Siapa yang tahun lalu tiba-tiba CLBK (Cinta Lama Belum Kelar) dengan hobinya? Atau tiba-tiba mendapatkan hobi baru? Gara-gara pandemi Covid-19 yang membuat kita berdiam lebih banyak di rumah, semua orang tiba-tiba jadi rajin memelihara tanaman hias, menjahit masker sendiri, memanggang kue, menonton drama Korea, dan seterusnya. Tren biasanya berlanjut dari tahun ke tahun; tren 2020 kemungkinan besar masih berlanjut menjadi tren 2021, terutama di kuartal pertama. Apa saja ya yang termasuk tren 2021 itu?
Keluarga saya termasuk yang latah ikut-ikutan tren hobi, tentu saja yang paling tidak memberatkan kantong. Kami juga mulai memelihara ikan cupang (dari 4 ekor, tinggal 1 yang hidup) dan tanaman hias seperti Keladi (Caladium) dan Sirih Gading (Epipremnum aureum). Akan tetapi, kami tidak ikut-ikutan menjahit masker kain (karena mesin jahit kami rusak) dan memanggang kue (karena waktu makan jauh lebih singkat daripada waktu memanggang, lebih baik serahkan semua urusan kerepotan kepada orang lain).
Satu hobi baru yang kami tekuni sejak pandemi terjadi adalah: berburu ilmu pengetahuan.
Siapa di sini yang merasa canggung, gagap, dan bingung menghadapi perubahan drastis dalam cara hidup kita? Saya yakin kita semua merasa demikian. Dulu semua serba luring, sekarang apa-apa daring. Dengan kata lain, dulu semuanya tatap muka, sekarang tatap layar. Mulai dari cara anak-anak mendapatkan pendidikan formal di sekolah atau tempat pendidikan lainnya, cara kita bekerja di kantor, sampai cara kita mengisi diri, menambah wawasan, memperluas pergaulan melalui berbagai komunitas.
Pandemi yang disangka akan cepat berlalu, ternyata tak kunjung selesai. Orang-orang menjadi bosan dikurung di rumah. Dengan gawai dan internet dalam genggaman, apa yang bisa dilakukan secara dua arah?
Mencari dan berbagi ilmu pengetahuan.
Sejak bulan Maret 2020 tak terhitung berapa webinar, KULWAP, sharing session, workshop, yang keluarga kami ikuti, baik orang tua maupun anak-anak, yang gratis maupun yang berbayar. Tujuan kami adalah untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Pandemi boleh saja terjadi, tetapi hidup terus berjalan. Tuntutan tetap ada, otak harus terus diisi, dan skill harus terus diasah. Jangan sampai pada akhir pandemi kita kecele, yah kita belum melakukan apa-apa padahal waktu sudah terbuang banyak.
Saya dan suami pertama-tama mencari webinar yang kira-kira bisa memperlengkapi kami sebagai orang tua yang tiba-tiba ketiban peran baru. Kami tak hanya menjadi pencari nafkah dan menjalankan fungsi parenting, tiba-tiba kami juga harus mengajari anak-anak dengan ilmu pengetahuan yang kami dapatkan tiga dekade lalu (!) karena sekolah belum menyiapkan sistem memadai untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Otak penat, emosi naik-turun, kesabaran menipis, raga lelah bukan main. Di saat seperti itu kami banyak mencari webinar yang membahas fokus pendidikan, psikologi remaja, kiat membesarkan anak di era digital, kiat memperlengkapi anak menjadi warga dunia nyata dan dunia maya, dan sejenisnya. Intinya, kami belajar karena kami merasa kurang.
Mengikuti satu webinar ke webinar lain, minat kami pun bertambah bukan hanya soal pengasuhan anak, tapi juga soal interest lain yang bisa mengisi waktu dan menyenangkan jiwa. Belajar bahasa Korea, belajar animasi untuk pemula, belajar statistika dasar, belajar SEO dan blogging, itu semua adalah sebagian kecil ilmu yang kami tuntut mumpung waktu kami untuk commuting dari satu tempat ke tempat lain berkurang drastis.
Bagaimana dengan anak-anak, apakah mereka ikut berburu ilmu pengetahuan juga? Ya, tentu saja. Ada begitu banyak kursus daring yang tersedia untuk anak-anak dari berbagai rentang usia. Taruhlah dasar-dasar menggambar, coding, sampai menulis fiksi.
Sebagai penulis dan pelatih menulis kreatif, saya juga memanfaatkan momen #dirumahaja untuk mengajak anak-anak berusia 10 sampai 15 tahun untuk belajar langkah demi langkah menulis cerita pendek. Workshop daring yang saya adakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris cukup banyak peminatnya; saya bahkan mendapatkan murid privat dari Singapura yang ingin belajar menulis cerpen.
Tak hanya untuk anak-anak, saya juga menyelenggarakan pelatihan yang sama untuk sesama anggota komunitas Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP), anggota komunitas Rumah Belajar dari Institut Ibu Profesional (IIP), dan anggota komunitas Good Work Community (GWC) yang berfokus pada self-care bagi orang tua dan pengasuh anak-anak berkebutuhan khusus.
Saya datang dengan semangat memperkenalkan menulis sebagai media terapi, alat melepaskan stres, dan penyembuhan dari trauma. Saya juga datang dengan semangat mengubah menulis dari sekedar passion menjadi skill dan akhirnya menjadi mastery. Dari hanya hobi menjadi sebuah keahlian sampai pada akhirnya mencapai sebuah kepakaran.
Sebelum pandemi, saya biasa mengadakan pelatihan menulis kreatif di sekolah-sekolah di Jabodetabek. Saya menghabiskan satu hari penuh untuk perjalanan, workshop, sharing session, dan lain-lain. Sekarang semuanya bisa dilakukan dari rumah. Waktu bisa digunakan dengan lebih efektif dan efisien. Setiap workshop yang saya adakan tahun lalu tidak terbatas pada wilayah Jabodetabek saja, tapi bahkan lintas kota dan negara.
Diberkatilah mereka yang menciptakan teknologi. Yang menemukan platform video conferencing seperti Zoom dan Google Meets. Yang terus berinovasi supaya kegiatan berbagi bisa diakses dengan gratis/biaya terjangkau dan bisa menjangkau sebanyak mungkin orang. Tanpa mereka para penemu yang lazim kita gunakan sekarang, saya yakin kita mati gaya di tahun-tahun yang masih dilanda pandemi.
Selain berbagi lewat kanal yang khusus diakses dengan invitasi, platform untuk belajar secara daring pun tumbuh subur seperti jamur di musim hujan, dalam artian yang sangat baik, tentu saja. Sejak awal pandemi, iklan platform “Udemy” dan “Coursera” bermunculan terus-menerus di semua media sosial saya.
Well, diberkatilah Google dan algoritmanya yang memetakan dan menerka kebutuhan keluarga kami. Pada akhirnya saya mengikuti beberapa kursus gratis dari kedua platform itu. Saya tahu ada platform-platform lain yang menawarkan belajar secara daring ilmu-ilmu yang populer ataupun spesifik, dengan tenaga pengajar profesional seperti universitas/sekolah tinggi ataupun profesional yang memang ahli di bidangnya, yang gratis ataupun berbayar. Ada begitu banyak pilihan, silakan ambil keputusan setelah mempertimbangkan kebutuhan pribadi kita.
Tanpa bermaksud beriklan, saya mau berbagi sedikit tentang platform belajar daring yang keluarga saya ikuti. Platform “Coursera” menawarkan kursus-kursus yang lebih bersifat akademis, dengan tenaga pengajar yang berasal dari universitas ternama. Oleh karena sifat akademisnya, beberapa kursus memiliki kelanjutan, seperti misalnya: kursus “Mengenal Sistem Aksara Korea” yang kemudian dilanjutkan dengan “Bahasa Korea untuk Percakapan Sehari-hari”.
Contoh lainnya adalah kursus tentang statistika yang saya ikuti dari sebuah universitas di Belanda. Setelah menyelesaikan kursus tersebut, saya disarankan untuk melanjutkan topik ke data mining, data science, dan machine learning. Jadi ada sebuah kesinambungan, suatu kurikulum besar yang tidak kasatmata tapi didesain sedemikian rupa oleh Coursera sehingga kita menjadi pelanggan tetap dan bisa belajar banyak hal dengan tujuan. Mereka juga menawarkan sertifikat (gratis ataupun berbayar) untuk membuktikan peningkatan keahlian kita di sebuah bidang.
Sifat inilah yang sedikit berbeda dengan platform “Udemy”. Udemy juga menawarkan kursus berdurasi singkat yang berfokus pada keahlian yang spesifik, seperti: fotografi atau dasar komputer. Siapa saja bisa menawarkan kursus di Udemy. Kita menjatuhkan pilihan setelah biasanya googling reputasi dan kredibilitas dari pengajarnya (kalau di Coursera setelah googling reputasi dan kredibilitas dari institusi yang menaungi si pengajar).
Itulah kesimpulan yang saya ambil dari perenungan pada malam hari ini. Tren 2020 yang berlanjut menjadi tren 2021 bisa saja mencakup materi (tanaman hias, ikan cupang, sepeda), atau kegiatan fisik (memasak, blogging, menonton drakor, belajar di platform belajar daring). Yang bersifat materi bisa saja berlalu dan digantikan oleh materi lain, namun saya memprediksi aktivitas belajar daring lewat begitu banyak platform akan terus berlanjut, tidak hanya pada tahun 2021 ini tapi juga pada tahun-tahun selanjutnya.
Selain platform “Coursera”dan “Udemy” yang saya jabarkan di atas, ada juga platform “Master Class”, “Kelas”, “Teachnspire”, dan masih banyak lagi. Seorang kenalan saya menawarkan saya untuk berbagi di platform “Teachnspire” yang dimotori oleh teman baiknya melalui pelatihan menulis kreatif. Saya bilang, mengapa tidak? Ilmu pengetahuan ada tidak untuk disimpan sendirian. Ilmu pengetahuan itu harus dibagikan, dialirkan, dijadikan manfaat bagi orang lain. Kita yang memiliki ilmu pengetahuan hanyalah bejana yang disinggahi sementara sebelum ia mencapai orang lain di sekitar kita.
Diberkatilah mereka yang sudah berbagi ilmu pengetahuan secara daring di masa sulit seperti pandemi ini. Bagaimana dengan saya? Bagaimana dengan Anda? Bila kita memiliki kepakaran dalam sebuah bidang, mari kita bagikan kepada orang lain, supaya tambah banyak orang yang bertambah wawasan, bertambah keahlian, dan mungkin juga mendapat pekerjaan yang lebih baik. Who knows?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H