata, 'Tiap tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian maupun karena hukum/undang undang'.

' Hubungan hukum antara Tenaga Medis (dokter) dan pasien' -- lanjut Prof. Remy (di halaman 163) -- 'menurut hukum perdata adalah perikatan hukum yang khusus, yang disebut dengan  Perikatan Terapeutik'.

'Perikatan hukum diantara Tenaga Medis (dokter) dan pasien ini lahir baik karena atau bersumber dari hukum (undang undang) dan sekaligus juga karena adanya kesepakatan atau perjanjian tidak tertulis diantara dokter dan pasien mengenai pelayanan kesehatan '.

Prof. Gayus sendiri menggunakan terminologi Kontrak Terapeutik, yang menurut saya lebih tepat, karena merupakan terjemahan dari kata Therapeutic Contract  yang umumnya dipakai di dalam literatur berbahasa Inggeris.

Pertanyaan kita ialah apakah Perikatan Hukum antara dokter dengan pasien yang diistilahkan dengan Kontrak Terapeutik ini termaktub di dalam peraturan perundang undangan di Indonesia ?. Sependek yang saya ketahui, secara eksplisit istilah Kontrak Terapeutik tidak kita temukan di dalam aturan perundang undangan di Indonesia.

Namun demikian, Undang Undang Kesehatan (omnibus) nomor 17 tahun 2023 menyebutkan : 'Praktik Tenaga Medis ( dokter/dokter gigi ) dan Tenaga Kesehatan diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dan pasien berdasarkan prinsip kesetaraan dan transparansi ( pasal 280 ayat 4 ).

Menurut hemat saya -- mengacu kepada Prof. Remy - kata kesepakatan disini disepadankan dengan perjanjian, yang -- berdasarkan hukum keperdataan -- akan melahirkan Perikatan, dan kita menyebutnya dengan Kontrak Terapeutik.

Pertanyaan kita berikutnya adalah kapan Kontrak Terapeutik ini mulai terbentuk ?.

Prof. Gayus memaparkan bahwa Kontrak Terapeutik ini terbentuk ketika terjadi hubungan antara dokter dengan pasien yang dimulai dengan tanya jawab ( anamnesis ) antara dokter dengan pasien, yang kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik, dan  terkadang dokter melanjutkannya dengan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis seperti pemeriksaan radiologi, laboratorium ataupun pemeriksaan penunjang lainnya.

Adapun perikatan hukum antara dokter dan pasien yang lahir karena Undang - Undang  muncul disebabkan adanya kewajiban kewajiban yang dibebankan kepada dokter seperti termaktub di dalam berbagai peraturan perundang undangan. Misalnya, kewajiban dokter untuk menangani kasus kasus gawat darurat atas dasar kemanusian.


INSPANNING VERBINTENIS           

Prof.Gayus memaparkan bahwa ciri khas perikatan  antara dokter dan pasien di dalam Kontrak Teraputik ini adalah Inspanning Verbintenis. Apakah yang dimaksud dengan Inspanning Verbintenis ini ?.

Ontran Sumantri Riyanto, SH,MH,CHt,CMH, di dalam bukunya Pembentukan Pengadilan Khusus Medis, halaman 31- 32, menulis :

'Di dalam Hukum Perikatan, sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata dikenal ada 2 macam perikatan yaitu :

  • Inspannings verbintenis, yaitu perikatan berdasarkan daya upaya/usaha/ikhtiar yang maksimal untuk mencapai suatu hasil.
  • Resultaat verbintenis, yakni perikatan berdasarkan prestasi atau hasil kerja.

Dr.H. Desriza Ratman,SH,MHKes mengatakan bahwa ' Kontrak Terapeutik ( Perjanjian Terapeutik, yang terkadang disebut juga Transaksi Terapeutik) adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak'

( Aspek Hukum Informed Consent dan Rekam Medis dalam Transaksi Terapeutik, halaman 18 )

Beliau melanjutkan, 'Transaksi Terapeutik berbeda sama sekali dengan transaksi  atau perjanjian pada umumnya, yaitu perbedaannya terletak pada objek perjanjiannya, dimana bukan hasil ( output ) yang menjadi tujuan utama perjanjian ( resultaat verbintenis ), melainkan terletak pada upaya maksimal atau proses  yang dilakukan untuk kesembuhan pasien ( inspannings verbintenis ).

