Mohon tunggu...
Rika Salsabila Raya
Rika Salsabila Raya Mohon Tunggu... Lainnya - Jurnalisme dan ibu dua anak

Pernah bekerja sebagai Staff Komisioner Komnas Anak dan Staff Komunikasi di Ngertihukum.ID

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Citizen Journalism: Marak Tren Gestun di Indonesia

7 Februari 2024   21:37 Diperbarui: 8 Februari 2024   05:18 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika ditanya lebih dalam mengenai skema Gestun, ternyata praktik Gestun ini diawali oleh sekelompok orang yang bekerja di startup besar di Indonesia. Dengan demikian, tren gestun ini sudah lama. Saat ditelisik melalui situs X, praktik ini sudah menjamur bahkan saat ebelum pandemi yang didukung maraknya pembayaran menggunakan metode paylater. 

"Orang-orangnya gak sembarangan (orang yang mengawali jasa gestun), akhir tahun 2017-2018 kalau gak salah di Twitter terus muncul di Facebook. Praktik Gestun ini awalnya kartu kredit aja. Mulai jalanin beberapa orang, mulut ke mulut akhirnya banyak yang belajar. Terus paylater itu mulai ramai. Mereka ini kasih tahu kalau bisa diakalin dengan cara kaya gini. Uang dapet dan gak rugi asal sepakat." 

Menelisik dari omongan narasumber, praktik Gestun ini hadir karena kebutuhan yang mendesak terkait uang. Misalnya, seseorang sedang membutuhkan uang. Ketika sangat butuh uang cepat, aplikasi sejenis paylater bisa digunakan. Bila beberapa aplikasi paylater menawarkan pembelian barang yang dapat dicicil, maka disini pihak jasa gestun bekerja. Penyedia jasa gestun dapat dengan segera menawarkan jasa nya, hanya dengan memerintahkan pengguna jasa gestun untuk membeli barang yang "fiktif" di aplikasi paylater seperti Shopee, Traveloka, dan lain-lain. Lantas, apa yang harus dilakukan setelahnya? 

Seperti yang tadi sudah dituliskan, skema gestun memang terstruktur. Pengguna jasa harus sigap menggunakan metode pembayaran paylater di akun masing-masing. 

N melanjutkan bahwa membeli barang "fiktif" Sejumlah limit yang ingin digunakan harus diikuti para pengguna jasa. 

"Ketika sudah checkout barang, maka penyedia jasa mendapatkan uang dari aplikasi paylater. Bentuk uang ini yang nanti ditransfer kembali ke pengguna jasa gestun." Ungkap N. 

Apakah jumlahnya sama dengan pembayaran sebelum checkout? Tentu tidak, karena terdapat biaya jasa dimulai dari 20 ribu, 50 ribu bahkan ratusan ribu. Saat ditelisik, semakin besar jumlah uang yang diperlukan maka semakin besar jumlah potongan yang diterima oleh penyedia jasa gestun. 

"Kalau saya biasanya motong 50 ribu, misal ada yang ambil limit 500 ribu. Jadi kirim ke dia 450 ribu. Pernah ada yang ambil limit 10 juta, kita ambil 500 aja", sambung N melalui pesan X. 

Praktik ini jelas menjaring banyak kalangan muda yang dikatakan memiliki kebutuhan tersendiri. Tak sedikit yang menggunakan jasa gestun bukan saja dari satu, dua aplikasi melainkan banyak aplikasi. Ketika memainkan sistem jual-beli ini dengan alasan yang sepele, maka terdapat konsekuensi yang harus pengguna-penyedia jasa lalui. 

Jangan Berbicara Hukum

Praktik Gestun jelas ilegal, upaya menghadirkan barang fiktif, pembayaran di luar aplikasi dan penawaran jasa yang tanpa hitam-putih akan melahirkan kerugian di kemudian hari. Pengguna jasa gestun jelas memiliki ancaman terkena penipuan dan penyebaran data pribadi yang sangat mengancam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun