Dua hari belakangan, Nur memikirkan sang suami di perantauan. Menjelajah pulau Borneo dengan alasan mencari uang demi Nur dan si kecil, Adam. Tapi entah mengapa, perasaan malam ini berbeda, mengapa mas Anjar tidak seperti biasanya?Â
-----
Suaminya itu, Mas Anjar. Nur hanya bisa berbisik dalam hati:"mas Anjar disana itu benar tidak selingkuh atau memang kecurigaan ku selama ini benar?".Â
Malam itu ia kembali membuka handphone miliknya, sembari menemani si Adam tidur. Tubuh Nur menggigil tanda ada yang tak beres. Dua menit kemudian setelah buka Facebook dengan 1000 pertemanan itu, sebuah pesan masuk dari Annisa. Perempuan tanpa hijab dengan foto senyum manis mengirimkan sebuah foto sembari bertanya, "Ini isteri mas Anjar bukan ya?, tolong dijawab".Â
Tangan seperti gatal dan kebas dalam satu waktu. Nur mulai membuka pesan itu dan berapa kagetnya dia melihat Mas Anjar berciuman dengan sosok perempuan berambut panjang dengan daster merah. Terlihat seperti di sebuah penginapan murah dan Nur langsung panas seketika.Â
"Kamu ini siapa?", tanya Nur.Â
"Jangan marah mba, saya cuma ingin menyampaikan bahwa suami mba ada main dengan teman saya. Di foto bukan saya dan perempuan itu bernama Lina, kerja di Pabrik X".Â
Hati Nur panas bukan kepalang, telinga sudah mengeluarkan asap dan sekali lagi, tangan itu rasanya gatal ingin langsung menelepon si Anissa.Â
"Kowe bersedia ta telpon, mbak?", Nur bertanya.Â
" Tidak, mohon selesaikan dan cuma ini informasi dari saya", Annisa langsung memblokir Facebook Nur.Â
Nur langsung menelpon suami tercinta, tak ada jawaban dan malam itu yang sudah menunjukan pukul 1 pagi, Nur hanya mengisinya dengan tangisan dan umpatan dalam hati.Â
"(Massss, kamu tuh jahat. Kamu memang memberikan nafkah selama ini tapi bukan nafkah yang saja yang harus ku terima. Ini tidak adil buatku dan Adam)" ---Nur berbicara dalam hati.Â
Tak lama, Nur kembali membuka pesan dengan foto ciuman suaminya. Ia memandangi ekspresi mereka berdua, sebuah ciuman yang khidmat karena terpancar aura nafsu di antara mereka. Nur kembali bernafsu, bukan karena ciuman itu tapi nafsu ingin mencaci maki keduanya.Â
Tapi,Â
Di satu sisi ia mengingat bahwasanya saat pacaran dulu dan melakukan zina berciuman itu, Nur juga memiliki ekspresi yang sama seperti perempuan dalam foto. Muka nafsu dengan tanda meram pelupuk mata disertai bibir yang beradu dengan si pria. Malam itu ia kembali mengingat, apakah memang antara perasaanku dan perempuan ini sama?Â
Aku di malam dahulu merasakan kenikmatan hakiki cinta yang disertai nafsu memuncak bersamamu.Â
AtauÂ
Dia yang mungkin hanya merasakan nafsu daripada cinta?Â
Pertanyaan selanjutnya muncul,Â
"Apakah ciuman hanya soal beradu fisik tanpa memerlukan ikatan cinta?, apa perbedaan rasa antara ciuman dengan cinta dan dengan nafsu?",Â
----
Sembari menangis, Nur kembali kuat karena melihat Adam di sampingnya.Â
"(Mas Anjar, bagaimanapun engkau jauh dan tak mungkin mengerti perasaanku saat ini. Jangan salahkan aku untuk menjadi dirimu dengan perempuan itu. Aku, ciuman, tanpa cinta layaknya seperti kita)".Â
Nur berhenti menangis dan berhenti berharap mas Anjar dapat menghubungi dirinya segera pasca foto tersebut dirilis di hidupnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H