Ini berarti, pasien memberikan 'kepercayaan' ( trust ) sepenuhnya kepada dokter bahwa dokter akan berdaya upaya, berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien. Jadi, dokter tidak menjanjikan atau tidak menjamin pasien pasti sembuh.

Dengan perkataan lain, Kontrak Terapeutik merupakan hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan dokter dalam upaya mencari dan menentukan tindakan medis yang paling baik dan tepat. Objek pada Kontrak Terapeutik adalah suatu upaya untuk menyembuhkan pasien dan bukanlah kesembuhan pasien.

Prof. Gayus berkali kali menekankan pentingnya kita memahami tentang hal ini sekaligus menegaskan bahwa hakekat perikatan di dalam Kontrak Terapeutik itu sesungguhnya adalah inspanning verbintenis.

' Kalau dokter menjanjikan kesembuhan, itu tidak lagi lagi inspanning verbintenis dan bukan Kontrak Terapeutik. Dokter tidak boleh menjanjikan kesembuhan, sama seperti advokat/pengacara yang tidak boleh menjamin kliennya untuk  akan memenangkan perkara', demikian tutur Prof.Gayus.

Soal inspanning verbintenis ini, kita dapat menemukan landasan yuridisnya di dalam Undang Undang Kesehatan ( omnibus ) nomor 17 tahun 2023.

Pasal 280 ayat 1 berbunyi : ' Dalam menjalankan praktik, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan kepada Pasien harus melaksanakan upaya terbaik '

Sedangkan, ayat 2 menyatakan : ' Upaya terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan norma, standar pelayanan, dan standar profesi serta kebutuhan Kesehatan pasien.

'Upaya terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjamin keberhasilan Pelayanan Kesehatan yang diberikan' (ayat 3).

Ini berarti, walaupun seorang dokter itu sudah melakukan upaya terbaik sesuai dengan norma, standar pelayanan, standar profesi serta kebutuhan pasien, tetap tidak menjamin keberhasilan pelayanan kesehatan atau tindakan medis yang dilakukannya.

Mungkin kita bertanya bertanya kenapa seorang dokter itu tidak boleh menjamin keberhasilan pengobatan dan kesembuhan pasien ?.

Prof Gayus menuturkan bahwa , 'Kesembuhan pasien bukan merupakan jaminan dokter. Dokter hanya berusaha memulihkan kesehatan pasien dengan melakukan tindakan medis dan mengobati pasien. Kesembuhan adalah hak prerogatif Tuhan. Oleh karena itu, kepastian mengenai terjadi kesembuhan pasien bukan jaminan dokter'.

Menurut hemat saya, karakteristik antara satu pasien itu tidak sama dengan pasien yang lain,  yang mana dapat mempengaruhi kesembuhan penyakit  seperti faktor usia, keparahan penyakit, daya tahan tubuh, komplikasi penyakit, respon terhadap obat dan tindakan medis, ataupun munculnya faktor resiko yang tidak diketahui dan diperkirakan sebelumnya.

Juga termasuk ketersedian alat alat dan obat -- obatan  yang digunakan di dalam tindakan medis tersebut, serta -- yang tak kalah pentingnya- adalah kepatuhan pasien terhadap semua instruksi maupun petunjuk medis yang harus dijalankannya.

KESIMPULAN

Berangkat dari uraian panjang lebar di atas, sekaligus menjawab 2 pertanyaan di awal tulisan ini, kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut .

Pertama. Berdasarkan ciri inspanning verbintennis yang terkandung di dalam Kontrak Terapeutik, seorang dokter tidak boleh menjanjikan atau menjamin keberhasilan suatu upaya kesehatan yang dilakukannya kepada pasien pasiennya.

Kedua. Oleh karena upaya maksimal yang dilakukan dokter untuk kesembuhan pasien dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka dokter tidak boleh serta merta disalahkan ataupun dituduh telah melakukan malapraktik jika upaya maksimal tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan pasien.

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun