Sebuah poster film muncul di pandangan saya, memperhatikan sejenak diiringi rasa penasaran. Mengapa harus menampilkan potret seorang anak, pesawat kertas dan jeruji besi di sekelilingnya? Sebagai perempuan, sifat keibuan saya tergerak. Senja bulan Februari di Jakarta, saya putuskan untuk menonton film dokumenter ini. Dua kata di awal dan akhir, Menyedihkan-Mustahak!
Sinopsis
Film pertama di Indonesia yang mengungkapkan tentang kehidupan memprihatinkan anak-anak yang lahir dari ibu narapidana yang terpaksa hidup dan menjadi korban terselubung di balik jeruji penjara Indonesia.
-----
Sutradara: Lamtiar Simorangkir
Produksi Lam Horas Film, di dukung oleh Kedutaan Besar Swiss dan Kedutaan Besar Norwegia.
-----
Sebuah Kritik:
Sebagai seorang perempuan yang hidup di Indonesia, film dokumenter Invisible Hopes cukup membuat saya tersentuh. Rasa sedih campur aduk dengan marah. Bukan maksud melebih-lebihkan tapi film ini berhasil membuktikan dengan patut atau 'mustahak' bahwa pelaksanaan hukum di Indonesia belum bergairah sekaligus patut ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan realita yang disajikan dengan ornamen warna tak terlalu silau sedari awal, hal itu masih belum bisa membuat setiap potongan gambar terasa nyata. Saya sebagai penonton awam yang suka nonton film dokumenter, sejujurnya mengalami rasa campur aduk di dua-tiga menit pertama. Dengan kondisi bioskop yang dingin, adegan mulai mengalir dengan layak menampilkan dialog para perempuan yang menghuni lapas khusus perempuan. Kata-kata umpatan yang disematkan di dalam tiap adegan sangat ciamik. Sayangnya, ekspresi dari mimik para puan ini kurang begitu ditampilkan. Bagi saya pribadi, film dokumenter sangat mengandalkan realita yang valid dibarengi tampilan semestinya. Mungkin dimaksudkan dingin dan suram dan hal itu saya nilai hanya sekitar 75 persen saja. Hal ini cukup membuat saya sedikit tersenyum.