Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perkara Cinta

7 Oktober 2023   16:41 Diperbarui: 7 Oktober 2023   16:42 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nah, itu sama misterusnya dengan kenapa Vincent Van Gogh mengiris daun telinganya sendiri."

Mereka terdiam sejenak, saling pandang. Seseorang yang berbicara melalui robot putih berwajah kucing ini pasti menyenangkan kalau diajak ngobrol, pikir si lelaki. Dan mungkin si robot putih pun berpikir demikian.

Pembaca yang budiman. Meskipun ia membuat tokoh utama kita merasakan ada sesuatu di dadanya yang menyebarkan rasa hangat ke sekujur tubuh, tapi saya pikir terlalu dini untuk mengatakan bahwa itu adalah cinta. Jadi mari bersepakat untuk menyebut sensasi keterhubungan mereka sebagai afinitas. Karenanya mereka bisa akrab dengan cepat dan obrolan mereka riuh mengalir seperti sungai yang bisa mengisi ceruk mana saja yang ia lewati. Dan aliran, seperti siklus kehidupan, pada akhirnya akan membawa kita ke awal. Dalam konteks ini, maksud saya, adalah Raymond Carver.

Mereka terdengar serius sekali ketika membicarakan kumpulan cerpen What We Talk About When We Talk About Love karya Carver melalui perantara robot masing-masing. Seperti tokoh-tokoh dalam cerpen itu, mereka juga ikut-ikutan membicarakan soal cinta, di mana orang sering berselisih untuk mendefinisikan maknanya dan kebanyakan cenderung terjebak dalam pandangan yang biner antara cinta dan bukan cinta. Tapi apakah cinta dan bukan cinta adalah sesuatu yang bisa kita tarik dengan tegas batasan-batasannya?

Perempuan yang berbicara melalui robot kucing putih lalu bercerita mengenai sepasang suami istri yang bahagia. Hidup mereka bisa dibilang lengkap; mereka keluarga kelas menengah yang berkecukupan dan mereka memiliki seorang anak perempuan dengan wajah yang begitu damai seolah-olah tidak pernah tersentuh dosa atau kesulitan secuil pun. Keharmonisan rumah tangga mereka ibarat benteng kokoh yang masih akan tetap berdiri sekalipun dunia remuk.

Namun suatu hari, si istri tertarik pada lelaki lain di kantornya dan mereka sempat menjalin hubungan gelap. Saat itu, sang lelaki bahkan nekat untuk menemui suaminya dan memintanya agar menceraikan sang istri segera. Sebab aku bisa memberikan cinta yang lebih layak ketimbang kamu, kata si selingkuhan.

Ketika suaminya mengonfirmasi apakah sang istri benar-benar ingin mereka bercerai, sang istri jadi bimbang. Memang ia mencintai selingkuhannya. Tetapi ia sebenarnya ia juga masih mencintai sang suami.

"Cintanya pada sang selingkuhan memang memiliki sensasi yang berbeda dengan cintanya pada sang suami. Begitulah yang ia rasakan. Nah, kalau seperti ini kasusnya, patutkah kita mengakui salah satunya sebagai cinta sejati dan mengerdilkan perasaan yang lainnya? Bagaimana menurutmu?"

Begitulah, perempuan yang berbicara melalui robot kucing putih mengakhiri ceritanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bagi kebanyakan orang pasti bisa dijawab enteng saja.

Namun tokoh utama kita yang merupakan penyuka cerita-cerita sedih tampak memikirkan itu dengan serius. Bahkan setelah hujan mereda, lalu robot mereka pulang ke tempat masing-masing, ia masih tercenung dengan pertanyaan lawan bicaranya tadi.

Di rumah, sembari membaca cerpen What We Talk About When We Talk About Love, ia terkenang lagi akan perempuan yang kerap mengiriminya surat cinta melalui surel. Surat terakhir dikirim oleh perempuan itu saat ia sedang terinfeksi varian omega. Di akhir surat tersebut, ia menulis begini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun