Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tips Mengelola Keinginan Berbelanja

9 Maret 2023   07:40 Diperbarui: 11 Maret 2023   10:01 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbelanja seharusnya berdasarkan kebutuhan dan bukan berdasarkan keinginan. Namun, siapa sih yang nggak seneng lihat-lihat barang-barang lucu di Mi***o? Dari cuma lihat, sentuh, akhirnya masuk juga ke keranjang belanja. Waktu sampai di kasir kita ditanya,

"Mau bayar pakai apa, Pak atau Bu?"

Otak pun mulai berputar mencari alternatif pembayaran. Lebih baik membayar secara tunai atau berutang pakai kartu kredit atau fitur menunggak lainnya?

Dari contoh kasus di atas kita tahu bahwa

Kebutuhan bisa diciptakan.

Dan ini menjadi alat untuk membenarkan prinsip bahwa berbelanja itu adalah berdasarkan kebutuhan (yang baru diciptakan 1 menit sebelum tiba di kasir, atau yang baru ada nanti, nanti, nanti, entah kapan, pokoknya beli dulu barang yang MUNGKIN dibutuhkan itu), dan bukan berdasarkan keinginan.

Jika kita begitu lihai membuat strategi untuk pembenaran diri, maka apa yang bisa menahan kita dari berbelanja yang tidak perlu dan berlebihan?

Isi rekening bank kita, Ibu-ibu.

Tiada lain, tiada bukan, hanya isi rekening kita yang menentukan kita bisa belanja seberapa banyak dan seberapa sering.

Isi rekening bank adalah cerminan kemampuan kita memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berbelanja.

Sebagai sebuah cerminan, jika isi rekening bank hanya X, jangan berharap bisa berbelanja X+1. Meskipun ada "fasilitas" yang bernama kartu kredit, pay later, dan lain-lain, ingatlah bahwa itu semua bukan hibah yang membuat hati senang dan berangan-angan uang bisa dipetik dari pohon laksana daun. Itu sih halu....

Semua utang harus dibayar. Berutang sekarang akibat berbelanja tetap harus dibayar. Jika isi rekening adalah X dan pada bulan ini kita berbelanja sebanyak X+1, maka bersiaplah mendapatkan isi rekening yang hanya X-1 untuk mengkompensasi si pasak yang lebih besar dari tiang pada bulan sebelumnya.

Bagaimana menahan keinginan berbelanja yang sering tiba-tiba gragas seperti melihat deretan piring makanan di restoran padang?

Saya akan memberikan tips yang sebenarnya kita semua sudah tahu, hanya pura-pura tidak tahu karena saat ini kondisi finansial masih memungkinkan kita berbelanja sesuai keinginan.

PAGI CASH, SORE FLOW

Pernah dengar istilah cashflow, kan? Iya, ini tentang aliran uang kas dan juga sebuah anekdot di antara para budak korporat (di mana saya pernah tergabung selama bertahun-tahun).

Pagi cash, sore flow.

Gaji itu hanya mampir di rekening bank.

Di kantor saya yang terakhir gaji selalu ditransfer pada tanggal 27 pagi setiap bulannya. Pagi gaji masuk ke rekening (cash), sore uang itu sudah dikirim ke berbagai tujuan (flow):

(Untuk kasus saya) perpuluhan, orang tua, biaya kos, biaya bensin, tagihan listrik/air/handphone, tagihan kartu kredit, tabungan berencana, premi asuransi, baru terakhir kebutuhan sehari-hari untuk makan. Dari semua itu jika ada sisa, maka akan masuk ke dana untuk hiburan: ke bioskop, beli novel, liburan, dan sebagainya.

Berbagai tujuan itu melambangkan skala prioritas yang saya sudah buat. Jadi, aktivitas saya setiap tanggal 27 sore adalah memastikan saya setia pada skala prioritas tersebut.

Sesederhana itu, kok. Sekali saja saya melenceng, misalnya mendahulukan membeli novel dari mengirim uang ke orangtua, maka pengelolaan finansial saya pada bulan itu pasti kacau-balau.

Disclaimer: skala prioritas di atas hanyalah contoh ya dan pasti berbeda untuk setiap orang. Yang pasti, jujurlah pada diri sendiri saat membuat skala prioritas. Buka-bukaan pada kemampuan diri berbelanja dan kelemahan mata saat melihat-lihat di market place, misalnya.

BATASI AKSES PADA UANG

Serius, cara ini manjur sih. Di tengah berbagai kemudahan berbelanja saat ini, saya yang cukup tahu diri saya meng-keukeup dompet dengan cara:

1. Tidak memakai fasilitas internet dan mobile banking. Cukup buku tabungan dan kartu ATM.

2. Hanya memiliki akun di satu market place dan di satu apps pembayaran elektronik.

Saya baru memiliki akun di To*** pada bulan Desember tahun lalu. Sebelum-sebelumnya, jika saya membutuhkan sesuatu maka saya akan browsing dan membagikan link-nya ke suami saya yang menggunakan mobile banking dan memiliki akun di market place itu.

Cukup satu market place, ya. Saya tidak merasa perlu menjadi member platinum di berbagai tempat, hehe. Dengan cara ini, saya menahan keinginan diri saya dan pada akhirnya pengeluaran rumah tangga jadi terpusat dan terukur. Win-win solution buat semua.

PENUTUP

Pada hakikatnya berbelanja itu adalah tentang

menentukan skala prioritas dan pengendalian diri.

Semoga para pembaca artikel ini menemukan jalan terbaik bagi diri sendiri dan keluarga untuk mengendalikan keinginan (atau kebutuhan?) kita untuk berbelanja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun