Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Pernyataan "Pembelajaran Jarak Jauh yang Telah Memakan Korban"

19 September 2020   17:06 Diperbarui: 20 September 2020   09:15 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada negara yang benar-benar siap dengan PJJ. Infrastruktur dan teknologi mungkin sudah siap dan memadai, tapi lebih dari itu, sikap dan mentalitas mereka yang terlibat di dalam PJJ adalah sikap dan mentalitas karbitan.

Kita dipaksa, mau tidak mau harus bisa segera menerima sistem baru ini. Pandemi boleh terjadi, tapi hidup terus berjalan dan pendidikan formal anak tidak boleh dilalaikan. Tidak ada gunanya terus menyangkal fakta bahwa kita sedang berada di tengah pandemi.

Harapan agar kita bisa kembali kepada kehidupan dan aktivitas normal terasa jauh panggang dari api. Yang saya dan banyak orang lain doakan saat ini bukanlah supaya pandemi cepat berlalu, tapi supaya kita bisa melaluinya dengan baik dan tanpa penyesalan.

Bibit-bibit yang kemudian mengakibatkan kejahatan pembunuhan bukanlah PJJ, tetapi sikap dan mentalitas yang tidak siap dari kedua orang tua anak yang malang itu dalam menghadapi keadaan luar biasa seperti pandemi ini.

Dalam kaitannya dengan PJJ, saya pernah menulis surat terbuka kepada Mas Menteri Pendidikan, memintanya untuk menaruh perhatian kepada orang tua yang dipaksa menjadi murid dan guru dadakan bagi anak-anak kita yang terpaksa belajar di rumah.

Sudah bisa ditebak, surat terbuka saya menguap begitu saja. Surat yang saya kirimkan kepada semua alamat email yang tercantum di situs Departemen Pendidikan tidak ada satu pun yang dibalas. Padahal ada urgensi di dalam surat terbuka itu: tolong, tolonglah kami para orang tua.

Kami adalah murid-murid yang tanggung, yang dipaksa menguasai materi dalam waktu sesingkat-singkatnya supaya kami bisa mengajari anak-anak kami. Kami adalah guru-guru yang tidak lengkap, yang tidak mengerti ilmu pedagogi, psikologi, dan lainnya. 

Kami perlu pelatihan, kami juga perlu belajar. Jika pandemi berlangsung berbulan-bulan, atau mungkin bertahun-tahun, maka tidak mungkin kami tetap dengan kapasitas dan kompetensi yang seadanya untuk mendampingi anak-anak belajar di rumah.

Di dalam surat itu saya meminta Kemendikbud untuk memberikan pelatihan bagi para orang tua. Orang pintar dan staf ahli di bawah Mas Menteri pasti berlimpah, pasti tidak sulit untuk meminta mereka mengadakan seminar secara online. 

Namun pada dasarnya Mas Menteri adalah bukan orang yang tepat pada posisinya dan kapal yang ia nahkodai adalah kapal yang lamban dan enggan berinovasi, jadi kita tidak bisa berharap banyak.

"Terobosan" yang beliau kerjakan baru sebatas penyederhanaan kurikulum dan pembagian kuota internet untuk belajar daring. Kurikulum yang katanya sudah sederhana itu masih penuh dengan jargon dan tidak langsung ke pokok permasalahan. Saya sangat bersimpati pada sekolah dan guru-guru yang kebagian beban menerjemahkan kemauan kurikulum ke dalam rangkaian kegiatan belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun