Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sabrina dan Impian yang Semu

8 Agustus 2022   19:50 Diperbarui: 8 Agustus 2022   20:15 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabrina adalah satu-satunya gadis yang memiliki hasrat untuk menjadi pemain bola. Harus diakui, bukan hanya impian saja, kemampuan Sabrina dalam bermain bola juga sangat bagus. Bahkan, kemampuannya justru berada diatas teman-teman sebayanya yang kerap bermain bola dengannya itu. 

Sampai kadang-kadang teman-teman laki-lakinya itu melarang Sabrina untuk ikutan bermain sepak bola bersama, hal ini tentu membuat Sabrina bersedih sepanjang hari. Akan tetapi Sabrina tidak berputus asa, ia tetap merengek untuk ikut bermain sepak bola, walaupun sekedar menjadi penjaga gawang. 

Namun, orang-orang di sekitarnya menganggap Sabrina sebagai gadis yang aneh, di saat teman-teman perempuannya bermain boneka, Sabrina bermain sepak bola.

Hal ini menjadi stereotip yang menyebalkan bagi gadis seperti Sabrina. Bahkan karena cita-cita yang berbeda dari teman sebayanya itu, membuat Sabrina hanya sedikit mempunyai teman, hal yang lumrah terjadi ketika terdapat seseorang yang berbeda dari kebiasaan yang ada.

Bu guru Lastri pun sebenarnya sudah berulang kali memberikan pengertian kepada Sabrina bahwa kelak ketika dewasa, wanita yang baik itu adalah wanita yang harusnya banyak menghabiskan waktu di rumah saja, mengurus dan mendidik anak-anaknya. Sudah barang tentu jika cita-cita sepak bola yang diimpikan Sabrina itu merupakan impian yang aneh dan tidak cocok bagi kaum wanita.

Perkataan bu guru Lastri tersebut semakin membuat Sabrina merasa bingung. Mengapa perempuan tidak boleh mendapat perlakuan yang sama dengan laki-laki? Mengapa perempuan hanya bisa menonton dan memberikan tepuk tangan sebagai penghias tempat duduk kepada pemain sepak bola yang didominasi oleh laki-laki? Bukankah dari segi hak tidak ada beda antara laki-laki dan perempuan?

Pertanyaan-pertanyaan polis Sabrina tersebut membuat bu guru Lastri terdiam membisu. Oleh karena itu, bu guru Lastri melaporkan hal tersebut kepada ayahnya Sabrina. Alih-alih mendapat dukungan, bu guru Lastri malah mendapat jawaban yang mencengangkan.

Sejak jauh-jauh hari, Ayahnya Sabrina sudah tau apa yang dilakukan putri tercintanya itu. Ia pun memaklumi keinginan Sabrina tersebut sebagai hal yang lumrah dilakukan oleh gadis peralihan usia remaja menuju dewasa pada umumnya. 

Ayahnya percaya barangkali mimpi anaknya tersebut berubah menjadi seperti mimpi teman-teman perempuan lainya yakni menjadi guru, dokter, maupun perawat. Berbeda dengan Ayahnya, sang Kakak yang telah beranjak kuliah itu justru mendukung seratus persen apa yang menjadi keinginan Sabrina sang adik tercintanya.

Sang kakak menganggap bahwa keinginan Sabrina merupakan hal yang baru dalam kebiasaan di masyarakat yang seharusnya mengalami perubahan. Tidak lagi membeda-bedakan jenis kelamin dalam pekerjaan, dan memberikan ruang yang adil bagi perempuan.

Dengan begitu disparitas pembatas antara perempuan dan laki-laki dalam hal hak dan pekerjaan akan semakin menipis hingga tak berjarak. Sebagai bentuk dukungannya kepada sang adik, Kakak Sabrina seringkali membelikan jersey bola Manchester United lengkap dengan nomor pungung tujuh milik Cristiano Ronaldo pada adiknya itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun