Bahkan pendidikan yang orang kira bersifat non materi sebenarnya adalah soal materi. Ada uang, tenaga, dan waktu yang dihabiskan untuk belajar bertahun-tahun, untuk mencapai sebuah gelar, dan untuk memproduksi sebuah ijazah.Â
Membandingkan jenjang pendidikan yang dicapai sebenarnya sama saja dengan membandingkan jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki. Seperti pendidikan, karir juga adalah materi yang dibandingkan untuk mendefinisikan kesuksesan.Â
Karir seorang masinis kereta api tentu dipandang tidak sesukses karir pendiri Facebook. Efek langsung dari karir adalah keberadaan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup dan mencapai standar kesejahteraan tertentu. Karir yang dipandang sukses adalah karir yang bisa membuat seseorang membawa pulang banyak uang.
Menilik 3 tolak ukur di atas, adakah kesuksesan yang didefinisikan tanpa mengaitkannya dengan materi, sebagai contoh kesuksesan dalam aspek spiritual atau emosional?Â
Pernahkah kamu mendengar seseorang dicap sukses karena dirinya berubah? Dulu dia gampang sekali mengamuk, sekarang dia bisa mengontrol amarah. Dulu dia mudah sekali menghakimi orang lain, sekarang dia mencoba berempati.
Pernahkah kamu mendengar hal seperti itu disebut sebagai kesuksesan? Kok saya tidak pernah ya? Semua kesuksesan yang dipikirkan dan diucapkan orang pasti berhubungan dengan keberadaan materi, antara dulu dan sekarang dan antara orang demi orang.
Definisi kesuksesan juga diturunkan antar generasi, bahkan membatu menjadi pola pikir dalam sebuah masyarakat. Pada zaman Orde Baru, seseorang dianggap sukses jika berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai negeri. Tidak peduli apa jabatan, pangkat, dan tanggung jawabnya, seorang pegawai negeri akan dianggap sukses dalam hidup.
Maklum saja, pada zaman itu pekerjaan pegawai negeri diasosiasikan dengan kepastian penghasilan, terjaminnya biaya untuk memelihara kesehatan, sampai kepada keberadaan dana pada masa pensiun.Â
Selain itu, pekerjaan pegawai negeri juga dipandang tidak seberat dan jadwalnya tidak seketat pekerjaan pegawai swasta. Tak heran pada waktu itu orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi pegawai negeri, bahkan rela menyogok demi mendapatkan posisi.
Zaman berubah dan pada suatu masa orang yang disebut sukses adalah orang yang berwiraswasta. Orang sukses adalah orang yang sudah memiliki usaha sendiri dan menjadi bos, bukan lagi orang yang menjadi karyawan dan bekerja pada orang lain. Katanya sih begitu.Â
Saat itu orang berlomba-lomba untuk memulai bisnis. Bisnis-bisnis baru tumbuh subur seperti jamur di musim hujan, namun tidak ada yang tahu keberlangsungannya dalam jangka panjang.