Jika anak anda monolingual sejak lahir, maka usia 4-7 tahun adalah saat yang tepat untuk mengenalkan bahasa kedua ( second language). Pada usia ini pikiran anak masih terbuka mamakai bahasa sebagai sarana permainan. Anak pada umur ini menganggap bahasa sebagai kode dalam sebuah permainan. Dengan demikian ego anak tidak akan banyak tampil manakala orang tua mengoreksi kesalahan yang muncul. Mengapa? Karena anak menafsirkan koreksi orang tua sebagai “aturan bermain”, bukan sebagai serangan personal.
Dalam bukuRaising Multilingual Children: Foreign Language Acquisition and Children oleh Tracey Tokuhama-Espinosa 2001, usia 4-7 tahun adalah The Second Window of Opportunity. Ini terkait dengan timing kapan anda mengenalkan bahasa baru kepada anak. Menurut penulis buku ini, Windowtiming ini merupakan 1 dari 10 faktor penentu keberhasilan mencetak anak bilingual atau multilingual. Kalau proses mengajarkan anak menguasai bahasa baru diumpamakan sebagai memasak, timingini seperti bahan dasar utama. Ibarat gandum dalam pembuatan roti. Selengkapnya Timing & Window Opportunity secara keseluruhan sebagai berikut
- First Window 0-9 bulan
- A Half 9 bulan-2 tahun
- Second Window 4-7 Tahun
- Third Window 8 Tahun - Dewasa
Saya memulai mengenalkan Bahasa Inggris kepada anak saya ketika berumur 2 tahun 10 bulan. Secara teroritis tidak masuk ke window manapun. Namun dengan berjalannya waktu, ketika anak saya memasuki usia 3.5 – 4 tahun saya merasakan bahwa Timing & Window Opportunity ini sangat mempengaruhi proses.
Berdasarkan pengalaman mendidik anak saya berbahasa Inggris, mengajarkan perbendaharaan kata adalah tantangan tersendiri. Namun demikian metode permainan nampaknya sangat efektif mengatasi tantangan mengajarkan kosakata. Saya hanya memanfaatkan situasi bahwa Adel benar benar menganggap bahasa Inggris merupakan rule of the game untuk bisa senantiasa bermain dengan ayahnya.
Adel sehari hari diasuh oleh ibu mertua yang tinggal bersama kami. Sehari hari saya dan istri berkomunikasi dalam bahasa Jawa. Sesuai dengan stragegi yang kami pakai one person one language, Adel berbicara dengan ibunya menggunakan Bahasa Indonesia, dan berbicara Bahasa Inggris dengan saya. Sedangkan dengan Uti ( panggilan Adel untuk eyang putrinya), Adel sehari hari berbicara dengan Bahasa Indonesia.
Enam bulan sejak saya mengenalkan Bahasa Inggris, Adel terkadang kesulitan mengungkapkan pikirannya, karena keterbatasan kosakata Inggris. Adel selalu berhenti berbicara dan langsung bertanya manakala kesulitan mengungkapkan pikirannya karena kekurangan kosakata.. Sifat Adel yang ekstrovert dan terbuka membuat proses penambahan kosakata semakin cepat.
Pertanyaan selalu muncul ketika kalimat yang meluncur dari mulutnya belum selesai. Misalnya ketika melihat kambing Adel berkata,”I see a........Ayah Bahasa Inggrisnya kambing apa?”. Keaktifan Adel ini juga sangat membantu proses komunikasi yang kami lakukan sehari hari.
Pada fase inilah peran saya dalam memandu Adel berpengaruh sangat besar. Di rumah hanya saya yang mempunyai kemampuan memadai untuk membimbing Adel dalam berbahasa Inggris. Saya terkadang harus membuka kamus untuk memberikan jawaban yang akurat ketika Adel bertanya arti sebuah kata. Prinsip kehati-hatian dalam menjawab pertanyaan Adel sangatlah penting karena jawaban inilah yang akan melekat di benak Adel dan dianggap benar. Oleh karena itu manakala saya tidak yakin dengan kata yang ditanyakan, saya menunda menjawab dan selalu menengok kamus.
Setiap minggu ketika kami mempunyai mempunyai banyak waktu untuk bermain bersama, saya selalu mencari kosakata baru apa yang keluar dari mulut Adel. Dari waktu ke waktu saya selalu mencatat kosakata baru yang mampu Adel ucapkan dalam bentuk komunikasi dua arah. Dengan mencatat kosakata ini saya mampu memonitor perkembangan kebahasaannya. Selain itu pencatatan kosakata merupakan sarana bagi saya untuk mengawetkan perbendaharaan kata terebut dalam memori Adel. Caranya dengan menggunakan kosakata baru tersebut dalam sebuah percakapan yang terus menerus.
Misalnya ketika pada suatu hari Adel menanyakan bahasa Inggris dari kata gatal. saya kemudian mencatat dalam buku harian saya kata Itchy (gatal). Beberapa hari setelah itu saya berusaha membangun percakapan menggunakan kata Itchy. Misalnya dengan cara saya berpura pura menjadi kera yang selalu menggaruk badannya karena rasa gatal sambil berkata,”I scratch because I’m itchy”. Lambat laun kata ini akan masuk ke pikiran Adel sebagai perbendaharaan kata baru.
Semakin “cerewet” saya berinteraksi dengan bahasa Inggris semakin banyak kosakata baru yang diserap Adel. Semua proses kami lakukan dengan media bermain. Bahkan saya terkadang harus berlari lari untuk membuat Adel tertarik menghapal dan mengucapkan kata kata dalam bahasa Inggris. Suatu ketika saya minta Adel untuk mengucapkan fridge ( kulkas) dan seketika itu pula saya berlari dan memegang kulkas. Begitu seterusnya ketika saya meminta Adel melafalkan door, window, wall, saya berlari ke sana kemari memegang pintu, jendela dan tembok. Melihat saya berlari kesana kemari memegang benda benda yang disebutkan, Adel tertawa girang. Proses menghafal kosakata tidak terasa karena dibungkus dengan permainan.
Cara lain adalah dengan menerapkan suatu adagium “bagi anak, yang paling menarik dari orang tua adalah anggota tubuhnya”. Adagium itu saya dapatkan ketika mengikuti seminar parenting pada 23 November 2013 di sekolah Adel. Saya harus berperan seperti badut ketika menerapkan cara ini. Misalnya untuk mengajarkan kata riding saya harus berpura pura mengayuh sepeda. Saya menyuruh adel meneriakkan kata riding,swimming,taking a bath,cooking dan lain lain. Selanjutnya saya harus memperagakan semua aktifitas yang diucapkan Adel. Gerak tubuh saya ketika memperagakan masing masing aktifitas itu membuat Adel tertawa karena saya memasang muka lucu seperti badut.
Kali lain saya mengajarkan Bahasa Inggris dengan cara bermain bola plastik kecil berwarna warni. Bola plastik berwarna warni saya letakkan di keranjang. Saya berpura pura menjadi penjual dan Adel menjadi pembeli.
Saya menanyakan kepada Adel,” Which one do you like, the blue ball or the green ball ?
Adel menjawab,” The green ball”. Kami pun bertukar peran, Adel yang menjadi penjual dan bertanya,”Which one do you like Ayah?”. Dari proses bermain bola warna warni ini Adel belajar mengenal warna dalam bahasa Inggris.
Pada usia 3,5 tahun Adel mampu mengungkapkan pikirannya dalam Bahasa Inggris dengan kalimat kalimat sederhana.
Do you like chicken ?
What are you doing ?
Where are you ?
After Ayah takes a bath, play ya ?
Where is bobo ( boneka anjing dalmation teman tidurAdel)?
Ibu and Adel go, Ayah stay.
Namun demikian ketika usianya masih 3.5 tahun, Adel hanya mentransfer pikiran dari bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Adel masih menggunakan pola frase bahasa Indonesia (DM = diterangkan menerangkan) saat melontarkan kalimat Bahasa Inggris. Misalnya, alih alih mengatakan big tiger, Adel mengucapkannya tiger big.
Percakapan berikut terjadi ketika kami bermain peran berpura pura menjadi binatang di dalam hutan.
Adel bertanya,” Are you the tiger big?”
Saya menjawab,”No, I’m the small tiger”
Sedikit demi sedikit saya mengoreksinya dengan mengulangi pertanyaan Adel dan meminta Adel menirukannya dengan kaidah bahasa yang benar.
Adel mengulanginya,” Are you the big tiger?”
Saya menjawab,”No, I’m the small tiger”
Begitulah pengalaman ketika anak saya masih berusia 3.5 tahun. Sekarang Adel berusia 5 tahun 9 bulan. Tidak ada keterpaksaan dalam menjalani proses pembelajaran untuk Adel. Semuanya mengalir sebagai proses yang menyenangkan.
Rikho Kusworo,22 Mei 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H