Semakin hari, tindakan ini mulai mengalami peningkatan partisipasi dari 20.000 orang menjadi 2,3 juta dalam dua bulan, menuntut pemakzulan Presiden. Gerakan akar rumput dengan cepat mendapatkan dukungan dari serikat buruh nasional dan partai politik, menyatukan hampir seluruh institusi politik melawan faksi sayap kanan yang dipimpin Park.Â
Proses pemakzulan secara resmi disetujui di Majelis Nasional pada tanggal 9 Desember 2016, namun gerakan ini terus menyoroti beberapa contoh korupsi dan pelanggaran besar lainnya dalam sistem politik dan ekonomi Korea Selatan.
Kekuatan Revolusi Cahaya Lilin berasal dari kombinasi terukur antara penjangkauan komunitas, penggunaan media sosial yang cerdas, dan pengorganisasian relasional yang telah menghasilkan salah satu perubahan terbesar pada budaya politik Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir.
Grassroots Movement, seperti yang diketahui, dapat bersatu di sekitar seseorang atau dikarenakan suatu gagasan yang dimulai oleh paslon, hal ini menjadi ciri utama bahwa setiap masyarakat di suatu negara memiliki selera tersendiri dalam menerima gerakan yang dibuat oleh paslon.
Di Indonesia misalnya, Grassroots ini yang didominasi oleh masyarakat cluster bawah tentu lebih memilih jenis kampanye yang bertema hiburan atau yang berhubungan soal kebutuhan sandang-pangan.
Tak jarang, banyak paslon baik di tingkat kecil seperti pemilihan kepala desa dan sampai tingkat paling tinggi seperti kampanye capres-cawapres, melakukan kampanye besar-besaran dengan menghadirkan artis papan atas ibukota, disertai panggung dangdut yang besar, tak sedikit yang juga memberikan kebutuhan sandang pangan dengan dalih tebus pangan murah. Grassroots tingkat bawah jelas lebih memilih kampanye seperti ini dibandingkan dengan diskusi publik dan kampanye yang seakan mengincar golongan tertentu, golongan terpelajar misalnya.Â
Metode kampanye yang dilakukan oleh tiap paslon maupun caleg dari partai-partai mulai gencar menginvasi para grassroots ini, di tingkat paling tinggi, strategi kampanye juga menjangkau perihal konsumsi hiburan di tengah masyarakat. Pak Prabowo-Gibran contohnya, menghadirkan tarian yang disanjung dengan kesan "gemoy", hal ini sebenarnya bertujuan untuk menarik suara kaum muda yang memang memiliki letak dominasi pemilih di pemilu saat ini.Â
Pemanfaatan teknologi juga menjadi suatu kriteria yang lazim digunakan saat ini. Alih-alih mengincar orang tua, para paslon yang menggunakan teknik kampanye seperti pak Prabowo-Gibran jelas ingin menjangkau segmen generasi muda yang aktif melihat sosial media yang dijadikan alasan hiburan di tengah penat.Â
Lain lagi dengan pak Anies yang dianalisis masih belum menggunakan strategi grassroots movement, cara konvensional seperti turun ke masyarakat dengan membawa metode seperti yang dijelaskan di atas, pak Anies lebih memilih untuk membuka dialog publik, diskusi dengan anggota tertentu di kelas masyarakat, seperti mahasiswa. Sebenarnya sah-sah saja, tapi apakah relevan dengan grassroots di Indonesia?Â
Lantas, grassroots yang merupakan warna di tengah musim pemilu saat ini memiliki kekuatan yang dapat mengganggu norma-norma yang ada dengan cara yang tidak mungkin dilakukan di masa lalu, misalnya muncul protes yang menggunakan sosial media yang menjalar lebih cepat dibandingkan metode konvensional.Â
Oleh karena itu, memanfaatkan grassroots memerlukan strategi yang terarah dan kompleks. Grassroots efek sudah jelas menginginkan keberpihakan paslon terhadap masalah-masalah di tengah masyarakat terutama persoalan ekonomi dan keamanan masyarakat.