"Kamu bersikap seperti netizen," kataku. "Bertanya dan berasumsi. Yang paling bahaya adalah menyimpulkan sendiri dan mengambil itu sebagai kebenaran yang hakiki. Padahal kamu bisa saja mencari orang yang memang mempelajari sejarah atau arkeologi."
Lila tertawa. "Jangan lupa sejarah itu milik mereka yang berkuasa," katanya. "Tapi bener juga sih, aku mirip netizen. Aku membuat kemungkinan satu dan lainnya. Tapi seru, kan? Kita merasa menjadi Tuhan kecil dalam sepenggal kisah cinta Roro Jonggrang."
Kami tidak lagi melanjutkan diskusi tentang Roro Jonggrang. Tak juga membahas perilaku netizen. Kami berpandangan dan menyadari bahwa berbicara, seolah menjadi Tuhan atas kisah orang lain memanglah cukup menyenangkan. Dan itu memang harusnya berhenti sebagai cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H