Jika saya ditanya mengapa saya bisa menulis banyak kata untuk tulisan nonfiksi, maka saya akan mengemukakan dua prinsip yang saya pegang ketika menulis.
- Menulis adalah sebuah perjalanan
Sebagai perjalanan, ia tidak berlangsung singkat dan saya bisa berlama-lama menkmatinya. Kata kuncinya adalah menikmati. Saya berlama-lama berpikir, menguntai kata, melihat kesesuaian ide pokok dengan setiap kalimat yang tertuang. Saya tidak terburu-buru masuk ke dalam jawaban dari topik atau pertanyaan yang diberikan.
Saya beri sebuah contoh. Pada tantangan menulis dari grup Drakor & Literasi, ada pertanyaan siapa aktor Korea favorit saya dan apa alasannya.
Saya tidak akan langsung menjawab aktor tersebut adalah si A, atau si B, atau si C. Saya akan mencoba merunut berdasarkan garis waktu dan urutan peristiwa bagaimana saya bisa mengetahui aktor tersebut.Â
Saya akan mencoba mengingat-ingat kejadian-kejadian pendahuluan yang mengantarkan saya kepada sebuah momen: ini lho aktor yang bernama si A, dia berakting di dalam drama X, dan aktingnya sangat menggugah hati saya sampai-sampai saya menonton drama/film lain yang dia bintangi.
Teknik ini sering kali saya gunakan di dalam tulisan nonfiksi yang bersifat campuran antara opini dan deskripsi. Sebelum masuk ke opini, saya mencoba untuk membuat deskripsi terlebih dahulu.Â
Ada dua contoh tulisan saya yang kamu bisa baca tentang K-Tigers, yang mengombinasikan taekwondo dan K-Pop (1511 kata), dan tentang Akdong Musician, duo pemusik kakak-adik yang telah terbukti sebagai jenius di bidangnya (2591 kata). Silakan klik link di atas untuk masuk ke laman yang saya maksud.
Pada artikel tentang K-Tigers yang mengombinasikan taekwondo dan K-Pop, saya memilih taekwondo sebagai titik awalnya. Saya tidak memilih K-Pop karena core dari K-Tigers adalah taekwondo, bukan musik.
Saya tahu taekwondo pertama kali bukan di kota yang saya dan sekitar empat puluh ribu orang Korea tinggali sekarang. Tidak, perkenalan saya yang pertama terjadi jauh sebelum itu.Â
Tepatnya tujuh belas tahun yang lalu saat teman-teman baru saya di Tokyo, tiga orang mahasiswa dari Korea Selatan, mendemonstrasikan jurus-jurus yang mereka kuasai sebagai taekwondo-in pemegang sabuk hitam.
Dari situ penjelasan saya bergerak ke bagaimana saya bisa terekspos lagi kepada olaharaga ini belasan tahun kemudian. Saya memasukkan pelaku lain ke dalam tulisan, yaitu kedua anak saya, untuk membuat tulisan saya ini menghadirkan sudut pandang lain dan memiliki lebih banyak dimensi.