Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kau Harus Belajar Bersyukur

5 Agustus 2020   11:20 Diperbarui: 5 Agustus 2020   11:27 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mamak bingung mendengar kebingungannya. Kawan ini jurusan teknik mesin, masak tidak dilihatnya kalau di kamar mandi ada dua pipa, satu untuk air dingin dan satu lagi untuk memanaskan air supaya keluar menjadi hangat atau panas? Nah di belakang mesin cuci hanya ada satu pipa dan satu jenis keran untuk air dingin.

As simple as that.

Apakah selalu seperti itu di setiap rumah di Jepang? Ya, enggak kaliii .... Setiap rumah bisa berbeda tergantung kebutuhan si pemilik rumah. Selama di sana saat akhir pekan Mamak sering menginap di rumah orang Jepang, yaitu keluarga angkat yang diberikan untuk menemani Mamak selama satu tahun dan keluarga seorang guru bahasa Jepang yang mengajari Mamak dua kali seminggu.

Anak dan cucu ibu guru Mamak itu ada di New York, jadi sejak kami berkenalan Mamak dianggapnya sebagai anak dan sering diajak menginap. Mereka orang yang sangat kaya dan memiliki perusahaan di Cina. Orang Jepang biasanya tinggal di apartemen atau mansion kalau agak kaya, tapi dia punya rumah sendiri. Rumahnya tiga lantai, lengkap dengan basement, tiga ratus meter dari stasiun kereta terdekat.

Waktu si Patrik mulai meributkan mesin cuci di apartemennya, diam-diam Mamak intip mesin cuci di rumah ibu guru. Sama pun, hanya bisa mengeluarkan air dingin padahal rumahnya mewah. Di rumah keluarga angkat Mamak yang sederhana juga sama seperti itu karena fasilitas apartemennya mirip-mirip dengan apartemen Mamak. Mamak cerita ini ke si Patrik tapi kawan itu cuma mendengus.

Mamak dan kawan-kawan lain pikir sepele kalilah yang dia ributkan. Cuma soal mesin cuci, soal air dingin-hangat-panas, soal bajunya yang mungkin jadi tidak awet, tapi buat dia itu hal maha penting. Pokoknya dia tidak mau mencuci bajunya yang berwarna dengan air dingin, dia takut bajunya rusak. Kalau bajunya rusak, dia harus beli baju baru, yang artinya dia harus keluar uang lagi. Pokoknya dia tidak mau itu terjadi.

Selama berminggu-minggu si Patrik memimpin kampanye meminta mesin cuci yang bisa mengeluarkan air hangat dan panas. Setiap kali kami bertemu, atau dia bertemu teman lainnya, dia akan membahas hal ini, mengajak orang lain untuk ikut protes bersamanya. Kawan-kawan dari negara yang sama dengannya hanya diam saja dan tidak menanggapi keluhan-keluhannya. Ada beberapa kawan yang satu kampus dengannya di Kopenhagen sana, jadi mereka sudah paham wataknya yang suka meributkan hal kecil.

Buat kawan-kawan dari negara Eropa Barat, permintaan si Patrik itu masuk akal, tapi bukan prioritas. Toh ada bathtub dan air panas di kamar mandi. Kalau baju itu begitu berharga, bisalah dia celup-celup dan cuci baju itu di dalam bathtub; tidak usah selalu mengandalkan mesin cuci. Awalnya si Patrik mau mendengarkan saran ini, namun lama kelamaan dia mengomel lagi. Pinggang dan punggungnya sakit karena harus membungkuk-bungkuk, katanya. Eh tahe, umur kawan ini baru dua puluh dua tahun, masak sudah encok?

Buat kawan-kawan dari negara Asia, permintaan si Patrik ini mengada-ada. Cuma soal air lho, kenapa jadi panjang merembet ke mana-mana? Kawan Mamak dari Thailand pun ada yang datang dari kelas ekonomi menengah ke bawah dan baru mengenal mesin cuci. Kami berdua sama-sama terpesona dengan apartemen yang serba lengkap, jadi kami pun tidak terpikirkan untuk mengeluh.

Kami sangat bersyukur dengan apartemen yang kami bisa tinggali dengan harga terjangkau dan dengan fasilitas yang begitu memadai. Setiap apartemen memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi, dan balkon. Tempat tidur, lemari baju, meja belajar, lemari buku, sofa, meja-kursi makan, kitchen set, jemuran pakaian semua disediakan. Walaupun ukuran ruangannya kecil-kecil, keadaan kami di Tokyo lebih baik dari di negara asal.

Karena kami dekat dan sering mengobrol, Mamak juga lupa bagaimana Mamak bisa jadi akrab dengan si Patrik, Mamak sarankan dia untuk membawa keluhannya ke Sensei yang menjadi pembimbing kami di program pertukaran. Orang-orang sudah mulai bosan dengan keluhannya, kayak tidak ada lagi bahan obrolan lain. Kalau mau perubahan nyata, dekatilah pengambil keputusan yang sebenarnya, begitu saran Mamak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun