Membenarkan hal tersebut, dalam diskusi yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pusat, ditemukan bahwa upah yang diterima perawat sangat beragam, bahkan ada yang di bawah Rp 1 juta per bulan, kasus ini ditemukan di wilayah yang jauh dari ibukota yaitu di daerah seperti Maros dan Ternate. Begitu juga para dokter dan tenaga kesehatan lain, masih banyak yang dibayar sangat minim.
Lantas, harus sampai kapan hal ini terjadi tanpa solusi yang efektif?Â
Kondisi Nakes yang Perlu Diperhatikan
Mengenai ketimpangan, bukan saja nakes yang berada di sekitar kita yang perlu diperhatikan, tak terkecuali, nakes yang berada di Indonesia Timur. Kementerian Kesehatan dalam hal ini sebenarnya sudah menjalankan program Nusantara Sehat yang diharapkan dapat menjawab persoalan ketimpangan dan pra-kesejahteraan yang terjadi.
Namun, kembali lagi terhadap persoalan pra-kesejahteraan nakes. Selain upah yang kurang layak, fasilitas Kesehatan yang tidak memadai, mengabdi di wilayah yang terpencil dan tidak memiliki akses sangat perlu digarisbawahi.Â
Ditambah lagi, ancaman kehilangan nyawa terus membayangi bagi para nakes yang akan melayani masyarakat di wilayah yang terkena konflik seperi di Irian Jaya yang harus berhadapan dengan gerakan separatis KKB. Bayangan tersebut memicu dorongan para nakes untuk menghindari wilayah-wilayah tersebut dan memilih untuk menetap di perkotaan dan bahkan merantau ke Ibukota.Â
Lantas, Mengapa dalam hal ini wilayah Timur Indonesia perlu diperhatikan? Hal ini merujuk rilis data dari kementerian kesehatan yang menyebut bahwa banyak wilayah di Indonesia Timur yang belum memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal. Wilayah ini tentu merupakan korban ketimpangan yang terjadi. Seperti di wilayah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Bengkulu. Bahkan, puskesmas di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara yang memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar pemerintah masih kurang dari 20 persen. Kondisi paling parah terjadi di Papua karena hanya memiliki 8,6 persen puskesmas yang sesuai standar. Kondisi itu kontras dengan wilayah lain, seperti Jawa, di mana rata-rata lebih dari 50 persen puskesmas sudah dilengkapi dengan sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai kriteria.
Selain penyediaan fasilitas kesehatan yang tidak lengkap, ketimpangan yang terjadi di puskesmas, rumah sakit daerah di Indonesia timur itu juga terlihat dari jumlah dokter, perawat dan nakes lain yang sangat minim.
Wilayah Indonesia timur menempati peringkat teratas dalam hal kriteria kurangnya tenaga kesehatan. Khusus dokter, di tiap puskesmas di wilayah Papua, Maluku, Papua Barat, Malut, Sultra, Gorontalo, NTT, Sulbar, Kalteng, dan Sulteng sangat minim. Kondisi paling parah terjadi di Papua, di mana 42,6 persen puskesmasnya tanpa dilayani dokter.
Selain itu, status ketenagakerjaan juga menjadi variabel yang menyebabkan minimnya jumlah tenaga medis. Beberapa di antaranya merupakan pekerja kontrak dengan upah rendah yang belum mendapat kepastian tentang pengangkatan sebagai calon pegawai negeri sipil. Padahal, menjadi CPNS PPPK adalah harapan bagi nakes untuk mendapatkan upah lebih baik, selain itu dapat dengan mudah diberikan kesempatan beasiswa dan kesejahteraan bagi keluarga nakes.Â
Di sisi lain, faktor ketersediaan fasilitas kerja juga menjadi pertimbangan tenaga kesehatan untuk mengabdi di suatu daerah. Misalnya di wilayah terpencil yang tentu memerlukan peralatan medis yang sama seperti di kota, belum tentu suatu wilayah dapat memenuhi hal tersebut. Sebagai profesi mulia, pengabdian ini harus didukung dengan ketersediaan peralatan yang memadai.Â