Mohon tunggu...
Rikardo Sambulawa
Rikardo Sambulawa Mohon Tunggu... Editor - Penulis, Wartawan, Pegiat Sosial Media

Menulis selagi Bisa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memahami Manusai dalam Puisi "Debu Beterbangan" Karya Gerard N Bibang

30 Juli 2021   19:21 Diperbarui: 30 Juli 2021   19:24 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maksudnya adalah bawah kita harus melihat manusia dalam kemuliaannya sebagai mahkluk supernatural melalui sumber kebenaran teologis di Yerusalem dan untuk merangkul puncak keagungan manusia alami yang berasal dari sumber kebenaran filosofis di Athena.

Newman selanjutnya menjelaskan bahwa pembelajaran sakral dan profan "bergantung satu sama lain, korelatif dan saling melengkapi, bagaimana iman bekerja melalui akal, dan akal diarahkan dan dikoreksi oleh iman."

Hanya dalam pemahaman komprehensif dan holistik inilah, penikmat sastra mampu memamhi dan secara pribadi menyatukan dirinya dengan puisi yang ditulis penyair yang menabiskan dirinya sebagai petani humaniora Gerard N Bibang berjudul "Debu Beterbangan".

Puisi ini merupakan buah refleksi panjang sang penyair yang kemudia dapat diasosiakan dengan pribadi masing-masing pembaca bahwasannya manusia adalah homo corporis yang sungguh tak berdaya untuk memahami dirinya, sehingga harus bergantung sepenuhnya pada Misteri Ilahi mengungkap tabir tentang dirinya.

Dalam larik-larik "homo corporis itu
makhluk bertubuh
di dalam pekan-pekan sunyi
ia duduk tepekur bertanya kepada dirinya sendiri:
apa arti sebuah tubuh jika pada akhirnya harus mati
berkubur sunyi, tangis?", pembaca dapat memahami sebuah kegaluan akut manusia yang bertanya ihwal keterbatasan raga (tubuh-materi) yang toh pada akhirnya menyerah pada takdir, kematian.

Dalam tanyanya, manusia sebagai makluk berperasa dan berintelektual, ia lalu menerima jawab bahwa tubuh hanyalah sarana menuju keabadian. Bahwa raga akan rapuh pada waktunya.

Lebih jauh, sebagai makluk yang diberi fakultas intelektual untuk merenung dan berpikir, manusia mampu menilai moralitas sebuah tindakan dan niat hatinya, juga alam pikirannya.

Dalam puisi karya petani humaniora Gerard N Bibang, penyair membawa manusia pada titik untuk menyimpulkan bahwa tubuhnya harus dipakai sebaik-baiknya untuk membawanya ke alam keabadian, bukan pada kenikmatan yang fana semata.

Selamat menikmati puisi karya Gerard N Bibang berikut ini. Selamat menjalani masa-masa hening menyonsong pekan suci.

Debu Beterbangan

Oleh: Gerard N Bibang*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun