Namun, ada satu hal yang membuat penilaian saya terhadap kinerja Puskesmas dalam hal ini agak berkurang yakni, hasil PCR baru keluar di tanggal 25 Juli padahal seharusnya 16 Juli, terhitung 10 hari di masa isoman kami se-rumah. Saya dan adik positif Covid-19, bagaimana nenek saya? NEGATIF. Entahlah, begitu yang terjadi. Selama isoman, saya tidak dapat pelayanan Kemenkes via Telemedicine seperti aplikasi Getwell setelah dosen saya memberikan saran. Tidak ada SMS konfirmasi dari Kemenkes, itu masalahnya! Hanya obat yang diberikan Puskesmas dan vitamin yang diberikan orang terdekat yang menjadi penolong saya.
4. Apa Hal Baiknya?Â
Saya bersyukur dikelilingi orang-orang baik dengan memberikan support luar biasa bagi saya dan ibu. Termasuk mereka yang selalu menanyai kabar, peduli terhadap saya dan ibu. Terima kasih tak henti kepada invidu, ikatan Alumni UIN (IKALUIN), yayasan kampus STF UIN Jakarta, yang memberikan support biaya obat/vitamin dan makanan serta mereka para nakes terkhususnya Br. Dzu dan Ners. Bagus serta dokter Alfred di Puskesmas Jagakarsa dan nakes di IGD tempat ibu saya dirawat. Â
Mereka semua orang baik dan saya mendoakan mereka semua. Saya jadi belajar, intropeksi, dan sekarang tugas saya adalah menasihati, mengarahkan orang-orang di sekitar saya mengalami hal seperti ini. Saya termasuk yang ketat melindungi diri dari virus sedari tahun 2020, 5M sudah pasti namun mobilitas saya yang nakal, sebelum PPKM saya 2-3 kali mengunjungi Mall di daerah Pejaten dan sempat-sempatnya ke Resto/cafe bersama orang terdekat.Â
Â
5. Hal Terakhir Sebelum Penutup?Â
Setelah selesai Isoman di tanggal 27 kemarin dan melakukan antigen, saya telah pulih dan wajib jaga diri. Imun saya masih suka turun, obat masih harus saya habiskan, nafas tidak sepanjang dulu, aktivitas di luar saya hentikan total. Saya punya trauma tersendiri yang mempengaruhi mental saya seperti serangan panik dan takut melihat kabar Covid-19 termasuk jam tidur yang kacau. Saya juga dikelilingi oleh orang-orang keras kepala yang anti-vaksin dan menyebut pelayanan kesehatan adalah ladang bisnis semata. Mereka orang terdekat saya, keluarga saya dan para tetangga saya.Â
Tetangga saya yang berbeda wilayah RT mengaku bahwa sang RT melarangnya untuk melaporkan kasus Covid-19 kluster keluarga yang dialami dan menyuruh untuk diam di rumah. Padahal, bila hal ini terjadi sang RT/Kader dapat dicopot oleh Lurah wilayah. Saya sudah mengonfirmasi dengan orang Puskesmas berkaitan dengan hal ini. Saya hanya ingin bilang, kalian harus merasakan dulu terkena Covid, ditolak sepanjang malam melebihi ditolak pasangan dan kekurangan bantuan obat-makanan karena sifat takabur tersebut.Â
Saya sebagai mahasiswa juga mengingatkan ke rekan mahasiswa lain, bahwasanya teriak dan unjuk rasa anti Covid tidak menyelesaikan masalah dan justru meninggalkan masalah yang baru. Solusinya bukan itu, maksud saya.
-
_
Akhir kata, terima kasih.
Hanya kata itu yang sangat syahdu dan sakral kepada Allah SWT, teman-sahabat, saudara, orang terdekat di hati dan mereka yang mengasihi karena memberi bantuan juga pemerintah, semoga pelayanan terhadap rakyatnya kembali dikaji dan diperbaiki.
Trauma adalah kata selanjutnya yang menandakan saya sebagai penyintas dan tidak ingin hal ini terjadi ke kamu, kalian dan semuanya. Tetap bahagia, jangan takut, berdoa karena menjadi 'hamba' serta minta bantuan adalah rumus sembuh dari Covid-19 sial ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H