Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ribuan Candi dan Kisah di Baliknya

25 November 2023   12:35 Diperbarui: 25 November 2023   12:38 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/ressyhelvicha

Aku tidak bisa menolak jika Lila sudah mengeluarkan jurus andalannya. Aku ingin mengulur waktu untuk menjawab. Kalau bisa menolak memberikan jawaban. Namun, tatapannya membuatku tahu bahwa dia memang menunggu jawabanku. Aku menghabiskan mieku terlebih dulu.

"Ayolah, Ri. Apa pendapatmu? Kenapa Roro Jonggrang mesti repot-repot bikin syarat begitu? Bukannya di masa kini dia hanya akan diingat sebagai cewek yang problematik?"

"Karena dia tidak punya pilihan lain selain menolak dengan halus," kataku asal saja. "Kamu tahu pada masa lalu perempuan tidak punya banyak pilihan. Tidak pula bisa menyampaikan isi hatinya dengan cara yang lugas. Mereka harus menolak dengan cara tertentu, misalnya mengajukan sesuatu yang muskil." Aku tertawa setelah mengatakan itu.

Menurutku jawaban itu adalah jawaban yang sangat paripurna baiknya. Pasti akan menghentikan tanya yang bisa saja akan diajukan Lila kemudian.

Sayangnya aku terlalu cepat bahagia. Lila ternyata malah mempunyai ide lain untuk mengajukan pertanyaan yang berbeda.

"Bukankah dia tahu Bandung Bondowoso itu punya kekuatan super? Katakanlah tidak ada hal yang tidak mampu dibuat Bandung Bondowoso. Jika Roro Jonggrang tidak berani menolak secara langsung, tapi malah melakukan kecurangan dengan membuat seolah-olah fajar sudah menjelang, bukannya dia justru melukai reputasinya sendiri?"

Aku terkekeh dengan istilah 'reputasi' yang dipilih Lila. Terlepas pada zaman itu 'reputasi' mungkin masih berupa konsep yang lebih sederhana, tapi kurasa dia sedikit berlebihan menggunakan istilah itu. Gengsi mungkin, ya? Atau malah harga diri? Entahlah. Namun, aku tahu banyak peperangan terjadi karena orang terlalu ingin mempertahankan atau membela harga diri. Toh, memang tidak ada manusia yang mau dilukai harga dirinya. Semua tentu pengin dipuja puji dan dihormati. Minimal tidak ada penghinaanlah.

"Atau jangan-jangan itu yang dicari Roro Jonggrang?" tanyanya lagi. Dia menunjukku dengan sendoknya. Aku bisa melihat ada sisa saus di sendok itu. Lila menyeringai dengan begitu lucu.

Aku memandangi Lila-ku. Kenapa sih dia selalu berpikir dan bertanya-tanya? Bukannya hidup ini akan lebih mudah dijalani kalau nggak overthingking kayak gitu? Aku menggeleng.

Lalu kutawarkan solusi praktis padanya. "Kalau kamu memang sangat ingin tahu, kenapa sih kamu nggak menelisik sejarah saja? Lagian kenapa coba mikirin dongeng di balik pembangunan seribu candi? Atau kamu mau ke Prambanan? Aku temani, yok! Kamu bisa mencari data di sana kalau kamu memang membutuhkannya."

"Aku lebih suka bertanya ke kamu," jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun