Berbelanja seharusnya berdasarkan kebutuhan dan bukan berdasarkan keinginan. Namun, siapa sih yang nggak seneng lihat-lihat barang-barang lucu di Mi***o? Dari cuma lihat, sentuh, akhirnya masuk juga ke keranjang belanja. Waktu sampai di kasir kita ditanya,
"Mau bayar pakai apa, Pak atau Bu?"
Otak pun mulai berputar mencari alternatif pembayaran. Lebih baik membayar secara tunai atau berutang pakai kartu kredit atau fitur menunggak lainnya?
Dari contoh kasus di atas kita tahu bahwa
Kebutuhan bisa diciptakan.
Dan ini menjadi alat untuk membenarkan prinsip bahwa berbelanja itu adalah berdasarkan kebutuhan (yang baru diciptakan 1 menit sebelum tiba di kasir, atau yang baru ada nanti, nanti, nanti, entah kapan, pokoknya beli dulu barang yang MUNGKIN dibutuhkan itu), dan bukan berdasarkan keinginan.
Jika kita begitu lihai membuat strategi untuk pembenaran diri, maka apa yang bisa menahan kita dari berbelanja yang tidak perlu dan berlebihan?
Isi rekening bank kita, Ibu-ibu.
Tiada lain, tiada bukan, hanya isi rekening kita yang menentukan kita bisa belanja seberapa banyak dan seberapa sering.
Isi rekening bank adalah cerminan kemampuan kita memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berbelanja.